Rabu, 21 Desember 2016

Kemarilah. Berdiri Di sampingku.

Kemarilah. Berdiri di sampingku.
Di tengah padang yang sejuk
Sambil menyaksikan damai nya pergantian hari
Di langit yang menjadi saksi ...

Kemarilah. Berdiri di sampingku.
Biarkan aku bersandar di bahumu yang nyaman
Yang pundaknya kelak, akan menjadi saksi perjuangannya untukku dan anak sholeh-sholehahku ...

Kemarilah. Berdiri disampingku.
Bersama merasakan dentuman angin yang mendesir halus pada mukena yang kukenakan
Kala hendak menanti suara adzan maghrib
Bertemankan awan putih berarak tenang
Menebarkan bau harum kesejukan

Hhhh ... asrinya udara sehat untuk kau hirup
Dinginnya serasa mengecap syurga
Dalam dekapan oksigen yang menyelubungi tubuh ...

Kemarilah. Berdiri di sampingku.
Simpan rapi ponsel ajaibmu
Dan kita berbincang bersama
Tentang senja dan tentang kita ...

Senin, 19 Desember 2016

Bersama Mereka : Menyenangkan Sekali.

Pertengahan tahun 2014, setelah menyelesaikan sekolah SMK di Tasikmalaya menjadi awal sejarahku merantau ke kota orang. Tepatnya ke daerah Ciputat, Tangerang Selatan untuk menimba ilmu dan menambah koleksi berharga pengalaman di Yayasan Bait Al-Hasan.

Sambil kuliah kelas karyawan yang masuknya setiap hari Sabtu itu, yayasan juga mengikutkan saya kursus PGTK.

Selama kursus saya dan teman-teman seperjuangan lainnya belajar segala hal tentang pendidikan anak usia dini. Dari mulai memahami perkembangan mereka, psikologi pendidikannya, belajar membuat prakarya, microteaching, kurikulum, strategi pembelajaran, etika profesi guru, dan sebagainya yang berkaitan dengan keguruan.

Alhamdulillah, biasanya kursus dimulai dari pukul 13.30 - 16.30. Seminggu 3 kali. Bersama dosen-dosen yang inspiratif dan menyenangkan. Banyak pelajaran berharga yang kami dapat selama belajar bersama beliau.

Hingga kami sampai di acara wisuda PGTK. Setelah lulus kursus, aku mulai langsung terjun ke lapangan mengajar di TK Islam Bait Al-Hasan. Di kelompok bermain.

Tahun itu menjadi tahun awalku, benar-benar intens berinteraksi dengan anak-anak kecil yang lucu. Usianya sekitar 3 - 6 Tahun.

Mereka itu unik dan di usia itu memiliki ciri khas perkembangannya. Kadang masih ada yang nangis ketika akan ditinggal oleh Ibu yang mengantarnya sekolah, ada pula yang sudah pandai dan mandiri bahkan sangat akrab dan senang bercerita dengan kami para bunda-bunda gurunya.

Berfokus ke dua anak didikku, Lutfan dan Alvaro.
Nama lengkapnya : Muhammad Lutfan Asytar dan Alvaro Zahran Malik. Mereka dua anak laki-laki yang tampan dan memiliki karakter uniknya masing-masing.

Di awal-awal masuk sekolah, mereka kadang masih suka rebutan baik itu mainan, sepeda, pensil, atau lainnya bahkan mereka juga suka berebut perhatianku sebagai gurunya.

Jika, Alvaro merasa tidak senang ketika aku sedang berbincang dengan Lutfan dia biasanya suka marah  menunjukkan sikap ketidaksukaannya. Kadang sedikit susah untuk diarahkan dsb. Alvaro memiliki karakter keras tapi anaknya sangat cerdas dan cepat tanggap.

Lain halnya dengan Lutfan, dia anaknya sangat lembut. Ketika Alvaro marah-marah entah karena berebut perhatian denganku biasanya ia terdiam. Sambil memanggil Ibunya ...

"Ibu ... Ibu ... Aku mau ke Ibu, Bunda." Katanya sambil terlihat mulai menangis. Lutfan pun anak yang sangat penurut, cerdik, dan baik hati.

Di usianya mereka saat itu 3 - 4 Tahun. Selalu ada saja tingkah lucunya. Kadang, aku sebagai gurunya harus pandai-pandai mengayomi mereka agar tetap tidak keluar dari konteks belajar sambil bermainnya.

Saat kita sedang bermain olah raga, senam, ataupun belajar di kelas adakalanya mereka harus dipaksa untuk tertib. Hihi namanya anak-anak yah masih suka dengan keinginannya sendiri dan senang sekali bermain. Ada yang seluncuranlah, lari-lari an sama temannya, dan lain-lain.

Aku teringat percakapanku suatu hari dengan mereka ketika menanyakan apa cita-cita mereka.

"Ayo, kalau cita-cita Lutfan dan Alvaro kalau nanti sudah besar mau jadi apa ?"

" Aku mau jadi koki, Bunda."

"Aku mau jadi pemadam kebakaran, Bunda."

Ah, menyenangkan sekali melihat dan menyaksikan mereka berebutan lebih dahulu menjawab pertanyaanku.

Di lain waktu, Lutfan bercerita lagi ingin menjadi Pak Ustadz katanya. Hihi si sholeh, putih, imut, dan ganteng ini selalu memberikan keceriaan setiap harinya di sekolah.

Pun Kakak Alvaro, ia sangat senang bertanya dan kritis menanggapi suatu hal. Senang berkreasi pun bercerita tentang adik kesayangannya di rumah. Tentang rebutan mainan atau tentang sarapan pagi yang ia lewatkan karena lebih suka minum susu.

Setiap hari senin kami Bunda-bunda guru memakai seragam agamis cantik warna merah yang sudah di berikan Bunda Kepala sekolah,  Selasa baju bebas asalkan tetap sopan dan islami, Rabu kita memakai baju olahraga, Kamis batik biru, dan jumat khusus baju putih karena hari itu ada praktek sholat.

Setiap harinya, sebelum kami masuk kelas baik itu Kakak kelas TK.A, TK.B, atau KB. Kami biasa, melingkar di teras depan sekolah sambil gerak dan lagi.

Dari  mulai lagu demi matahari, dzikir anak, sampai asmaul husna lengkap dengan gerakan menari ala khas anak-anak TK yang imut. Hihi

Selanjutnya, membaca ikrar dan doa. Berbincang-bincang mereview, merefresh, dan menstimulus mereka untuk lebih semangat menjalani kegiatan di sekolah hari itu.

Pukul 08.00 teng, kami masuk kelas bersama.
Dan pembelajaran pun di mulai. Ah, menyenangkan sekali bersama mereka ketika kita membiasakan hal-hal baik dari mulai berdoa sebelum belajar, sebelum makan, masuk keluar kamar mandi, dsb.

Membiasakan mereka mendoakan orang tua, dan terbuka hal apapun terhadap gurunya. Mendengarkan cerita mereka tentang apapun, tentang film yang ditontonnya : upin ipin atau robot-robotan baru yang di beli oleh Papanya.

Karena ini TK Islam, jadi sebelum belajar selain berdoa juga membaca iqra dulu. Selanjutnya bernyanyi, permainan, ataupun membuat karya dari mulai mewarnai, kolase, menyusun puzzle, membangun balok, dan melatih ketangkasan dengan bermain bola, dsb. Sesuai dengan rencana mengajar yang sudah dibuat.

Di sekolah ini pun juga menerapkan bawa bekal ke sekolah. Jadi, ketika istirahat anak-anaknya nggak jajan tapi makan bersama bekalnya masing-masing. Lebih higienis dan sehat bukan ?!

Pernah mengikuti beberapa kunjungan pembelajaran, study tour, perlombaan antar TK. Juga pernah mengikuti lomba tari guru. Hihiy, semuanya pengalaman yang menyenangkan dan penuh pembelajaran berharga untukku.

Aku jadi bisa belajar lebih memahami anak-anak dan karakternya yang berbeda-beda, menanganinya, menenangkan ketika mereka menangis, ataupun bertindak tegas ketika mereka mulai melanggar aturan.

Alhamdulillah, masih banyak sebetulnya cerita bersama anak-anak itu setiap harinya. Tapi, kadang aku kelu menceritakannya saking takjub nya pada mereka. Ada sosok damai, penuh bersahabat, dan ceria dari Aruna, menenangkan dan cerdasnya Selo, manjanya Alana, kreatifnya Geriel, tampang gemesnya Raisyad, dan si cantik lemah lembutnya Shakira.

Sekarang mereka sudah beranjak besar, masuk sekolah SD pilihannya masing-masing. Semoga menjadi anak sholeh-sholehah ya Nak, cerdas, berakhlak mulia, dan banyak bermanfaat bagi kebaikan agama dan bangsa.

Terima kasih untuk Bunda Lies dan Ayah yang sudah memberi kesempatan bergabung dengan sekolah yang sangat bagus mendidik anak-anak dengan metode Islam. Dan disini juga tak ketinggalan program les komputer, english, makan bersama, dan banyak kegiatan hari besar Islam maupun nasional lainnya.

Alhamdulillah, sejuknya angin dan hijaunya kehidupan membawaku sekarang bertemu lagi dengan dunia pendidikan dan anak-anak. Menyenangkan sekali. Bertemu setiap hari dengan anak-anak kesayangan harapan bangsa. Mereka aset berharga kebaikan ummat. Dan setingkat lebih di atas TK.

