Jumat, 11 November 2016

Kamu itu, makhluk bumi macam-macam rasa

Seringai angin menghembus pada wajah yang tengah menenun senyum ...

Ah, iya itu orang paling kocak dan slowres ...

Kalem-kalem adem, meski aslinya lagi mikir keras demi mengeluarkan kata paling efektif meredakan gundahku ...

Tak banyak ia umbar kata,  tapi, ia adalah orang paling sadar dan setia dengan kata-katanya ...

Tanpa pernah banyak mengumbar janji, tapi ia lakukan dengan pasti pengorbanannya ...

Tanpa pernah banyak kata berlebihan, ya sederhana ...

Dia itu semacam manusia nyeleneh yang hidup di belahan bumi bagian barat ...

Kemudian ditakdirkan dekat tanpa pernah ada rasa bosan ...

Ia itu tak hanya teman diskusi meskipun nyeleneh, ia adalah sahabat sekaligus kekasih yang selalu punya macam-macam rasa untuk menjalani kehidupan ...

Tentang kecocokan dan kenyamanan yang tak pernah kami paksakan, ia hadir dengan ikhlas tanpa pernah ada tekanan ...

Mengalir dalam lautnya, setia, dan mewarna ...

Aku tak perlu banyak bertanya tentang ia, sedang apa, dan dimana ...

Karena dengan sendirinya, pertanyaan-pertanyaan itu akan mengalir terjawab dalam percakapan renyah kami ...

Dia itu semacam rasa pedas, yang meskipun kita tertidur saat memakannya tetap saja terasa ...

Lagi frustasi ?

Coba aja curhat sama dia
Mana pernah ditanggepin serius

Tapi, itu lah cara uniknya ia mengubah kemelut dalam mendung wajah menjadi langit yang kembali biru cerah ...

Dalam lirih air kebersamaan dalam ketenangan itu terus mengalir, menyibakkan bahagia yang tanpa pernah dipaksa, ...

Tentang kecocokan dan kenyamanan diantara kami yang akan sangat sulit untuk ditemukan imitasinya ...

Ah, apakah aku akan tega beralih arah dengan dalih ia yang lebih mapan ...

Sedang rasa perjuangan yang telah dibangun dari paling rendah  itu mampu kita lewati bersama ...

Marah ?
Hatiku mencekal. Mulut menggerutu. Sedang tangan tetap saja mengetikkan kata manis. Melihat teduh di wajahmu, kamu tahu api marah itu padam.

Kesal dan heran ?
Seringkali rasa itu tak pernah menghampiri. Hatiku kosong melompong dari praduga negatif yang menghampiri tentangmu.

Melihat kesungguhannya, mengeposkan nethink dan menyuburkan percaya.

Tidak pernah menuntut banyak ini itu, hanya mengangguk dan berkata.

Ayo, kita lewati bersama jembatan itu. Karena setia pada proses, adalah keharusan bukan untuk mencapai hasil yang kita inginkan.

Di bahumu, aku pernah menyimpan percaya yang sampai saat ini kau simpan rapih dengan apik.

Di sorot tajam matamu di balik pintu itu, aku menangkap sayang yang tak terungkap lewat banyak kata tapi pada tindakan rela berkorban.

Kau bilang, tak perlu marah. Untuk apa toh aku marah ? Itu tak akan menyelesaikan masalah.

Sergap tingkahku mengesalkan hatimu pasti. Tapi itu hanya sebentar saja, karena rajut khawatirmu aku akan celaka.

Ah, tak perlu ada aturan pasti tentang urutan komunikasi. Karena semua seolah sudah tersistem tanpa bibir harus berkoar.

Kamu, makhluk rasa sahabat, temen kocak, pundak tempat bersandar, pun kekasih yang limited edition.

Ketika kecocokan dan kenyamanan, sudah terpatri. Perlukah aku menanggapi pengganti ?

Kita adalah kembang merekah yang tengah berkeliaran pada pendarnya angin kesejukkan.

#ODOP Batch_3

Senin, 07 November 2016

Kita Butuh Jeda

Jeda pada irama. Spasi dalam keyboard kehidupan. Perlukah ia ?

Kenapa perlu ada jeda ?
Perlukah ada spasi ?
Lantas, untuk apa mereka ada ?

Hari-hari kemarin berbeda dari biasanya.  Biasanya ketika sampai di sekolah, aku banyak bertegur sapa dengan rekan kerja sekaligus juga teman dekatku di perantauan ini.

Biasanya kami bercerita banyak ngalor ngidul bahkan kadang sampai lupa waktu. Dari mulai tentang masalah pribadi, kerjaan, kuliah, bahkan sampai berita yang lagi hits sekarang.

Ia sudah seperti Kakakku sendiri. Selain karena sosoknya yang memang dewasa, easy going, juga bisa aku jadikan teladan.

