Jumat, 02 Juni 2017

Hari Ini Aku Melihatmu Lagi

Hari ini aku melihatmu lagi. Sebentar kuingat-ingat lagi. Kapan kita terakhir bertemu dan bisa bersitatap seperti ini ya? Ah, sudah lama rupanya kita tak bersua dengan damai seperti saat ini.

Aku tergugu memandangmu. Hendak membalikkan badan, membuka mata setelah ketiduran selepas shubuh dan tilawah berlalu. Ah, aku langsung disuguhkan oleh pemandangan wajahmu yang elok.

Ada garis merah merona menghiasi biduk luasnya wajahmu. Aku merasa leluasa dan melapang hati memandangmu tanpa ingin berkedip.

Kau tahu kan aku sungguh suka hal-hal romantis. Ah, apalagi aku wanita. Mudah sekali menaklukannya cukup dengan kata-kata manis serta pujian tulus, suasana hening dan cukup ada kita berdua saja. Yang lain seolah pergi mempersilahkan kita menikmati momen bersama. Sudah cukup mampu menghangatkan darah hingga ke ubun-ubun, membuat pipi dan senyum merona hingga susah berhenti namun kutahan karena malu jikalau kau mengetahui senyum dan merah pipiku.

Aku masih mengintipmu dari balik pintu mesjid itu. Kau masih saja wibawa dengan pakaian putih khas yang sering kau gunakan. Kau tahu? Memandangimu diam-diam dari balik pintu mesjid sungguh membuatku terpesona. Apalagi ditambah senyum yang kau berikan, manis, seolah alam pun ikut menyambut riang senyummu pagi dingin itu.

Tak ingin kehilangan momen kebersamaan bersamamu. Aku lantas bergegas merapikan mukena dan quran yang masih kupegang, menyimpannya dengan rapi di tempat biasa. Lantas keluar menyambutmu lebih dekat.

Lantas aku duduk di pelataran. Menikmati pagi denganmu. Rasanya rindu bukan kepalang, sudah lama kita tak bersitatap sedekat ini.

Kau seolah berkata. Kemana saja hei gadis? Lama aku tak melihatmu. Padahal aku setiap pagi ada menunggumu disini. Dan aku masih saja tersenyum-senyum sendiri menatapmu. Dua bola mataku enggan berpaling, banyak sekali keindahan dan ketenangan yang kau hadirkan kala aku memandangimu. Kesejukan seolah menyelusup pada dada hingga tak bersisa gersang sedikitpun. Dilumat habis, berganti terang benderang hingga ke alam pikiran.

Ah, katanya Tuhan akan turun ke langit dunia kala sepertiga malam tiba. Melihat hamba-hamba-Nya yang tengah bersimpuh memohon ampunan dan doa. Lantas, aku iri padamu. Kau pasti sudah sangat sering bertemu Tuhan dibandingkan denganku. Kau lebih dekat dengan-Nya, kau terjaga dan begitu taat perintah-Nya. Hingga luasnya keindahan tak terelakkan Tuhan anugerahkan padamu.

Hei langit pagi. Aku masih menatapmu. Memandangi keindahanmu. Seolah pandangan kita bertemu padu dalam bingkai bahasa hanya kita yang tau. Memandangimu, seolah begitu dekat hingga menghujam bathin.

Lantas aku menggumam sedih, barangkali engkau mendengar jerit bathinku. "Tuhan sudahkah aku mengenalimu. Selama ini aku begitu jumawa seolah menjadi hamba yang paling dekat dan taat pada-Mu. Padahal untuk mengenalimu, masih sedikit sekali lautan ilmu-Mu yang baru kureguk. Kalam-Mu saja baru sedikit yang aku baca. Ayat-ayat-Mu saja masih sedikit sekali yang aku renungkan. Bumi-Mu yang menyimpan keajaiban-keajaiban-Mu saja masih sedikit yang aku jelajahi.

Lalu, di bagian mana aku bisa jumawa seolah aku paling mengenali-Mu, Tuhan. Aku hanyalah setitik noktah hitam diantara milyaran galaksi di alam semesta.

Ah, langit. Pipimu masih saja merah merona pertanda senja seolah membayang. Dirimu luas dan indah. Terima kasih langit, kau sudah mau kutatap lekat dekat hingga membuatku tercekat.

Alam-Nya yang indah. Apakah aku sudah mengenali penciptamu dan penciptaku dengan baik? Aku sungguh malu dan ingin menampar diri.

#Langit Pagi Merona
#Karang Tengah, 03 Juni 2017.