Yang tadinya mengajar anak-anak usia dini. Sekarang bisa belajar mengajar dengan anak-anak di usia SD dan remaja Sekolah menengah.

Pernah terbersit untuk beralih ke dunia lain sih, haha misal kerja di mana begitu tapi saya suka dunia saya saat ini. Menyenangkan sekali bersama anak-anak. Ada kedamaian dan kebahagiaan di hati yang sulit dilukiskan.

Menikmati setiap momen bersama mereka semoga menjadi bekal yang akan dikenang keindahannya oleh mereka.

Karang Tengah Tangerang Kota, 20 Desember 2016.

Jumat, 16 Desember 2016

Sang Gadis Part II

Hari semakin sore. Namun, Wiwi masih saja termenung dalam pangkuan Bibinya. Kini ia tak lagi menangis menjerit-jerit seperti tadi saat berusaha mencegah Bapaknya pergi.

Mulutnya seolah terkunci. Yang ada hanyalah suara isak tangisnya yang belum berhenti. Pandangan matanya kosong. Mengikuti setiap aliran sungai di matanya yang sedikit demi sedikit mengalir namun begitu istiqomah menuruni pipi.

Matanya merah, sesekali menatap wajah Bibinya. Yang tengah berusaha memberikan pelukan sayang ternyaman untuknya. Agar ia tak lagi merasa kecewa dan sendiri.

Tak banyak kata yang mereka ucapkan. Mereka larut dalam senandung pikirannya masing-masing.

Masih begitu jelas semua di pelupuk matanya. Kejadian dua hari yang lalu. Saat Sang Ibu sedang di bawa di keranda jenazah bertutupkan kain hijau yang dibawa oleh empat lelaki gagah.

Aku tak begitu mengerti kala itu. Apa yang tengah terjadi. Hiruk pikuk manusia berkerumun memasuki rumahku. Melembut sunyi aksi sakratul maut dari Mamah. Tengah dibantu oleh Bapak yang begitu fokus kulihat. Entah sejenis lafal-lafal atau mantra apa yang diucapkan Bapak.

Dengan ilmu yang Bapak punya, setelah melanglang buana menuntut ilmu di pesantren. Ia duduk di samping Mamah. Ia, Bidadari syurgaku terbaring.

Raungan tangis para tetangga, meliputi suasana saat itu. Satu persatu anak-anaknya yang sudah dijemput mendadak dari sekolah berdatangan. Tak kuasa menahan air mata, melihat wanita mulia kesayangan mereka tengah meregang nyawa menahan sakit setelah selama ini ia bertarung dengan penyakit paru-parunya.

Tangan Bapak begitu tandas menyentuh perut Ibu. Dengan mata tertutup, ia terus berkomat-kamit dalam bathin.

Entah waktu itu, aku adalah seorang anak gadis yang masih suci. Sehingga aku melihat sekelebat cahaya putih, keluar dari mulut Ibuku. Saat ia tengah menghembuskan nafas terakhirnya.

Sekuat tenaga Bapak sudah berusaha membantu. Tapi, apa daya segala kekuatan dan takdir ada di tangan Allah. Allah memanggil Ibuku di usia 5 tahun.

Raungan tangis orang-orang semakin nyaring kudengar. Sementara aku dengan mataku masih saja lugu untuk memahami.

"Ibu, Pak ... Ibu ..."

"Ibu ..... " Teriakan duka begitu kencang dari Kak Rika. Ia Kakakku yang pertama.

Ritual kewajiban dari agama, satu persatu dilaksanakan untuk mengurusi jenazah suci Ibu. Dimandikan - dikafani - dan dishalatkan.

Setelah selesai ritual memandikan jenazah, aku di bawa entah oleh siapa saudara keluargaku. Ia membasuh mukaku dengan air yang tadi dipakai untuk memandikan jenazah Ibuku.

Suasana terasa begitu sendu, penuh dengan kesedihan dan pilu. Bahwa Ibu kami satu-satunya lebih dahulu meninggalkan kami keenam anak-anaknya.

Betapa duka yang mendalam, kurasakan dari raut-raut wajah dan isak tangis Kakak-Kakakku.
Betapa sosoknya takkan terganti. Kasih sayangnya, kesabarannya, damai dan teduh dari raut wajah dan tutur katanya. Syurga menantimu, Bu. Allah lebih merindukanmu.

Ah, iya adikku. Kemana ia ?

Aku tak ingat dimana ia waktu itu. Seorang bayi perempuan mungil yang baru berumur 14 hari. Tanpa sempat bertemu dan menatap wajah Sang Mama sebelum ia beranjak mengenal kata dan sosok wajah.

"Mamah .... " Tangis Kak Rika begitu pecah saat Mamah hendak dikebumikan di pemakaman desa kami yang jaraknya sekitar 30 M dari kediaman rumah.

Dengan memakai daster orange, ia meradang di jalan di dampingi tetangga yang peduli di samping kiri dan kanannya. Memegang erat tangannya.

"Mamah ... " Tangis pecah itu begitu fasih aku ingat. Hingga ia pingsan tak sadarkan diri.

Ah, tak kuat sepertinya ia. Melepas kepergian Mamah. Mamah tercintanya. Satu-satunya Ibunda tercintanya, yang begitu sabar mendampingi setiap fase kehidupannya sampai ia menikah dan memiliki seorang anak sekarang ini.

Setelah, pemakaman usai dan doa-doa di lafalkan dalam barisan jamaah para pelayat. Setiap malam rumah kami menjadi ramai dengan tahlilan dan yasinan, demi mengirim doa untuk meringankan setiap jalan yang akan Ibu tempuh di alam keabadian sana.

Malam beranjak, pagi pun tiba. Suara gemericik burung, sejuk embun menghiasi kabut dan pagiku di teras rumah. Memandangi sekeliling bekas-bekas bersejarah kehidupan dengan Mamah.

Lalu lalang orang desa yang hendak pergi ke sawah dan kebun mulai ramai melewati pekarangan rumahku. Memang jalanan rumah kami dekat sekali dengan jalan menuju kebun-kebun penduduk desa.

"Wii ... wiiii  ... Kaaa. .. Kaa ... Rin ... Ren ... Hanan ...
Bapakmu pulang, tuh. Dia udah jalan mau kesini." Sahut Bi Engkom tetangga dekatku yang sudah dulu bertemu Bapak di jalan.

Ah, tak banyak pikir. Aku langsung saja berlari menyambut Bapakku. Menuruni jalanan berbatu yang cukup curam, sebelum sampai ke jalanan beraspal dimana Bapak berada.

Aku termenung melihat Bapak. Ia berjalan begitu cepat, seolah sedang meluapkan kemarahan. Tak ada sambutan manja yang biasa kuterima saat bertemu dengannya. Ia bahkan tak menatapku, gadis kecilnya. Setelah jarak kami begitu dekat. Ia terus saja berjalan.

"Memang apa yang ada di pikiran Bapakmu itu, Ka ... Wiii ... ? Tak habis pikir aku padanya." Sahut tetangga yang juga saudaraku. Bi Adah namanya. Raut geram dan kesal terpancar dari air mukanya. Ia berteriak dari dalam rumahnya yang aku lewati.

Entah cerita apa yang sudah ia dapat. Hingga begitu kesal bicaranya pada Bapak.

Aku yang sungguh masih polos waktu itu. Lantas berujar," Bapak ..."
Khas suara anak kecil memelas pada orang tua kesayangannya.

Tak ada sahutan. Ia terus saja beranjak melewati jalan bebatuan itu.

*To be continued

Allah Menyayangimu

Apalah aku diantara mereka
Hanya puing-puing terkecil dari debu yang berserakan ...

Kaki dicacah bak cincang daging ayam ...
Pucat ... pasi ... biru ... lebam ...
Perih ... Darah ...
Tanpa bius ...
Nak, Allah menyayangimu  ...
Lafal-lafal suci terus terlantun dari bibirmu ...
Nak, Allah menyayangimu ...

Mereka tabungan jaminan ...
Dan saksi di hadapan Rabb-mu ...

Iman mereka tak biasa
Keyakinan mereka luar biasa
Di tengah dentuman bahaya setiap rasa
"Hasbunallah Wa nikmal Wakiil"
Pekik," Hasbunallah Wa nikmal Wakiil"

Guyuran darah sudahlah menjadi pemandangan biasa
Menyelimuti setiap rusuk sendi kehidupan sana
Mereka manusia, sayangi sesama makhluk bumi
Bukan untuk aniaya ...

Nak, sayangku ... Allah bersamamu
Ibu dan Bapak ... Allah menyertaimu
Kakak dan Adik ... Allah mencintaimu ...

Allahuakbar !!!
Hancurlah kau kebiadaban
Kau hanya makhluk yang berbentuk manusia
Namun tak memiliki sedikitpun perikemanusiaan

Aleppo ...
Palestin ...
Dan saudara-saudari kami dimanapun berada ...
Yang tengah berjuang
Menyanjung peradaban ...
Menentang kebiadaban ...
Memperjuangkan ahad ... ahad ... ahad ...
Sang Maha Agung ...

Kami menyayangimu ...
Doa kami semoga mampu terus menguatkanmu ...
Saudariku ... Peluk cinta jauh dariku untukmu ...
Kau adalah manusia-manusia hebat
Yang Allah pilih ...

Dunia tak kau hiraukan
Kau adalah yakin tertinggi
Akan janji-Nya yang pasti
Allah menjamin syurga untukmu ...
Allah menjamin syurga untukmu ...