Beliau orang yang sangat rajin bekerja, baik hati, periang, pun penuh ceria cerita seru. Intinya, orangnya asyik banget deh. Nggak ada istilah boring kalau bareng sama beliau. Selalu ada aja cerita lucunya, tingkah kocaknya. Dan yang paling aku syukuri dari beliau adalah, beliau memiliki sikap penerimaan yang baik bagi siapapun.

Tak aneh, jika ia memiliki banyak teman yang menyenanginya. Orangnya mampu membuat nyaman dan senang siapapun yang ada di dekatnya.

Namun, beberapa hari ini. Aku merasa aneh sekali. Berbeda dari biasanya. Tak ada lagi senyuman manis dan celoteh riangnya ketika bertemu. Tak ada lagi raut sumringah dan menyenangkan dari wajahnya.

Ah, entah ini hanya perasaanku saja yang terlalu sensi. Aku jadi nggak enak. Aku pikir dan introspeksi diri. Selama ini aku punya salah apa ya ... hmmm. .. apa ada sikap dan lakuku yang tak menyenangkan di hatinya. Hingga membuat ia tersinggung.

Ah, sudahlah pikirku. Nanti juga baik lagi. Aku acuh dengan sikapnya seperti itu. Beberapa hari berlanjut, ia masih sama dengan sikapnya. Setiap aku tanya, jawabannya terkesan ketus.

Hmmm ...

Whats wrong ?

I don't know my mistake ...

Gumam keherananku dalam hati. Meski aku tetap menanggapinya dengan biasa saja.

Sore kemarin, setelah aku selesai melaksanakan sholat ashar dan bergegas menyiapkan diri untuk mandi sore.

Tiba-tiba handphone ku berbunyi pertanda ada pesan masuk. Kuraih handphone diatas meja belajar. Segera kubuka pesan masuknya.

Hei, ternyata itu dari dia. Dia yang selama beberapa hari ini cukup mendiamkan dan membuatku berfikir aneh apa yang kesalahanku padanya.

"Ri, ... Udah ngerjain tugas IPA belum ? Aku belum beli peralatannya hmmm ... Mau beli bareng nggak yuk ke depan ?" Pesan teks dengan font sedang telah ku baca.

Hffft segera ku balas.

"Belum, ayo bareng. Tapi mau mandi dulu yaa. Hehe." Sahutku

Dengan perasaan lega dan bahagia aku segera meraih handukku, bernyanyi-nyanyi kecil dan pergi ke kamar mandi.

"Ah, lega rasanya. Kami bisa berkomunikasi dengan baik kembali." Gumamku dalam hati.

Finish ... Mandi udah ...
Dandan udah ...

Let's go to the jungle *eh ...

Aku memanggilnya dari depan rumah.

"Mbak .... Ayooo ...."

"Iya ..." Sahutnya sambil berjalan turun dari tangga luar rumahnya.

Kebetulan memang rumah kami berdekatan, hanya terhalangi dua rumah saja. Aslinya rumah kami sangat berdekatan.

Lantas, kami pun berjalan bersama pergi ke toko untuk membeli beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas kami.

Setelah itu, sepanjang perjalanan sampai kami pulang kembali ke rumah. Kami asyik dengan perbincangan seru kami lagi. Entah apa saja yang kami bicarakan. Pokoknya banyak. Ahaha ...

Seru, hangat, dan penuh persahabatan.

"Mbak, udah jam berapa ya sekarang ?"
Tanyaku.

"Jam 22.00 WIB."

Kami saling bertatapan.

"Haaaahhh .... Udah malem banget. Ahahha ... " Kita malah ketawa bareng-bareng.

"Nggak kerasa ya." Sahut kita bareng-bareng.

Kadang kita perlu jeda, untuk memastikan bahwa hubungan kita akan menghangat kembali bahkan lebih baik.

Kadang kita perlu spasi dalam pertemanan. Untuk menghilangkan penat dan bosan. Hanya perlu beberapa waktu untuk kita menyendiri dan berintrospeksi diri.

Dan di atas itu semua, kita perlu komunikasi yang komunikatif. Untuk membahas segala hal dalam hidup. Kita hidup bersama, dan pastinya selalu membutuhkan orang lain untuk mengatasi masalah kehidupan kita.

Baik itu hanya sekedar untuk teman berbagi cerita atau sebagai keluarga.

#ODOP Batch 3

Sabtu, 05 November 2016

Suara Hati Perempuan (Aku)

Wanita. Satu kata namun mampu menggambarkan banyak takjub makna.

Ia tercipta dari rahim seorang Ibu laiknya laki-laki. Tercipta lemah lembut dan menyimpan banyak kekuatan misteri di balik halus budi pekertinya.

Laki-laki, ia dicipta gagah aktif dan penuh logika. Bekal kelak menjadi pemimpin yang harus serba berani, bijak, dan bisa.

Penuh pesona, daya memikat dari seorang wanita mampu meluluhkan orang paling keras sekalipun. Namun, segenap kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada wanita maupun pria semoga bisa kita tempatkan pada tempatnya sesuai dengan timing yang tepat.

