Ia paling peka menerka raut wajahku yang berubah. Terbiasa ceria banyak bicara, lalu kututupi sedemikian rupa duka yang menyesakkan dada. Aku coba pergi dari keramaian, demi selamat dari tanya dan canda.
Namun, ia tetaplah ia. Sahabatku ....
Di hadapannya aku bisa menunjukkan sisi paling rapuh. Di sampingnya, aku bisa menangis dengan sangat kekanak-kanakkan. Lalu apa yang ia lakukan?
Ia sudah paham aku dengan segala lebih dan kurangku. Ia menertawakan kerapuhanku, mencerca tangisku. Tapi, ia juga yang paling pertama membasuh lukaku. Membantu laraku agar segera ceria. Ia tak pernah berat untuk mengulurkan tangan.
Aku menangis sambil tertawa. Aku tertawa sambil menangis. Sahabatku yang selalu ada, tidak pernah meninggalkan meski aku beribu kekurangan. Meski aku berkali merepotkan. Bahkan selalu paling peka menanyakan bantuan. "Apa yang bisa aku bantu? Segitu aja nangis hayolah jangan cengeng." Ucapnya.
Aku terharu juga bahagia. Terima kasih sahabat selalu ada.
Terima kasih teladan, tetap jadi sahabat meski nanti jarak dan alam memisahkan ya. :)
Namun, ia tetaplah ia. Sahabatku ....
Di hadapannya aku bisa menunjukkan sisi paling rapuh. Di sampingnya, aku bisa menangis dengan sangat kekanak-kanakkan. Lalu apa yang ia lakukan?
Ia sudah paham aku dengan segala lebih dan kurangku. Ia menertawakan kerapuhanku, mencerca tangisku. Tapi, ia juga yang paling pertama membasuh lukaku. Membantu laraku agar segera ceria. Ia tak pernah berat untuk mengulurkan tangan.
Aku menangis sambil tertawa. Aku tertawa sambil menangis. Sahabatku yang selalu ada, tidak pernah meninggalkan meski aku beribu kekurangan. Meski aku berkali merepotkan. Bahkan selalu paling peka menanyakan bantuan. "Apa yang bisa aku bantu? Segitu aja nangis hayolah jangan cengeng." Ucapnya.
Aku terharu juga bahagia. Terima kasih sahabat selalu ada.
Terima kasih teladan, tetap jadi sahabat meski nanti jarak dan alam memisahkan ya. :)
Nice mbak
BalasHapus