Cerita tentang penyiksaan Sumayyah ...
Terduplikasi ...
Allah ... Allah ... Allah ...
Dan Rasulullah mencintaimu ...
Allah ... Allah ... Allah ...
Dan Rasulullah mencintaimu ...

Allah ... Allah ... Allah ...
Dan Rasulullah mencintaimu ...

#Saudariku
#SaveAleppo
#SavePalestin
#Ayukikutdoakanmerakaselalu
#Kitaadalahsaudaramereka


Selasa, 13 Desember 2016

Kebahagiaan itu begitu dekat ; Ayo buka mata buka hati untuk terus bersyukur

Pagi ini, aku begitu dibahagiakan Tuhan. Dengan perhatian-perhatian sederhana, yang membuat semangatku sampai di ubun-ubun kembali.

Setengah tujuh pagi, aku sudah siap di halaman depan sekolah untuk menyambut anak-anak datang.

Duduk sebentar di kursi yang sengaja tersedia disana. Lalu, satu persatu anak-anak mulai berdatangan.

Dan seperti biasa, selayaknya saling bertemu. Aku bersalaman dengan mereka.

"Ibu ... udah sembuh ?"

"Ibu sakit ini ya, bagus minum obat ini lho bu."

"Ibu, kemana aja ? Kok lama nggak masuk ?"

"Ibu kangen ih ... Alhamdulillah Ibu udah sembuh kan ?"

Banyak sapaan dan pertanyaan yang kuterima dari mereka anak-anakku.

Bahkan, ada yang sangat antusiasnya ketika melihatku kembali.

Seorang anak kecil berlari dari arah gerbang, menujuku dan segera memelukku. Ia berkali-kali menengadahkan wajahnya padaku. Sepertinya ingin memastikan dan bahagia bisa bertatap muka kembali.

"Alhamdulillah, Ibu sudah sembuh." Kalimat singkat yang kulontarkan menjawab pertanyaan sayang dan perhatian cinta mereka untukku.

Berbincang-bincang sedikit dengan mereka. Lalu segera bergegas, karena bel sudah berbunyi.

Aku dan teman-temanku yang sedari tadi menyambut anak-anak lantas pergi ke kantor untuk melaksanakan tugas kami masing-masing.

Karena, sudah selesai musim UAS. Minggu ini kami disibukkan dengan memeriksa hasil UAS dan merekap nilai.

Di ruang guru aku dan rekan-rekanku yang lain, tengah sibuk memeriksa soal ujian anak-anak. Sambil diselingi obrolan dan diskusi ringan disertai tawa renyah canda tawa kami.

Beberapa waktu kami khusuk dengan pekerjaan kami, tapi canda tawa tetaplah refleks mewarnai kami hari itu. Karena mungkin sebagai pelampiasan otak yang sudah semakin panas dengan periksaan soal yang bejibun itu. Ahahha

Singkat cerita, kami melalui hari dengan bekerja dan menyelinginya dengan istirahat sholat dhuha sholat dzuhur dan berbincang seru sebelum pulang sekolah.

Entah apa saja yang kami ceritakan, banyak sekali rasanya yang menjadi perbincangan seru kami. Maklum yah namanya juga wanita apalagi kalo sudah pada ngumpul. Beuh, jangan tanya ramenya.

Aku pun terkesima dan berterima kasih kepada mereka, teman-teman kerjaku, yang begitu care menanyakan perihal sakitku kemarin di lanjut saran-saran mereka untukku lebih menjaga   kesehatan dan rutin meminum obat herbal.

Sepulang sekolah, aku melanjutkan sebentar memeriksa soal anak-anak. Di asrama pun tak lepas dari kebersamaan dengan teman-teman asrama ku. Mereka penuh canda tawa dan kejailannya masing-masing.

Alhamdulillah, itu semakin menambah semangatku untuk selalu semangat menjalani hari dan terus menjaga kesehatan demi memberikan manfaat yang lebih banyak untuk mereka.

Mereka menyuntikkan semangat dan energi yang luar biasa bagi sanubari dan memacu hormon endorfinku untuk lebih berbahagia dan selalu bersyukur.

Banyak sekali hal yang kadang tak kita sadari bahwa itu anugerah dari Allah yang harus kita syukuri, namun kadang kita terlupa karena terlalu sibuk dengan hal-hal yang menyita pikiran saja.

Selepas sholat ashar, aku main ke kosan temanku : mengajaknya makan bersama. Dan seperti biasa kami kalau sudah bersama. Pasti cerita banyak hal. Dari mulai yang bikin baper, bahagia, ketawa, sampai unek-unek yang mengganjal di hati dan pikiran kami pun di keluarkan.

Bukan semata untuk curcol nggak jelas sih, tapi ya itu adalah salah satu ekspresiku menyingkap rindu setelah cukup lama tidak bertemu karena aku baru sembuh dari sakit.

Banyak hal yang aku dapatkan dari sakit kemarin, diantaranya : sungguh sehat itu mahal sekali, dan kebersamaan kita denga  orang-orang terdekat kita pun sangat berharga. Karena, ternyata toh kita tidak bisa setiap waktu ada bersama mereka.

Melewati setiap hari, suka maupun duka semua cerita. Kala semua itu terhalang jarak dan kondisi pun waktu : kita akan sangat merindukannya.

Ah, aku jadi semakin mensyukuri banyak hal. Masih diberi kehidupan oleh Allah, memandang langit malam dengan cahaya bulan yang semakin benderang, memeluk dan mendapat ciuman anak-anak imutku sayang,  bercengkrama dengan teman-teman asrama.

Sampai berpuyeng-puyeng bersama mengerjakan pekerjaan kita yang dikejar deadline dan harus kami tuntaskan.

"Fitri sini sih, lama banget nggak ketemu. Gimana aja kemarin pas dirawat ?" Sapa Ibu rekan kerjaku yang sangat kami hormati.

Lalu dari pertanyaan itu, riuhlah cerita dan perbincangan kami.

Hh ... Alhamdulillah yah, ternyata kita masih diberi kesempatan berjuang, belajar banyak hal dari merantau, bersahabat, menyayangi, berkarya, dan berfamily dengan mereka saudara yang kita temukan setelah besar di perantauan meski tak sedarah.

Tapi mereka telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang amat berarti. Teringat keluargaku yang telah sabar merawatku selama sakit. Ah, kebaikan mereka begitu tulus tak terhingga. Sayang mereka begitu jernih menyiram sungai-sungai di kedalaman hati dan pikiranku untuk mengaliri kembali perjalanan air untuk sampai ke muara dengan baik dan selamat.

Aish, malam ini setelah pulang dari mesjid melaksanakan sholat isya dan mengaji. Aku lantas mengambil HP, dan membaca keramaian bincang-bincang asyik di grup ODOP dan beberapa temanku via maya.

Huft, meskipun kita ada yang belum pernah bertatap muka atau hanya sesekali ketika libur. Tapi, silaturahim kita lewat telepon tidak menyurutkan esensi ukhuwah kita.

Kita tetap akrab, bercanda ria, berbagi banyak hal tanpa pamrih. Love dan terima kasih yah untuk kalian.

"Dear, are u okay ?"

Suara klik dari telepon menandakan ada pesan dari seseorang yang tengah jauh disana. Berjuang menggapai cita-cita dan kebahagiaannya.

"Am okay dear"

Ah, pesan manis berujung pada pesan rindunya. Yang lalu kutepis dengan sikap sok bijaksanaku.

"Setiap kali rindu, menuangkannya dalam semangat yang lebih berkali lipat untuk belajar pun bekerja. Supaya rindu, tidak hanya menjadi rasa yang menyita perasaan dan waktu. Tapi, menjadi energi yang menggandakan kebaikan bagi diri."

"Yap, menggandakan energi kebaikan dan semangat pada rindu yang dititipkan."

Ah yah, malam ini aku ditemani pengantar tidur pesan manis ia.

He said," Selagi itu bersamamu, aku akan bahagia."

"Apalah aku yang tak memiliki apa yang mungkin membuatmu bahagia."

"No, u have it. U are my happiness."

Aissshhh ... senyum mengembang dari hati. Alhamdulillah, banyak sekali hal yang harus kita syukuri.

Meski sekarang hidup kita sedang penuh perjuangan. Baik itu dalam hal menuntut ilmu, mendewasakan diri, pun mengais rezeki.

Tapi, cinta dari sekeliling kita tak pernah surut. Bahwa kasih sayang itu selalu lah sangat mahal melebihi apapun. Meski, uang banyak tapi tanpa kasih sayang yang tulus diantara kita. Pasti akan terasa hambar.

Itulah yang harus selalu kita pupuk, bahwa saling menyayangi diantara kita benar-benar menjadi kekuatan hati yang menggairahkan kehidupan kita. Bersemangat melanjutkan kehidupan meraih cita.

Malam sudah larut dan aku akan tidur.

Aisshh setelah sebelumnya membaca pesan manis lagi dari seorang sahabat.

Uhibbukum fillah, mari terus bersyukur atas segala nikmat Allah, berkhusnudzan untuk setiap rencana terbaik-Nya, dan mari kita tidur cantik dengan hati tenang dan bahagia.

Mari tidur. Semoga esok bangun, dengan hati dan jiwa yang selalu mencintai taat kepada-Nya. Aamiin yah. 😊🍃

Sang Gadis Part 1

Hujan terus mengguyur kota Indramayu setelah dzuhur tadi.  Semakin deras hingga jalanan Penuh dengan genangan air hujan. Pohon-pohon pun ikut goyah, terkena angin. Lalu lalang kendaraan di jalanan semakin menderu menerobos hujan di sertai guntur itu.