Wanita, adalah anak yang harus sangat di jaga, dididik dengan sebaik-baiknya, juga diberi bekal yang mumpuni untuk kelak ia mengemban amanah besar di pundaknya. Yakni menjadi istri, dan ibu.

Menjadi istri dan Ibu, diibaratkan kita sedang menggenggam dunia di tangan kita. Mau menciptakan dunia yang aman, damai, sejahtera, dan penuh kehangatan ataukah menjadikannya penuh visi materialis, gersang, nan haus kesejukan.

Pun laki-laki. Belajarlah ia menjadi laki-laki seutuhnya. Di pundakmu kelak, jutaan ummat menanti bijak bestari perangai pemimpin sejati. Mendidik ia dengan tempaan yang keras namun tidak menyiksa. Menjauhkan ia dari terlalu banyak bermanja dan pandai mencari dalih. No excuse !

Di pundakmu kelak, wahai laki-laki. Kami kaum perempuan menitipkan sejuta harapan ummat. Di pundakmu kelak, wahai laki-laki. Kami bersandar peluh dan keluh penuh hormat dan taat.

Menjadi seorang anak ...
Menjadi seorang pemimpin ...
Menjadi seorang suami ...
Menjadi seorang ayah ...

Menjadi seorang anak gadis ...
Menjadi seorang pelajar ...
Menjadi seorang istri ...
Dan menjadi seorang Ibu ...

Adalah tugas yang insyaallah niscaya kita emban. Selagi, Allah masih memberikan kepada kita usia untuk menjalankan kehidupan di dunia ini.

Tugas-tugas itu, ternyata tidaklah mudah pun ternyata tidaklah juga susah. Asalkan, kita selalu mau bersandar dan memohon pertolongan kekuatan kepada Allah Sang Maha Pemilik Segala Kekuatan.

Belajar dengan serius, sungguh-sungguh dan fokus. Memupuk ilmu dan iman agar ia mengakar kuat dalam sanubari kita. Adalah salah satu jalan memuluskan perjalanan tugas kehidupan kita. Allah, semoga kami dikuatkan dan dimampukan  selalu menempuh perjalanan menuntut dan mengamalkan ilmu cahaya penerang kehidupan yang Allah wariskan bagi kami.

Dan tak lupa belajar dari yang sudah berpengalaman. Belajar dari mereka yang sudah lebih dahulu mengecap asam manis pahit asin pedihnya kehidupan. Semoga kita bisa mengambil banyak hikmahnya dari mereka.

Ah, kali ini entah apa dan kenapa saya sangat ingin sekali membahas tentang ini. Tentang laki-laki dan perempuan. Lebih tepatnya "Suara Hati Perempuan (Aku)"

Waktu berlalu begitu magic rasanya. Kini usiaku menginjak 21 Tahun 4 bulan. Entah masih terlalu muda atau sudah cukup waktunya untuk dibilang dewasa. Rasanya, banyak sekali nano-nano kehidupan yang menghampiri dan layak untuk diperbincangkan. Ehehhe

Menilik ke diri sendiri, terkadang aku suka miris dan ingin banyak-banyak beristighfar.
Di usiaku yang sekarang. Aku sudah bisa apa ? Sudah berkarya apa saja untuk bermanfaat bagi orang lain ?
Sudah belajar ilmu apa saja ?
Buku apa sajakah yang sudah aku baca yang bermanfaat untuk bekal hidupku ?
Sudah seberapa kuat kah tauhid dan aqidahku di hadapan Allah ?
Atau sudah berkontribusi apa untuk membahagiakan orang tua dan keluarga ?
Atau sudah punya keterampilan apa sajakah untuk bekal melanglangbuana di dunia ini ?
Mengingat sebaik-baik manusia adalah ia yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain.

"Lah aku." Menunjuk tajam pada diriku sendiri.

Yah mungkin, itu adalah sebuah ekspresi kegalauanku sebagai anak muda yang masih labil hehe ...

Kadang aku juga suka sedih, melihat sebagian anak muda. Gadis-gadis sekolahan. Pelajar yang baru beranjak masa remaja ataupun menuju masa dewasa. Lebih banyak sibuk membicarakan si doi, ngurusin si doi, yang pokoknya amat dicintainya. Halah haha

Hal yang wajar memang jika perempuan ataupun laki-laki memiliki ketertarikan dan menjalin hubungan satu sama lain. Tertarik kepada lawan jenis itu fitrah.

Yang harus kita syukuri. Karena dengan itu, ternyata kita dapat belajar banyak untuk menjadi seutuhnya manusia yang diberi tugas oleh Allah turun ke dunia ini.

Sebagai perempuan, tak aneh mungkin. Jika ada banyak lelaki yang berusaha mendekati dan menyatakan sukanya. Atau bahkan kalian berkomitmen dengannya dengan ikatan yang kalian buat sendiri.

Pernah nggak sih temen-temen, ngerasa ngeri dan takut ada dalam hubungan yang nggak jelas ujung pangkalnya tapi udah korban waktu, perasaan,  tapi manfaatnya belum tentu ada ? Hmmm ...