Deras, irama lebat air seolah menjadi nyanyian merdu di telinga setiap manusia penghuni kota mangga ini.

"Ikut ... aku mau ikut  ..." Teriakan keras anak kecil memecah hujan, ia berlari dari dalam rumah.
Semakin ia berlari, semakin keras ia berteriak ingin ikut. Semakin keras pula, genggaman tangan sang Bibi menahan gadis berusia 5 tahun itu.

"Bapak ... aku mau ikut. Bapak jangan pergi. Ikut Pak. Ikut." Suaranya semakin nyaring berlomba dengan kuatnya suara hujan.

Jalanan seolah menjadi saksi.

"Jangan ikut ya, Nak. Nanti Bapak pulang lagi kok." Sahut sang Bapak mengelus rambut anak itu tanpa turun dari motornya yang ia hentikan di pinggir jalan sambil lalu melaju menuju tujuannya yang entah kemana anak itu tak tahu.

Yang ia tahu, ia hanya ingin ikut dengan Bapak semata wayangnya. Bapak yang begitu dekat dengannya. Tempat ia bermanja dan bercerita segala rasa. Tempat ia berpangku, kala Bapaknya tengah dzikir sehabis sholat. Ia duduk di pangkuannya menikmati Tenang nya dzikir.

Tapi kini, ia benar-benar kecewa. Bapak yang selama ini ia kagumi, ia hormati tanpa pernah terbersit kekecewaan padanya. Tega akan pergi meninggalkannya.

Setelah selang dua hari saja. Kekosongan itu masih ada. Ibu nya baru pergi meninggalkannya, menghadap keharibaan-Nya. Ada rasa hampa yang sulit ia terka rasa semacam apa itu.

Kini, Bapaknya entah akan pergi kemana.

Anak itu kembali berlari. Berusaha mengejar motor hitam yang dipakai sang Bapak. Ia sekuat tenaga menerobos hujan. Sekuat tenaga memanggil sang Bapak agar kembali.

Namun, Bibi nya dari belakang terus saja mencegahnya.

"Sudah, Nak. Ayo ikut sama Bibi."

"Nggak mau, Bi. Aku mau ikut Bapak. Ikut Bapak, Bi. Ikut."

Seolah sama-sama mengeluarkan tenaga terbaiknya. Sang Bibi terus saja mencegah keponakannya yang terus menangis dan ingin mengejar sang Bapak. Keponakannya pun terus saja menangis dan berteriak  memanggil sang Bapak.

"Aku mau ikut Bapak, Bi. Kenapa Bapak pergi, Bi. Aku mau ikut, Bapak." Suaranya melemah dan tubuhnya mendarat di pelukan Bibi nya. Tenaganya sudah melemah akibat berteriak dan terus menangis. Kini ia, di peluk sang Bibi yang terus coba menenangkannya.  Mencoba menggantikan posisi sang Ibu yang telah pergi untuk selamanya. Mencoba membuatnya lupa akan sang Bapak yang tengah pergi.

Anak itu kini tengah terisak, menahan sisa pedih ketidakpercayaan. Menyandarkan diri di pangkuan Sang Bibi. Bapaknya pergi tanpa mengajaknya. Ia pergi entah kemana. Di tengah deru hujan deras kota kelahiran. Bapaknya pergi entah kemana.

"Dwi pengen ikut Bapak, Bi."

Hiks hiks ...

*to be continued ...

Kamis, 08 Desember 2016

Tentang seorang gadis perantau yang masih sangat berharap dan mencintai teman dekatnya waktu smk, kemudian dihadapkan pada kenyataan lelaki itu acuh tak pernah menghubunginya lagi, dan di saat ia mulai membuka hati menerima cowok lain. Cowok itu datang memberi harapan kembali, sementara orang tuanya tengah bersiap menjodohkannya dengan seseorang pilihannya.

"Ayo baris .... bel sudah berbunyi, saatnya kita olahraga" Seru seorang guru dengan riang diikuti oleh dua guru lainnya sambil merangkul dan menertibkan anak-anak ke halaman sekolah.

Ayo baris teman-teman ...

Ayo baris ...

Gerakan badan ...

Ikut irama ...

Marilah kita senam gembira ...

Ayo baris teman-teman ...

Ayo baris ...

Lirik dan nyanyian lagu menggema dari salah satu ruangan kepala sekolah dengan dinding bercat hijau dan kaca besar berhiaskan lafadz asmaul husna. Mengiringi cerianya anak-anak yang akan melakukan senam sehat ceria yang dilaksanakan setiap pagi Rabu ini.

Anak-anak berseragam olahraga merah abu beserta jilbab dan topinya. Nampak lucu dan menggemaskan sekali. Terlihat keceriaan di wajah mereka.

Mereka segera berlarian, menghambur dari beberapa sudut sekolah yang tadinya sedang asyik dengan permainannya masing-masing. Membuat barisan di depan ketiga guru mereka yang sudah lebih dulu mencontohkan beberapa gerakan senam.

Tiga senam mereka lakukan. Dilanjutkan dengan permainan loncat tepat.

Berbekalkan susunan puzzle berwarna-warni yang di atur zigzag dengan jarak sekitar satu loncatan kaki anak-anak.

"Ra, ayo bereskan puzzlenya." Sapa Nur saat permainannya telah usai.

"Eh, iya iya." Jawab Zahra yabg sedang duduk seolah tersadar dari lamunan asyiknya. Wajahnya nampak sendu.

Nuri mengamati dari tadi. Di depan anak-anak Zahra terlihat ceria dan bersemangat sekali. Tapi, ketika ia lengah dari anak-anak sebentar saja. Wajahnya kembali berawan abu. Gerakannya lunglai tak bersemangat. Seperti ada sesuatu di pikirannya yang membuatnya susah untuk tampak ceria.

Az-zahra, beserta kedua temannya Nuri dan Norma mengajar di TK Islam Al-hidayah. Menjalani hari-hari riang bersama 30 anak yang berbeda usia dan kelas. Mendidik dan berbagi keceriaan bersama mutiara-mutiara itu.

Az-zahra bertugas mengajar kelas KB yang usianya antara 3-4 Tahun.

Begitulah kesibukannya sehari-hari. Semenjak lulus dari salah satu SMK di Semarang dan mengikuti kursus PGTK selama 6 bulan.

Kini, dari senin-jumat dari pukul 07.00 - 12.00 ia mengajar di sekolah TK. Siangnya ia bekerja di salah satu toko kue di dekat asrama sekolahnya. Dan Sabtu-minggunya ia kuliah. Karena, memang ia mengambil kelas karyawan.

Dengan bekal nekad, Zahra berani merantau jauh sekali dari kampung halamannya, Palangkaraya. Demi cita-citanya dapat menuntut ilmu di perguruan tinggi.

Adzan maghrib dan isya sudah berlalu 30 menit. Saat Nuri dan Zahra merapikan mukenanya sehabis sholat isya. Dan langsung pergi ke ruang komputer untuk mengerjakan beberapa tugas.

Yah, selain mereka berdua sebetulnya masih banyak anak lain yang tinggal di asrama sekolah itu. Tapi, yang lain sepertinya tengah sibuk di dapur memasak makan malam mereka. Dan ada juga yang sedang mandi dan mencuci baju di kamar mandi lantai tiga.

Nuri dan Zahra, menyalakan komputer di ruangan kecil namun unik itu. Dengan sejuknya pendingin ruangan dan setelan lagu Rihanna.

"Nur, lu ngerjain tugas apaan ?"

"Tugas kampuslah banyak banget nih, belum lagi tugas sekolah nih. Bentar lagi kan ada acara."

"Huft, oh iya ya. Bentar lagi ada acara besar di sekolahnya."

Mereka kembali tenggelam bersama keyboard komputer dan tugas-tugas mereka yang bejibun.



Menulis membuatku bahagia

Menulis itu membuatku bahagia.

Ia adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan dari hidupku.
Ada sesuatu yang hilang dan gamang, saat rutinitas menulis dan membaca itu tak sering terjamah.

Aku hilang dan remang.

Entah, meskipun aku belum lah sehebat para penulis sekaliber Bunda Asma Nadia dan suhu-suhu kece di grup ODOP.

Tapi, dengan menulis aku bahagia.

Cerita Sekolah Part 1

Berjalan di atas lorong-lorong sekolah, menyaksikan anak-anak laki-laki bermain futsal dengan asyiknya.

Menyibakkan pada ingatan tentangmu. Sosok itu yang tengah asyik memainkan bola dan fokus hendak memasukkannya ke gawang lawan.

Aku tak sengaja menemukan tubuh tinggi dengan  perawakan yang serasi. Kulit semanis coklat, berlumur keringat itu. Tengah memanggang pandangku untuk beberapa saat. Di tengah kerumunan teman-teman kelasnya.

Ada seringai senyum halus yang malu-malu wajahku ungkapkan. Lantas aku segera duduk di kursi depan kelas yang berhadapan langsung dengan pemandangan  lapangan luas di depannya.

Aku menoleh, melanjutkan perbincangan dengan teman-teman sambil asyik makan jajanan khas sekolah.

Aku tak sengaja, menoleh kembali pada pandangan riuh di lapangan futsal. Dan menemukan, matamu yang tengah kaku memandangiku yang tak aku pahami apa artinya.

Kita bertemu pandang untuk beberapa saat, mengikuti kucuran keringat di pipi jatuh tepat bersama angin yang menyegarkan. Dan bumi seolah hanya sedang dihuni oleh sosok aku dan kamu.

Gadis berjilbab putih yang tengah duduk dan kamu berdiri mematung menangkap bola di kakimu. Lantas pandangan itu tersadar.

Malu dan salah tingkah tertangkap dari gelagatmu. Lantas berusaha segera mencari kesibukan lain agar tak ketahuan tegaku engkau sedang mencuri pandang padaku.

Entah, desir halus apa yang mencoba mengerumuni hati saat itu. Aku tertawan dan tidak mengerti rasa apa itu.

Lapangan dan keringat bercucuran itu, entah kapan akan kutemui lagi.

Ah, tak banyak yang aku ketahui tentangmu. Tapi, sosok itu mengingatnya seperti memberi sinyal ketenangan pada salah satu bagian otak yang sedang berpikir lalu menyelusup pada keyakinan di hati.

Entahlah, apakah aku dan kamu memang akan ditakdirkan bersama atau tidak nantinya.

Karena, yang jelas seluruh awan yang mengitari sekolah luas dan tangga-tangga yang beriringan menjadi saksi atas pertemuan-pertemuan tak sengaja kita. Yang memadu pandang lantas dengan segera mengalihkan pandangnya bertemu pada kata sapaan yang sederhana.

"Eh, hei ..."

Tapi mampu menjadikan kepalaku berkeliling, dengan hati berbunga-bunga sepanjang hari. Dan mulut tersenyum, yang tak mampu kuprediksi dan kendali hadirnya. Karena, mengingatmu terkadang adalah ketidaksengajaan yang menyenangkan.

Lorong sekolah, jam istirahat pertama di sekolah hari Rabu. Tentang kita.

Akankah kembali bertemu pada takdir yang sesungguhnya kita damba ?!




Sabtu, 03 Desember 2016

Hanya Mereka Yang Tahu

Entah pada sajak mana lagi aku akan bercerita,
Tentang diam yang mampu menorehkan tenang ...
Dalam bersama satu aliran angin ...

Coba kau memejam mata, karena lelah terasa menerpa ...
Namun, itu semua benar menjadi bumbu bagi padamnya bara telak seharian ...

Merajuk dan mengadu dalam bahasa yang tak betul untuk di mengerti biasa ...

Bersamanya, gadis itu begitu damai ...
Karena seketika dalam satu detik alur urat menyudahi jarak
Seketika itu pula penat dan ribut dalam alam pikiran lenyap
Berganti elok bahagia
Bersamanya, gadis itu tenang bahagia dan lengkap ...

Entah, berapa kesudahan lagi
Dunia coba menggantikan
Tetap saja, ia adalah ia bagi sang gadis
Dalam bahasa yang selalu lugu anggun nan wibawa
Mereka bercakap dalam bahasa ...
Ya, bahasa yang hanya mereka tau

Pada Bola Mata

Pada bola mata yang diam-diam kutitipkan doa ...

Pada bahu kekar yang malu-malu kuteguhkan harapan ...

Sampai bertemu kembali ...

Saat keinginan, harapan, dan kenyataan melebur menjadi satu ...

Membentuk sebuah wajah yang dengan jelas dapat aku tatap dari dekat tanpa sekat ...

Karena pada bisik-bisik hati kita pun  ...

Kamu tahu ?

Allah Maha Mendengar dan Maha Melindungi 😊

#NovemberRain
#RendaRinduRumah💚

Karena Pada Hujan

Karena pada jutaan hujan, tak pernah luput dari pengaturan-Nya ...

Pun pada rindu yang menyusup bersamaan dengan jatuhnya riuh air pada tanah ...

Allah Maha Tahu segala macam rasa yang kau punya ...

And now, I miss them alot ...

Ibu ... dengan segala cerita bersamanya ...
Rumah dengan segala rinai cinta-Nya ...
Ah, bersama mereka syurga terasa lebih dekat 💚

Jumat, 11 November 2016

Kamu itu, makhluk bumi macam-macam rasa

Seringai angin menghembus pada wajah yang tengah menenun senyum ...

Ah, iya itu orang paling kocak dan slowres ...

Kalem-kalem adem, meski aslinya lagi mikir keras demi mengeluarkan kata paling efektif meredakan gundahku ...

Tak banyak ia umbar kata,  tapi, ia adalah orang paling sadar dan setia dengan kata-katanya ...

Tanpa pernah banyak mengumbar janji, tapi ia lakukan dengan pasti pengorbanannya ...

Tanpa pernah banyak kata berlebihan, ya sederhana ...

Dia itu semacam manusia nyeleneh yang hidup di belahan bumi bagian barat ...

Kemudian ditakdirkan dekat tanpa pernah ada rasa bosan ...

Ia itu tak hanya teman diskusi meskipun nyeleneh, ia adalah sahabat sekaligus kekasih yang selalu punya macam-macam rasa untuk menjalani kehidupan ...

Tentang kecocokan dan kenyamanan yang tak pernah kami paksakan, ia hadir dengan ikhlas tanpa pernah ada tekanan ...

Mengalir dalam lautnya, setia, dan mewarna ...

Aku tak perlu banyak bertanya tentang ia, sedang apa, dan dimana ...

Karena dengan sendirinya, pertanyaan-pertanyaan itu akan mengalir terjawab dalam percakapan renyah kami ...

Dia itu semacam rasa pedas, yang meskipun kita tertidur saat memakannya tetap saja terasa ...

Lagi frustasi ?

Coba aja curhat sama dia
Mana pernah ditanggepin serius

Tapi, itu lah cara uniknya ia mengubah kemelut dalam mendung wajah menjadi langit yang kembali biru cerah ...

Dalam lirih air kebersamaan dalam ketenangan itu terus mengalir, menyibakkan bahagia yang tanpa pernah dipaksa, ...

Tentang kecocokan dan kenyamanan diantara kami yang akan sangat sulit untuk ditemukan imitasinya ...

Ah, apakah aku akan tega beralih arah dengan dalih ia yang lebih mapan ...

Sedang rasa perjuangan yang telah dibangun dari paling rendah  itu mampu kita lewati bersama ...

Marah ?
Hatiku mencekal. Mulut menggerutu. Sedang tangan tetap saja mengetikkan kata manis. Melihat teduh di wajahmu, kamu tahu api marah itu padam.

Kesal dan heran ?
Seringkali rasa itu tak pernah menghampiri. Hatiku kosong melompong dari praduga negatif yang menghampiri tentangmu.

Melihat kesungguhannya, mengeposkan nethink dan menyuburkan percaya.

Tidak pernah menuntut banyak ini itu, hanya mengangguk dan berkata.

Ayo, kita lewati bersama jembatan itu. Karena setia pada proses, adalah keharusan bukan untuk mencapai hasil yang kita inginkan.

Di bahumu, aku pernah menyimpan percaya yang sampai saat ini kau simpan rapih dengan apik.

Di sorot tajam matamu di balik pintu itu, aku menangkap sayang yang tak terungkap lewat banyak kata tapi pada tindakan rela berkorban.

Kau bilang, tak perlu marah. Untuk apa toh aku marah ? Itu tak akan menyelesaikan masalah.

Sergap tingkahku mengesalkan hatimu pasti. Tapi itu hanya sebentar saja, karena rajut khawatirmu aku akan celaka.

Ah, tak perlu ada aturan pasti tentang urutan komunikasi. Karena semua seolah sudah tersistem tanpa bibir harus berkoar.

Kamu, makhluk rasa sahabat, temen kocak, pundak tempat bersandar, pun kekasih yang limited edition.

Ketika kecocokan dan kenyamanan, sudah terpatri. Perlukah aku menanggapi pengganti ?

Kita adalah kembang merekah yang tengah berkeliaran pada pendarnya angin kesejukkan.

#ODOP Batch_3

Senin, 07 November 2016

Kita Butuh Jeda

Jeda pada irama. Spasi dalam keyboard kehidupan. Perlukah ia ?

Kenapa perlu ada jeda ?
Perlukah ada spasi ?
Lantas, untuk apa mereka ada ?

Hari-hari kemarin berbeda dari biasanya.  Biasanya ketika sampai di sekolah, aku banyak bertegur sapa dengan rekan kerja sekaligus juga teman dekatku di perantauan ini.

Biasanya kami bercerita banyak ngalor ngidul bahkan kadang sampai lupa waktu. Dari mulai tentang masalah pribadi, kerjaan, kuliah, bahkan sampai berita yang lagi hits sekarang.

Ia sudah seperti Kakakku sendiri. Selain karena sosoknya yang memang dewasa, easy going, juga bisa aku jadikan teladan.

Beliau orang yang sangat rajin bekerja, baik hati, periang, pun penuh ceria cerita seru. Intinya, orangnya asyik banget deh. Nggak ada istilah boring kalau bareng sama beliau. Selalu ada aja cerita lucunya, tingkah kocaknya. Dan yang paling aku syukuri dari beliau adalah, beliau memiliki sikap penerimaan yang baik bagi siapapun.

Tak aneh, jika ia memiliki banyak teman yang menyenanginya. Orangnya mampu membuat nyaman dan senang siapapun yang ada di dekatnya.

Namun, beberapa hari ini. Aku merasa aneh sekali. Berbeda dari biasanya. Tak ada lagi senyuman manis dan celoteh riangnya ketika bertemu. Tak ada lagi raut sumringah dan menyenangkan dari wajahnya.