Terkadang, ada ia yang datang dengan memberi sejuta bintang harapan --- . Namun, pada akhirnya, pergi menghilang tanpa permisi dan kejelasan. Kemudian, datang kembali seolah tak pernah menawarkan mutiara dan luka.

Ada juga lelaki sholih, yang berniat baik dan mengenalkan diri. Namun, lagi kupertimbangkan. Aku harus menyelesaikan studiku sampai selesai dulu, agar tak terlalu kerepotan ke depannya ketika aku sudah menikah nanti. Juga, ada kecocokan hati yang sulit aku hindari dengan pria yang telah lama aku kenal sejak masa sekolah menengah dulu.

Pun ada yang hanya sekedar ingin berbasa-basi, kenalan, chatting tak bermutu dsb. Ah, buang-buang waktu saja menurutku. *Maafkan terlalu so banget kali ya ahaha

Perempuan. Aku selalu takut menyandang gelar itu di pundakku. Aku takut tak mampu menjaga kehormatan dan rasa maluku seperti yang Allah perintahkan. Aku takut, aku tak banyak belajar dan melakukan kebaikan yang banyak faedahnya bagi ummat. Aku takut, aku menodai dan tak mampu menjaga diriku.

Aku takut, tak mampu memberi mutiara terbaik dari dalam diri untuk orang tua, keluarga, sahabat, dan kekasih yang kelak Allah takdirkan untukku.

Beranjak dari keresahanku itu, ingin sekali aku berpesan kepada kaum adam. Untuk kiranya, janganlah kau sibuk kan dirimu memberi janji-janji manis tapi ternyata itu palsu atau hanya sekedar harapan semata. Cukuplah kau sibuk kan dirimu dengan belajarmu, dengan baktimu pada Allah, Rasulullah, dan orang tua, dengan bekerjamu untuk kehormatan hidupmu.
Karena ada sebuah hadits yang sangat menarik isinya seperti ini.

"Ada dosa yang tidak dapat di hapus dengan sholat, puasa, sedekah,dsb kecuali dengan kerja keras berkorban peluh dan keringatnya seseorang yang bekerja mencari nafkah untuk keluarganya."

Mungkin teman-teman bisa mencari lagi redaksi hadits tepatnya seperti apa. Tapi, kurang lebih nya seperti itu setelah aku baca hadits tersebut dari sebuah buku. Lupa lagi buku apa namanya hehe

Cukuplah dengan usahamu memperbaiki serta meningkatkan kualitas diri untuk kelak kami bisa saling berpartner dalam kebaikan, membangun rumah syurga di dunia yang mengekal ke jannah-Nya.

Janganlah kau ajak kami, kaum hawa sibuk berpacaran. Sibuk bertelepon ria sementara Al-quran jarang kami jamah, buku-buku jarang kami baca, kajian-kajian ilmu agama yang sangat penting bagi bekal aqidah kami jarang kami kunjungi.

Bantu kami, untuk menghindari fitnah itu. Fitnah yang sering di sematkan kepada kaum perempuan. Cukuplah, aku mencintaimu dan lebih banyak kita saling meminta dan menguatkan dalam doa-doa malam syahdu kepada-Nya.

Biarkan aku mencoba memahami dan mengenalimu dengan baik. Agar, kelak kita bisa berjalan beriringan saling mendukung dan mencintai karena-Nya.

Karena terkadang aku merasa takut. Aku merasa asing dan tidak mengenalimu. Siapa dirimu. Ah, hanya pada hening genggam doa aku menjamahmu lebih banyak, berbincang dengan-Nya dalam pinta dan resah yang tiada henti.

Aku memohon yang terbaik dari Allah untukku, untuk agamaku, untuk keluargaku, untuk masa sekarang, pun masa depanku. Yang baik akibatnya tak hanya di dunia tapi juga di akhirat-Nya. Mari saling mengenal, saling menyapa sesuai cara yang dikehendaki-Nya, saling menguatkan, saling mencintai dengan terhormat, saling menjaga dan menyayangi, saling meminta, dalam lirih-lirih doa syahdu kepada-Nya di waktu malam-malam yang penuh sejuk dalam temaram ajaib sepertiga malam-Nya.

Begitu pun untuk kaum hawa, ingin sekali aku berpesan kepadamu sahabat, teman, dan saudariku.

Mari saling bergenggaman tangan denganku, kita sama-sama belajar menjadi perempuan mahal yang mampu menjaga dirinya sesuai dengan kehendak Illahi. Ah, aku bukanlah apa-apa juga bukanlah siapa-siapa. Akhlakku masih jauh dari kata baik apalagi sempurna.

Pun perilakuku masih banyak yang harus ku perbaiki. Tapi izinkanlah, aku mengeluarkan uneg-uneg di hatiku. *Ciyaa hh

Terkadang kita sebagai perempuan, harus kuat dan tegas menolak. Jangan sampai kita sudah mengorbankan waktu dan energi kita untuk hal yang sebetulnya tak seharusnya kita lakukan. Untuk seseorang yang sebetulnya belum waktu dan haknya menjadi urusan kita.