Ah, entah ini hanya perasaanku saja yang terlalu sensi. Aku jadi nggak enak. Aku pikir dan introspeksi diri. Selama ini aku punya salah apa ya ... hmmm. .. apa ada sikap dan lakuku yang tak menyenangkan di hatinya. Hingga membuat ia tersinggung.

Ah, sudahlah pikirku. Nanti juga baik lagi. Aku acuh dengan sikapnya seperti itu. Beberapa hari berlanjut, ia masih sama dengan sikapnya. Setiap aku tanya, jawabannya terkesan ketus.

Hmmm ...

Whats wrong ?

I don't know my mistake ...

Gumam keherananku dalam hati. Meski aku tetap menanggapinya dengan biasa saja.

Sore kemarin, setelah aku selesai melaksanakan sholat ashar dan bergegas menyiapkan diri untuk mandi sore.

Tiba-tiba handphone ku berbunyi pertanda ada pesan masuk. Kuraih handphone diatas meja belajar. Segera kubuka pesan masuknya.

Hei, ternyata itu dari dia. Dia yang selama beberapa hari ini cukup mendiamkan dan membuatku berfikir aneh apa yang kesalahanku padanya.

"Ri, ... Udah ngerjain tugas IPA belum ? Aku belum beli peralatannya hmmm ... Mau beli bareng nggak yuk ke depan ?" Pesan teks dengan font sedang telah ku baca.

Hffft segera ku balas.

"Belum, ayo bareng. Tapi mau mandi dulu yaa. Hehe." Sahutku

Dengan perasaan lega dan bahagia aku segera meraih handukku, bernyanyi-nyanyi kecil dan pergi ke kamar mandi.

"Ah, lega rasanya. Kami bisa berkomunikasi dengan baik kembali." Gumamku dalam hati.

Finish ... Mandi udah ...
Dandan udah ...

Let's go to the jungle *eh ...

Aku memanggilnya dari depan rumah.

"Mbak .... Ayooo ...."

"Iya ..." Sahutnya sambil berjalan turun dari tangga luar rumahnya.

Kebetulan memang rumah kami berdekatan, hanya terhalangi dua rumah saja. Aslinya rumah kami sangat berdekatan.

Lantas, kami pun berjalan bersama pergi ke toko untuk membeli beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas kami.

Setelah itu, sepanjang perjalanan sampai kami pulang kembali ke rumah. Kami asyik dengan perbincangan seru kami lagi. Entah apa saja yang kami bicarakan. Pokoknya banyak. Ahaha ...

Seru, hangat, dan penuh persahabatan.

"Mbak, udah jam berapa ya sekarang ?"
Tanyaku.

"Jam 22.00 WIB."

Kami saling bertatapan.

"Haaaahhh .... Udah malem banget. Ahahha ... " Kita malah ketawa bareng-bareng.

"Nggak kerasa ya." Sahut kita bareng-bareng.

Kadang kita perlu jeda, untuk memastikan bahwa hubungan kita akan menghangat kembali bahkan lebih baik.

Kadang kita perlu spasi dalam pertemanan. Untuk menghilangkan penat dan bosan. Hanya perlu beberapa waktu untuk kita menyendiri dan berintrospeksi diri.

Dan di atas itu semua, kita perlu komunikasi yang komunikatif. Untuk membahas segala hal dalam hidup. Kita hidup bersama, dan pastinya selalu membutuhkan orang lain untuk mengatasi masalah kehidupan kita.

Baik itu hanya sekedar untuk teman berbagi cerita atau sebagai keluarga.

#ODOP Batch 3

Sabtu, 05 November 2016

Suara Hati Perempuan (Aku)

Wanita. Satu kata namun mampu menggambarkan banyak takjub makna.

Ia tercipta dari rahim seorang Ibu laiknya laki-laki. Tercipta lemah lembut dan menyimpan banyak kekuatan misteri di balik halus budi pekertinya.

Laki-laki, ia dicipta gagah aktif dan penuh logika. Bekal kelak menjadi pemimpin yang harus serba berani, bijak, dan bisa.

Penuh pesona, daya memikat dari seorang wanita mampu meluluhkan orang paling keras sekalipun. Namun, segenap kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada wanita maupun pria semoga bisa kita tempatkan pada tempatnya sesuai dengan timing yang tepat.

Wanita, adalah anak yang harus sangat di jaga, dididik dengan sebaik-baiknya, juga diberi bekal yang mumpuni untuk kelak ia mengemban amanah besar di pundaknya. Yakni menjadi istri, dan ibu.

Menjadi istri dan Ibu, diibaratkan kita sedang menggenggam dunia di tangan kita. Mau menciptakan dunia yang aman, damai, sejahtera, dan penuh kehangatan ataukah menjadikannya penuh visi materialis, gersang, nan haus kesejukan.

Pun laki-laki. Belajarlah ia menjadi laki-laki seutuhnya. Di pundakmu kelak, jutaan ummat menanti bijak bestari perangai pemimpin sejati. Mendidik ia dengan tempaan yang keras namun tidak menyiksa. Menjauhkan ia dari terlalu banyak bermanja dan pandai mencari dalih. No excuse !

Di pundakmu kelak, wahai laki-laki. Kami kaum perempuan menitipkan sejuta harapan ummat. Di pundakmu kelak, wahai laki-laki. Kami bersandar peluh dan keluh penuh hormat dan taat.

Menjadi seorang anak ...
Menjadi seorang pemimpin ...
Menjadi seorang suami ...
Menjadi seorang ayah ...

Menjadi seorang anak gadis ...
Menjadi seorang pelajar ...
Menjadi seorang istri ...
Dan menjadi seorang Ibu ...

Adalah tugas yang insyaallah niscaya kita emban. Selagi, Allah masih memberikan kepada kita usia untuk menjalankan kehidupan di dunia ini.

Tugas-tugas itu, ternyata tidaklah mudah pun ternyata tidaklah juga susah. Asalkan, kita selalu mau bersandar dan memohon pertolongan kekuatan kepada Allah Sang Maha Pemilik Segala Kekuatan.

Belajar dengan serius, sungguh-sungguh dan fokus. Memupuk ilmu dan iman agar ia mengakar kuat dalam sanubari kita. Adalah salah satu jalan memuluskan perjalanan tugas kehidupan kita. Allah, semoga kami dikuatkan dan dimampukan  selalu menempuh perjalanan menuntut dan mengamalkan ilmu cahaya penerang kehidupan yang Allah wariskan bagi kami.

Dan tak lupa belajar dari yang sudah berpengalaman. Belajar dari mereka yang sudah lebih dahulu mengecap asam manis pahit asin pedihnya kehidupan. Semoga kita bisa mengambil banyak hikmahnya dari mereka.

Ah, kali ini entah apa dan kenapa saya sangat ingin sekali membahas tentang ini. Tentang laki-laki dan perempuan. Lebih tepatnya "Suara Hati Perempuan (Aku)"

Waktu berlalu begitu magic rasanya. Kini usiaku menginjak 21 Tahun 4 bulan. Entah masih terlalu muda atau sudah cukup waktunya untuk dibilang dewasa. Rasanya, banyak sekali nano-nano kehidupan yang menghampiri dan layak untuk diperbincangkan. Ehehhe

Menilik ke diri sendiri, terkadang aku suka miris dan ingin banyak-banyak beristighfar.
Di usiaku yang sekarang. Aku sudah bisa apa ? Sudah berkarya apa saja untuk bermanfaat bagi orang lain ?
Sudah belajar ilmu apa saja ?
Buku apa sajakah yang sudah aku baca yang bermanfaat untuk bekal hidupku ?
Sudah seberapa kuat kah tauhid dan aqidahku di hadapan Allah ?
Atau sudah berkontribusi apa untuk membahagiakan orang tua dan keluarga ?
Atau sudah punya keterampilan apa sajakah untuk bekal melanglangbuana di dunia ini ?
Mengingat sebaik-baik manusia adalah ia yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain.

"Lah aku." Menunjuk tajam pada diriku sendiri.

Yah mungkin, itu adalah sebuah ekspresi kegalauanku sebagai anak muda yang masih labil hehe ...

Kadang aku juga suka sedih, melihat sebagian anak muda. Gadis-gadis sekolahan. Pelajar yang baru beranjak masa remaja ataupun menuju masa dewasa. Lebih banyak sibuk membicarakan si doi, ngurusin si doi, yang pokoknya amat dicintainya. Halah haha

Hal yang wajar memang jika perempuan ataupun laki-laki memiliki ketertarikan dan menjalin hubungan satu sama lain. Tertarik kepada lawan jenis itu fitrah.

Yang harus kita syukuri. Karena dengan itu, ternyata kita dapat belajar banyak untuk menjadi seutuhnya manusia yang diberi tugas oleh Allah turun ke dunia ini.

Sebagai perempuan, tak aneh mungkin. Jika ada banyak lelaki yang berusaha mendekati dan menyatakan sukanya. Atau bahkan kalian berkomitmen dengannya dengan ikatan yang kalian buat sendiri.

Pernah nggak sih temen-temen, ngerasa ngeri dan takut ada dalam hubungan yang nggak jelas ujung pangkalnya tapi udah korban waktu, perasaan,  tapi manfaatnya belum tentu ada ? Hmmm ...

Terkadang, ada ia yang datang dengan memberi sejuta bintang harapan --- . Namun, pada akhirnya, pergi menghilang tanpa permisi dan kejelasan. Kemudian, datang kembali seolah tak pernah menawarkan mutiara dan luka.