Janganlah berlebihan, karena dalih mencintainya. Dia pacarmu dan aku pacarnya. Kalian rela, menghabiskan waktu, bertengkar, berduaan kemana-mana, saling bermesraan padahal belum haknya kalian seperti itu.

Aku selalu bermohon kekuatan kepada Allah, semoga Allah selalu membantuku dan saudari sahabatku semua untuk dapat menjaga diri, menjaga Izzah dan iffah kita sebagai kaum perempuan. Janganlah terlalu berlebihan bermain perasaan sebelum waktunya, hingga kita lupa memantaskan, dan memampukan diri.  Memperjuangkan untuk segera  berada dalam ikatan halal itu jauh lebih penting bagi kita daripada menghabiskan waktu dalam ikatan hubungan  yang belum jelas.

So, buat kaum adam ... nyok, kita pandai-pandai jaga diri dan berjuang agar bisa segera ada dalam ikatan yang Allah ridhoi bukan pandai ngegombalin dan ngasih harapan yang tak kunjung pasti yaaa

And, buat para ladies ... kuy, kita sibukkan diri kita untuk belajar banyak hal, yang bermanfaat buat kita sekarang ataupun kelak. Nggak usah terlalu meladeni tingkah cowok yang berdalih sayang padahal belum halal *eh hehe

Akhir kata, mengutip salah satu kata romantis dari salah satu rekan kerjaku.

"Hidup adalah kesusahan yang harus diatasi, rahasia yang harus digali, tragedi yang harus dialami, kegembiraan yang harus dibagikan, cinta yang harus dinikmati, dan tugas yang harus dilaksanakan."

Cihuuy kan kata-kata romantisnya, hehe ...

See uuu ...
Thanks for reading ...
Please, leave comment or suggest for me ...

#ODOP Batch 3 💚💚💚

Jiwa-jiwa terseleksi

Trap  ... Trap ... Trap ...

Suara langkah-langkah mengetuk bumi
Segenap takut sirna
Di gegarkan iman membahana
Pada dinding-dinding hati negeri ..

Ribuan pekik takbir
Lautan massa jiwa suci ...
Datang memenuhi seruan Illahi
Pekik takbir menggema
Menggoyahkan gunung uhud sekalipun
Mengoyak mencabik kekuatan semu
Para penghuni negeri

Wahai ...
Pimpinan terhormat bangsa tercinta
Kami datang
Dengan hormat diiringi restu pertiwi

Kami hanya ingin sowan, Pak
Tak muluk-muluk kami meminta
Mari berdiskusi dengan tenang
Bersama Ulama pewaris para nabi
Di negeri para petinggi

Ah, apa Bapak sedang ingin bermain-main dahulu
Dengan kami ...

Lantas pergi, ketika kami ingin meneliti
Bertemu tak hanya untuk gurauan sesenti

Lantas pergi tak menemui ...
Apakah gerangan tak terhormatnya diri kami ?

Ah, apa yang harus aku katakan padamu Pak ?
Kami percaya, pimpinan kami adalah mereka yang memiliki jiwa-jiwa terseleksi ...

#ODOP Batch 3
#Aksi 4-11
#Bela Quran

Kamis, 03 November 2016

Darah bercecer ... Plakkkk ...

Plakkk ...

Bulu kudukku merinding, melihat ceceran darah di lantai tak bersalah. Berserakan makhluk-makhluk pemberontak itu mati. Setelah sebelumnya bersikeras mempertahankan nyawa demi kelangsungan hidup.

Grrr ...

Bulu kudukku merinding lagi. Waktu menunjukkan pukul 00.19 WIB. Dentang lonceng waktu sudah berlalu sejak beberapa menit yang lalu.

Di kamar yang bersejarah ini, menjadi saksi akan pergulatan dua insan manusia. Ah, tak hanya dua tapi bahkan hampir belasan orang menjadi saksi atas kisah dan tragedi bersejarah ini.

Di kamar yang berselimutkan dingin pegunungan ini. Satu dua jejak mulai menghilang, setelah bertahun-tahun lalu ramai oleh gerak-gerik bersejarah mereka.

Satu dua tahun yang berlalu ...

Ia melaksanakan gerakan ajaib. Di mulai dengan membahana takbir pada gema takjub di hati nya, ruku, dan sujud sepasrah-pasrahnya menyerah pada pemilik bumi.

Tak hanya satu, mereka berdua. Berdiri hampir sejajar. Mengenakan kain putih-putih. Bersama melaksanakan gerakan ajaib itu.

Sementara di ruang tengah, terdengar celoteh gemas sang batita kecil. Tengah di candai oleh pria separuh abad berperawakan tinggi dan kulit hitam eksotis itu.

"Aku pergi."  Yang keras di sahuti dengan kerelaan tapi tanpa persetujuan.
Seorang remaja lelaki tinggi dengan kantung mata dan sayup merah menggelayut di wajahnya.

Aku tak tau. Menatapnya, aku menangkap roman pemberontak yang telah meredam damai dari perjalanan bathinnya selama berjarak jauh hari dariku.

Trak ...

Suara langkah kaki pasti, grrkkk ...

Tangan seseorang membuka pintu, kemudian melangkah pasti masuk ke dalam ruangan sederhana di salah satu bagian bangunan ini. Melewati ruangan yang cukup gelap, disertai gemericik air dari mesin sanjo yang sumber nya dari hutan di samping rumah.

Di meja, ia hidangkan aneka masakan. Nasi, lauk pauk, lalapan, sambal terasi pedas, tak ketinggalan rebung dan pete yang dimasak bersama santan kesukaan adiknya. Semua telah terhidang dengan rapi, cantik, dan menggoda.

Hingar bingar televisi, ikut menyuarakan diri. Menemani seorang lelaki di ruang tengah yang terus saja berceloteh mengomentari istrinya yang teliti kudengar. Ternyata ia sedang berbincang ria dalam gelak tawa bersama kakakku.

Yah, aku adalah bungsu yang tidak jadi. Anak ke-5 dari 6 bersaudara. Aku punya adik perempuan kini ia tengah bersekolah di tsanawiyah dan mondok di kota Patroman.

Kakak perempuan 3, mereka adalah bidadariku di dunia. Dan aku punya 1 pangeran, yang satu-satunya paling gagah di antara kami ber-6. Yes, he is only one my brother. Aku hanya punya satu-satunya kakak laki-laki.

Selepas maghrib menggema, awan merah dan layung senja  menyelimuti bumi menjadi kemerah-merahan perlahan menjadi gelap.

Aku ambil wudhu, bergegas menuju tempat berjamaah kami. Berbulan-bulan tak bertemu menyebabkan aku sangat rindu berbincang banyak dengannya. Dari mulai A - Z yang di lewati sepanjang keseharian di negeri orang.

"Ayo, Alea. Iqomah. Biar Kakak yang jadi imamnya." Ajak Haura, Kakak perempuanku yang paling dekat denganku.

Sementara itu, dari ruangan lain kudengar gema dzikir syahdu dari Bapak yang lebih dulu melaksanakan kewajiban maghribnya.

Kakak perempuannya yang yang paling tua, masih berkutat di dapur dengan pekerjaannya.

Sementara sang ponakan ciliknya, tengah bermain dengan ayahnya sambil belajar iqra dan doa-doa di ruang tengah.

"Ayo, Alea."

"Eh, Iya Kak."

Mereka sholat berjamaah. Syahdu kudengar Kakakku melantunkan ayat-ayat sucinya. Dari kedalaman hati, sesungguhnya ia iri pada kemahiran Haura kakaknya itu. Ia sangat cerdas. Pandai memahami ilmu agama. Sosoknya sungguh keibuan, namun sungguh bersahabat. Laiknya Ibu, Kakak, dan sahabat terbaiknya. Ia yang hanya beda 3 tahun usia dengan Haura Kakaknya itu.

Gerakan-gerakan sholat pun, ia laksanakan dengan tumaninah menambah romantis suasana pertemuan dengan-Nya itu.

"Assalamualaikum warahmatullah ..."
Salam pertanda sholat mereka telah usai di laksanakan. Dengan menengok ke kiri dan ke kanan berhikmah bahwa umat Islam harus senantiasa saling menebar kebaikan dan salam kepada siapapun.

Gemeretak angin menghembus dingin yang semakin menusuk dari luar. Beberapa kudengar samar, suara tetangga tengah mengobrol ini itu urusan mereka.

Usai sholat dan berdoa bersama. Ia sandarkan kepalanya di pangkuan Haura. Bergelayut manja ini dan itu dengan ditanggapi nasihat-nasihat sejuk Kakaknya. Terkadang di ramai kan gelak tawa dan teriakan manja dan tak mau kalah adiknya.

"Alea, belajar yang benar ya. Pergi ke perantauan, untuk belajar. Jangan pernah lupakan sholat. Berbakti an mendoakan orang tua. Engga usahlah neko-neko sama hal yang nggak baik. Ingat, ridho Allah yang kita cari." Kakaknya berbicara dengan tangan mengelus lembut kepada adik kesayangannya itu.

Kalimat-kalimat itu, terasa seperti angin sejuk yang merasuk ke bathin dan menghangatkan pikirannya.

"Hhhmmm iyaaa, Kak." Sahut Alea diiringi senyum manjanya.

Dentuman suara kaki tiba-tiba menerjang pundak Alea. Gorden yang menutupi kamar tempat mereka sembahyang tadi itu terbuka dengan cepat.

"Bibi ........... "

"Eh, rupanya Atta toh. Ihh ponakan Bibi yang paling lucu, sholeh, dan pinter ini. Ngagetin aja."

"Ugh, Atta sakit tau. Masa punggung Bibi diserbunya gitu seenaknya aja." Alea menggerutu sambil cemberut.

"Ayooo ... main, Bi......"