Ada juga lelaki sholih, yang berniat baik dan mengenalkan diri. Namun, lagi kupertimbangkan. Aku harus menyelesaikan studiku sampai selesai dulu, agar tak terlalu kerepotan ke depannya ketika aku sudah menikah nanti. Juga, ada kecocokan hati yang sulit aku hindari dengan pria yang telah lama aku kenal sejak masa sekolah menengah dulu.

Pun ada yang hanya sekedar ingin berbasa-basi, kenalan, chatting tak bermutu dsb. Ah, buang-buang waktu saja menurutku. *Maafkan terlalu so banget kali ya ahaha

Perempuan. Aku selalu takut menyandang gelar itu di pundakku. Aku takut tak mampu menjaga kehormatan dan rasa maluku seperti yang Allah perintahkan. Aku takut, aku tak banyak belajar dan melakukan kebaikan yang banyak faedahnya bagi ummat. Aku takut, aku menodai dan tak mampu menjaga diriku.

Aku takut, tak mampu memberi mutiara terbaik dari dalam diri untuk orang tua, keluarga, sahabat, dan kekasih yang kelak Allah takdirkan untukku.

Beranjak dari keresahanku itu, ingin sekali aku berpesan kepada kaum adam. Untuk kiranya, janganlah kau sibuk kan dirimu memberi janji-janji manis tapi ternyata itu palsu atau hanya sekedar harapan semata. Cukuplah kau sibuk kan dirimu dengan belajarmu, dengan baktimu pada Allah, Rasulullah, dan orang tua, dengan bekerjamu untuk kehormatan hidupmu.
Karena ada sebuah hadits yang sangat menarik isinya seperti ini.

"Ada dosa yang tidak dapat di hapus dengan sholat, puasa, sedekah,dsb kecuali dengan kerja keras berkorban peluh dan keringatnya seseorang yang bekerja mencari nafkah untuk keluarganya."

Mungkin teman-teman bisa mencari lagi redaksi hadits tepatnya seperti apa. Tapi, kurang lebih nya seperti itu setelah aku baca hadits tersebut dari sebuah buku. Lupa lagi buku apa namanya hehe

Cukuplah dengan usahamu memperbaiki serta meningkatkan kualitas diri untuk kelak kami bisa saling berpartner dalam kebaikan, membangun rumah syurga di dunia yang mengekal ke jannah-Nya.

Janganlah kau ajak kami, kaum hawa sibuk berpacaran. Sibuk bertelepon ria sementara Al-quran jarang kami jamah, buku-buku jarang kami baca, kajian-kajian ilmu agama yang sangat penting bagi bekal aqidah kami jarang kami kunjungi.

Bantu kami, untuk menghindari fitnah itu. Fitnah yang sering di sematkan kepada kaum perempuan. Cukuplah, aku mencintaimu dan lebih banyak kita saling meminta dan menguatkan dalam doa-doa malam syahdu kepada-Nya.

Biarkan aku mencoba memahami dan mengenalimu dengan baik. Agar, kelak kita bisa berjalan beriringan saling mendukung dan mencintai karena-Nya.

Karena terkadang aku merasa takut. Aku merasa asing dan tidak mengenalimu. Siapa dirimu. Ah, hanya pada hening genggam doa aku menjamahmu lebih banyak, berbincang dengan-Nya dalam pinta dan resah yang tiada henti.

Aku memohon yang terbaik dari Allah untukku, untuk agamaku, untuk keluargaku, untuk masa sekarang, pun masa depanku. Yang baik akibatnya tak hanya di dunia tapi juga di akhirat-Nya. Mari saling mengenal, saling menyapa sesuai cara yang dikehendaki-Nya, saling menguatkan, saling mencintai dengan terhormat, saling menjaga dan menyayangi, saling meminta, dalam lirih-lirih doa syahdu kepada-Nya di waktu malam-malam yang penuh sejuk dalam temaram ajaib sepertiga malam-Nya.

Begitu pun untuk kaum hawa, ingin sekali aku berpesan kepadamu sahabat, teman, dan saudariku.

Mari saling bergenggaman tangan denganku, kita sama-sama belajar menjadi perempuan mahal yang mampu menjaga dirinya sesuai dengan kehendak Illahi. Ah, aku bukanlah apa-apa juga bukanlah siapa-siapa. Akhlakku masih jauh dari kata baik apalagi sempurna.

Pun perilakuku masih banyak yang harus ku perbaiki. Tapi izinkanlah, aku mengeluarkan uneg-uneg di hatiku. *Ciyaa hh

Terkadang kita sebagai perempuan, harus kuat dan tegas menolak. Jangan sampai kita sudah mengorbankan waktu dan energi kita untuk hal yang sebetulnya tak seharusnya kita lakukan. Untuk seseorang yang sebetulnya belum waktu dan haknya menjadi urusan kita.

Janganlah berlebihan, karena dalih mencintainya. Dia pacarmu dan aku pacarnya. Kalian rela, menghabiskan waktu, bertengkar, berduaan kemana-mana, saling bermesraan padahal belum haknya kalian seperti itu.

Aku selalu bermohon kekuatan kepada Allah, semoga Allah selalu membantuku dan saudari sahabatku semua untuk dapat menjaga diri, menjaga Izzah dan iffah kita sebagai kaum perempuan. Janganlah terlalu berlebihan bermain perasaan sebelum waktunya, hingga kita lupa memantaskan, dan memampukan diri.  Memperjuangkan untuk segera  berada dalam ikatan halal itu jauh lebih penting bagi kita daripada menghabiskan waktu dalam ikatan hubungan  yang belum jelas.

So, buat kaum adam ... nyok, kita pandai-pandai jaga diri dan berjuang agar bisa segera ada dalam ikatan yang Allah ridhoi bukan pandai ngegombalin dan ngasih harapan yang tak kunjung pasti yaaa

And, buat para ladies ... kuy, kita sibukkan diri kita untuk belajar banyak hal, yang bermanfaat buat kita sekarang ataupun kelak. Nggak usah terlalu meladeni tingkah cowok yang berdalih sayang padahal belum halal *eh hehe

Akhir kata, mengutip salah satu kata romantis dari salah satu rekan kerjaku.

"Hidup adalah kesusahan yang harus diatasi, rahasia yang harus digali, tragedi yang harus dialami, kegembiraan yang harus dibagikan, cinta yang harus dinikmati, dan tugas yang harus dilaksanakan."

Cihuuy kan kata-kata romantisnya, hehe ...

See uuu ...
Thanks for reading ...
Please, leave comment or suggest for me ...

#ODOP Batch 3 💚💚💚

Jiwa-jiwa terseleksi

Trap  ... Trap ... Trap ...

Suara langkah-langkah mengetuk bumi
Segenap takut sirna
Di gegarkan iman membahana
Pada dinding-dinding hati negeri ..

Ribuan pekik takbir
Lautan massa jiwa suci ...
Datang memenuhi seruan Illahi
Pekik takbir menggema
Menggoyahkan gunung uhud sekalipun
Mengoyak mencabik kekuatan semu
Para penghuni negeri

Wahai ...
Pimpinan terhormat bangsa tercinta
Kami datang
Dengan hormat diiringi restu pertiwi

Kami hanya ingin sowan, Pak
Tak muluk-muluk kami meminta
Mari berdiskusi dengan tenang
Bersama Ulama pewaris para nabi
Di negeri para petinggi

Ah, apa Bapak sedang ingin bermain-main dahulu
Dengan kami ...

Lantas pergi, ketika kami ingin meneliti
Bertemu tak hanya untuk gurauan sesenti

Lantas pergi tak menemui ...
Apakah gerangan tak terhormatnya diri kami ?

Ah, apa yang harus aku katakan padamu Pak ?
Kami percaya, pimpinan kami adalah mereka yang memiliki jiwa-jiwa terseleksi ...

#ODOP Batch 3
#Aksi 4-11
#Bela Quran

Kamis, 03 November 2016

Darah bercecer ... Plakkkk ...

Plakkk ...

Bulu kudukku merinding, melihat ceceran darah di lantai tak bersalah. Berserakan makhluk-makhluk pemberontak itu mati. Setelah sebelumnya bersikeras mempertahankan nyawa demi kelangsungan hidup.

Grrr ...

Bulu kudukku merinding lagi. Waktu menunjukkan pukul 00.19 WIB. Dentang lonceng waktu sudah berlalu sejak beberapa menit yang lalu.

Di kamar yang bersejarah ini, menjadi saksi akan pergulatan dua insan manusia. Ah, tak hanya dua tapi bahkan hampir belasan orang menjadi saksi atas kisah dan tragedi bersejarah ini.

Di kamar yang berselimutkan dingin pegunungan ini. Satu dua jejak mulai menghilang, setelah bertahun-tahun lalu ramai oleh gerak-gerik bersejarah mereka.

Satu dua tahun yang berlalu ...

Ia melaksanakan gerakan ajaib. Di mulai dengan membahana takbir pada gema takjub di hati nya, ruku, dan sujud sepasrah-pasrahnya menyerah pada pemilik bumi.

Tak hanya satu, mereka berdua. Berdiri hampir sejajar. Mengenakan kain putih-putih. Bersama melaksanakan gerakan ajaib itu.

Sementara di ruang tengah, terdengar celoteh gemas sang batita kecil. Tengah di candai oleh pria separuh abad berperawakan tinggi dan kulit hitam eksotis itu.