*Plaaaakkkkk ... darah kembali mengalir di tangannya.






"Uhhh, dasar nyamuk ngeselin. Ganggu lamunan orang aja. Udah banyak yang aku mati in sampai berceceran darah gitu juga di lantai. Masih aja pada datang."

Gerutu Alea, tersadar dari lamunannya.

Ah, ia rupanya tengah menyelami lautan kenangan bersama Kakaknya Haura dan keluarganya di kampung halaman. Sosok yang luar biasa bak salju di tengah gurun sahara itu, tengah ia rindui bercelak hari bersamanya.

*Salam ukhuwah, cinta, rindu, dan sayang dari adik pengagum rahasiamu Teh hehe

#ODOP Batch 3

Selasa, 01 November 2016

Denting Gemeretak Jam Kehidupan

Denting waktu, menyelaraskan hidup pada angin yang bertiup sepi dari timur ke barat.

Pintu-Pintu tertutup dan terbuka, menyelaraskan pada macam rasa gila yang menghampiri manusia.

"Kau gilaakkk".

"Kau Angkuh ".

"Kau keterlaluan".

"Kau ...... ." Ia lemas melanjutkan kalimatnya. Tertahan di mulutnya yang mulai membisu kembali. Lutut dan tangannya tak berdaya. Lunglai.

"Goyah".

"Geram".

"Bosan".

"Jenuh".

"Muaaakkkkkk."

"Aku muaaaakkkkk." Teriaknya semakin membahana pada palung hati terdalamnya.

"Aku muak."

"Aku lelah."

"Aku rindu."

"Aku sepi."

"Aku sendiri."

"Aku ......... "
hujan di matanya semakin deras menetes, mengalirkan sungai-sungai kecil air penuh luka.

Terdampar di sudut lekuk rumah. Dalam gelap ia mencoba meraba memeluk lututnya semakin erat. Tatapan matanya kosong, meski sungai kecil di matanya terus saja deras mengalir.

Grrrkk.

Gemeretak giginya beradu ngilu bercampur pilu.

Matanya memerah. Geram. Marah.
Ia menatap tajam pada salah satu ruangan yang terang temaram. Bercahayakan lampu templok khas pedesaan yang masih belum familiar dengan listrik.

Ruangan itu di penuhi riak hiruk pikuk sebuah keluarga. Namun, ada wajah yang murung kulihat. Ada tangisan bayi cukup keras, meronta meminta peluk hangat Ibu dan air susu sucinya.

Semua terlihat berusaha menenangkan bayi yang tak kunjung henti tangisnya.

Di sudut lain, ada seorang gadis kecil lugu nan manis yang terus setia menenangkan sang bayi.

Sementara laki-laki berperawakan tinggi, ia beranjak pergi ke peraduan tempatnya bekerja.

Perempuan dengan wajah manis dan kostum sederhananya pun beranjak pergi ke sawah yang tengah menuntut perhatian senantiasa dilindungi dari burung-burung pipit jahat. Mencuri lengah waktu dari pemilik sawahnya.

"Hwaaaaaa .... hwaaaaaaa .... " Tangis sang bayi tak kunjung henti, semakin membahana. Memekakan telinga sang gadis manis. Namun, dengan sabarnya ia coba terus untuk menenangkannya. Ia gendong sang bayi dengan penuh kasih sayang. Meski, itu tak bertahan lama.

Sang bayi kembali menangis. Kali ini lebih jahat. Ia tak bisa dan tak mau di gendong. Mengerang berguling di kasur yang cukup luas.

Sang gadis kebingungan, tetes-tetes air dari kelopak matanya mulai deras menetes.

Sedikit demi sedikit tapi pasti.

"Mah, come back to us again. Your baby needs u." Ujarnya membatin di tengah isak tangis yang sulit kuungkapkan sakitnya seperti apa dari wajah sayu ku teliti.

Samar-samar, bayangan kehidupan itu mulai menghilang. Seiring menghilangnya suara tangisan bayi dan isak tangis sang gadis manis.

"Aku ... benci .... Aku ... muak ... kembalikan ... semua bahagiaku ... kembalikan semua hakku ... kembalikan ... kau yang harus bertanggung jawab ... hei, kau pemuja materi ... hei, kau pemuja dunia ... hei, kau ... kekasih ... " Teriaknya bak palu godam di ketuk, namun seperti biasa ia kembali melemah di ujung kalimatnya yang ia lontarkan.

Ia kembali melemah, meringkuk, menangis, dalam isak tangis batin yang tak terperi dalam perhatian batinku.

"Aku yang salah ..." Ia kembali membuka percakapan bathinnya.

"Aku yang salah, kenapa aku tak membawa seberkas cahaya matahari itu lebih banyak untuk keluargaku. Kenapa aku malah hanya memikirkan cerah hangat untuk senangku sendiri ?"Gemeretak bathinnya melanglang pada ilalang yang kembali menggelayuti pikiran nya.

"Kak, where are u ? I miss u ...
"Dik, how are u ? U must know how I do love u, Dik ...
"Pa, Ma how about u ? U are my everything ...
"Dear, I need u ... "

Mereka seolah kelam. Tak nampak pada bagian hari-hari hidupnya. Hingga ia merasa menjadi seorang diri di tengah keterasingan yang membeku pasti.

Matanya semakin memerah. Dadanya semakin sesak dengan isak tangis yang semakin membuncah di dalam lautan hatinya.

Bergelombang. Terombang-ambing sakti dan sakit.

"Aku sendiri ...
Mereka sepi ...
Mereka tak perduli ...
Mereka akan pergi ... "

Kring kring. ..

Tiba-tiba sering telpon, menghendakinya dari alam sedih yang penuh perih.

Segera ia usap air matanya. Ia coba tampakkan wajah semanis wajarnya. Tangannya yang sedari tadi mendekap lutut erat. Mungil,  nan lembut  segera meraih ponsel di sampingnya yang sedari tadi berdering berkali-kali.

Pertanda  masuknya telpon, dan chat dari aplikasi yang ia pasang di handphone nya.

Telpon pun mati. Sebelum sempat ia angkat. Rupanya itu telpon dari Kakak laki-laki kesayangannya.

Ia buka beberapa chat yang masuk dengan suara sesenggukan yang masih tersisa.

Terdengar perih memang.

1 ...
2 ...

3 ..

Chat yang masuk.

"Dik, Kakak rindu. Apa kabarmu sekarang ? Lama tak jumpa. Kapan kamu pulang ? Kaka rindu peluk manja dan cerita-ceritamu. Eh iya, kembaranku. Tetap selalu ingat Allah dan jangan lupa bersyukur yaa. Ga boleh banyak keluh. Semangat belajar. Sukses kuliahnya. Love u my dearest young sister." 💚💚💚

Ia scroll chat, dan tak terasa. Sungai-sungai di matanya tak henti mengalir.

Ia klik kembali. Dan kembali menemukan 2 chat yang masih belum ia baca.

"Dear, when we will meet again ? Aku tunggu kepulanganmu. Tau hubungan antara detak jantung dengan aku di tubuhku ? Itu begitu detak. Seperti itulah dirimu. Kamu adalah bahagia dan damaiku. Tetap jadi bahagiaku. Tetaplah bersamaku, jadi kawan hidupku bersama kita hadapi dunia ...
Karena, jarak takkan berarti. Kita tetap satu dalam hati. My dearest, happy to have u ... 💚💚💚."

Hiks ... tangisnya dalam lirih.

"Dear, aku bahagia denganmu. I am happy to have u. Tetap genggam tanganku seberapa sulit pun jarak dan waktu coba menguji sabarku. Aku kuat, dear. Aku kuat, dear" Jerit bahagianya dalam bathin.

Suara ramai terdengar dari luar. Ia bangkit dari tempatnya. Berjalan ke luar. Sinar matahari cukup cerah di luar. Menerangi seisi rumah, kala ia membuka pintu.

"Ibu ........ kami datang, hehehe maaf yaaa gak bilang-bilang dulu. Abisnya kita kangen sama Ibu. Kapan kita belajar bareng lagi ? Nyanyi sama belajar sholawat lagi ?"Via langsung menyerbu gadis beranjak dewasa itu.

Hhhhhh ... Aku terperangah melihat dan mendengar celotehan mereka. Yah mereka anak-anak didikku di sekolah ternyata.

" Iiiyaaa bu ... kita kangen sama Ibu. Ayo, bu kita kapan belajar bareng lagi." Sahut Risma tak mau kalah.

"Eh, ayo masuk dulu ke rumah." Mempersilahkan mereka masuk dan duduk di kursi ruang tamu nya yang sederhana namun tertata rapi, bersih, dan indah.

Sang gadis pun, tenyata mampu menyembunyikan isak pedih selama tadi di peraduan sesak bathinnya.

"Horreeeee, ayooo masuk.
Ayooo ..."Sorak mereka berempat Via, Risma, Keyvita, dan Aisyah.

Mereka pun masuk dengan riang gembira.

"Kami kangen, Ibuuuu ..." Serbu mereka seraya berebutan peluk dengan Ibu guru kesayangan mereka rupanya.

Klik.

Ada pesan masuk.

Ia coba membuka hp di genggaman tangannya. Di tengah serbuan peluk anak-anak menggemaskan itu.

" Dear, U are so precious to me. May Allah bless u always. 💚"  Pesan cinta itu kembali ia terima.

Dengan senyuman merekahnya, seolah mengganti awan kelabu yang sedari tadi menggelayuti gulungan gelisah pikirannya.

Tentang sepi, cinta, dan kerinduan.

Ia kembali bersemangat menjalani hari-hari di hidupnya bersama bunga-bunga mekar mewanti yang selalu mengelilingi kehidupannya.

"Oh Allah, ... Betapa nikmat Tuhanmu yang manakah yang hendak aku dustakan ? "Bisik bathinnya.

💚💚💚