"Aku pergi."  Yang keras di sahuti dengan kerelaan tapi tanpa persetujuan.
Seorang remaja lelaki tinggi dengan kantung mata dan sayup merah menggelayut di wajahnya.

Aku tak tau. Menatapnya, aku menangkap roman pemberontak yang telah meredam damai dari perjalanan bathinnya selama berjarak jauh hari dariku.

Trak ...

Suara langkah kaki pasti, grrkkk ...

Tangan seseorang membuka pintu, kemudian melangkah pasti masuk ke dalam ruangan sederhana di salah satu bagian bangunan ini. Melewati ruangan yang cukup gelap, disertai gemericik air dari mesin sanjo yang sumber nya dari hutan di samping rumah.

Di meja, ia hidangkan aneka masakan. Nasi, lauk pauk, lalapan, sambal terasi pedas, tak ketinggalan rebung dan pete yang dimasak bersama santan kesukaan adiknya. Semua telah terhidang dengan rapi, cantik, dan menggoda.

Hingar bingar televisi, ikut menyuarakan diri. Menemani seorang lelaki di ruang tengah yang terus saja berceloteh mengomentari istrinya yang teliti kudengar. Ternyata ia sedang berbincang ria dalam gelak tawa bersama kakakku.

Yah, aku adalah bungsu yang tidak jadi. Anak ke-5 dari 6 bersaudara. Aku punya adik perempuan kini ia tengah bersekolah di tsanawiyah dan mondok di kota Patroman.

Kakak perempuan 3, mereka adalah bidadariku di dunia. Dan aku punya 1 pangeran, yang satu-satunya paling gagah di antara kami ber-6. Yes, he is only one my brother. Aku hanya punya satu-satunya kakak laki-laki.

Selepas maghrib menggema, awan merah dan layung senja  menyelimuti bumi menjadi kemerah-merahan perlahan menjadi gelap.

Aku ambil wudhu, bergegas menuju tempat berjamaah kami. Berbulan-bulan tak bertemu menyebabkan aku sangat rindu berbincang banyak dengannya. Dari mulai A - Z yang di lewati sepanjang keseharian di negeri orang.

"Ayo, Alea. Iqomah. Biar Kakak yang jadi imamnya." Ajak Haura, Kakak perempuanku yang paling dekat denganku.

Sementara itu, dari ruangan lain kudengar gema dzikir syahdu dari Bapak yang lebih dulu melaksanakan kewajiban maghribnya.

Kakak perempuannya yang yang paling tua, masih berkutat di dapur dengan pekerjaannya.

Sementara sang ponakan ciliknya, tengah bermain dengan ayahnya sambil belajar iqra dan doa-doa di ruang tengah.

"Ayo, Alea."

"Eh, Iya Kak."

Mereka sholat berjamaah. Syahdu kudengar Kakakku melantunkan ayat-ayat sucinya. Dari kedalaman hati, sesungguhnya ia iri pada kemahiran Haura kakaknya itu. Ia sangat cerdas. Pandai memahami ilmu agama. Sosoknya sungguh keibuan, namun sungguh bersahabat. Laiknya Ibu, Kakak, dan sahabat terbaiknya. Ia yang hanya beda 3 tahun usia dengan Haura Kakaknya itu.

Gerakan-gerakan sholat pun, ia laksanakan dengan tumaninah menambah romantis suasana pertemuan dengan-Nya itu.

"Assalamualaikum warahmatullah ..."
Salam pertanda sholat mereka telah usai di laksanakan. Dengan menengok ke kiri dan ke kanan berhikmah bahwa umat Islam harus senantiasa saling menebar kebaikan dan salam kepada siapapun.

Gemeretak angin menghembus dingin yang semakin menusuk dari luar. Beberapa kudengar samar, suara tetangga tengah mengobrol ini itu urusan mereka.

Usai sholat dan berdoa bersama. Ia sandarkan kepalanya di pangkuan Haura. Bergelayut manja ini dan itu dengan ditanggapi nasihat-nasihat sejuk Kakaknya. Terkadang di ramai kan gelak tawa dan teriakan manja dan tak mau kalah adiknya.

"Alea, belajar yang benar ya. Pergi ke perantauan, untuk belajar. Jangan pernah lupakan sholat. Berbakti an mendoakan orang tua. Engga usahlah neko-neko sama hal yang nggak baik. Ingat, ridho Allah yang kita cari." Kakaknya berbicara dengan tangan mengelus lembut kepada adik kesayangannya itu.

Kalimat-kalimat itu, terasa seperti angin sejuk yang merasuk ke bathin dan menghangatkan pikirannya.

"Hhhmmm iyaaa, Kak." Sahut Alea diiringi senyum manjanya.

Dentuman suara kaki tiba-tiba menerjang pundak Alea. Gorden yang menutupi kamar tempat mereka sembahyang tadi itu terbuka dengan cepat.

"Bibi ........... "

"Eh, rupanya Atta toh. Ihh ponakan Bibi yang paling lucu, sholeh, dan pinter ini. Ngagetin aja."

"Ugh, Atta sakit tau. Masa punggung Bibi diserbunya gitu seenaknya aja." Alea menggerutu sambil cemberut.

"Ayooo ... main, Bi......"

*Plaaaakkkkk ... darah kembali mengalir di tangannya.






"Uhhh, dasar nyamuk ngeselin. Ganggu lamunan orang aja. Udah banyak yang aku mati in sampai berceceran darah gitu juga di lantai. Masih aja pada datang."

Gerutu Alea, tersadar dari lamunannya.

Ah, ia rupanya tengah menyelami lautan kenangan bersama Kakaknya Haura dan keluarganya di kampung halaman. Sosok yang luar biasa bak salju di tengah gurun sahara itu, tengah ia rindui bercelak hari bersamanya.

*Salam ukhuwah, cinta, rindu, dan sayang dari adik pengagum rahasiamu Teh hehe

#ODOP Batch 3

Selasa, 01 November 2016

Denting Gemeretak Jam Kehidupan

Denting waktu, menyelaraskan hidup pada angin yang bertiup sepi dari timur ke barat.

Pintu-Pintu tertutup dan terbuka, menyelaraskan pada macam rasa gila yang menghampiri manusia.

"Kau gilaakkk".

"Kau Angkuh ".

"Kau keterlaluan".

"Kau ...... ." Ia lemas melanjutkan kalimatnya. Tertahan di mulutnya yang mulai membisu kembali. Lutut dan tangannya tak berdaya. Lunglai.

"Goyah".

"Geram".

"Bosan".

"Jenuh".

"Muaaakkkkkk."

"Aku muaaaakkkkk." Teriaknya semakin membahana pada palung hati terdalamnya.

"Aku muak."

"Aku lelah."

"Aku rindu."

"Aku sepi."

"Aku sendiri."

"Aku ......... "
hujan di matanya semakin deras menetes, mengalirkan sungai-sungai kecil air penuh luka.

Terdampar di sudut lekuk rumah. Dalam gelap ia mencoba meraba memeluk lututnya semakin erat. Tatapan matanya kosong, meski sungai kecil di matanya terus saja deras mengalir.

Grrrkk.

Gemeretak giginya beradu ngilu bercampur pilu.

Matanya memerah. Geram. Marah.
Ia menatap tajam pada salah satu ruangan yang terang temaram. Bercahayakan lampu templok khas pedesaan yang masih belum familiar dengan listrik.

Ruangan itu di penuhi riak hiruk pikuk sebuah keluarga. Namun, ada wajah yang murung kulihat. Ada tangisan bayi cukup keras, meronta meminta peluk hangat Ibu dan air susu sucinya.

Semua terlihat berusaha menenangkan bayi yang tak kunjung henti tangisnya.

Di sudut lain, ada seorang gadis kecil lugu nan manis yang terus setia menenangkan sang bayi.

Sementara laki-laki berperawakan tinggi, ia beranjak pergi ke peraduan tempatnya bekerja.

Perempuan dengan wajah manis dan kostum sederhananya pun beranjak pergi ke sawah yang tengah menuntut perhatian senantiasa dilindungi dari burung-burung pipit jahat. Mencuri lengah waktu dari pemilik sawahnya.

"Hwaaaaaa .... hwaaaaaaa .... " Tangis sang bayi tak kunjung henti, semakin membahana. Memekakan telinga sang gadis manis. Namun, dengan sabarnya ia coba terus untuk menenangkannya. Ia gendong sang bayi dengan penuh kasih sayang. Meski, itu tak bertahan lama.

Sang bayi kembali menangis. Kali ini lebih jahat. Ia tak bisa dan tak mau di gendong. Mengerang berguling di kasur yang cukup luas.

Sang gadis kebingungan, tetes-tetes air dari kelopak matanya mulai deras menetes.

Sedikit demi sedikit tapi pasti.

"Mah, come back to us again. Your baby needs u." Ujarnya membatin di tengah isak tangis yang sulit kuungkapkan sakitnya seperti apa dari wajah sayu ku teliti.

Samar-samar, bayangan kehidupan itu mulai menghilang. Seiring menghilangnya suara tangisan bayi dan isak tangis sang gadis manis.

"Aku ... benci .... Aku ... muak ... kembalikan ... semua bahagiaku ... kembalikan semua hakku ... kembalikan ... kau yang harus bertanggung jawab ... hei, kau pemuja materi ... hei, kau pemuja dunia ... hei, kau ... kekasih ... " Teriaknya bak palu godam di ketuk, namun seperti biasa ia kembali melemah di ujung kalimatnya yang ia lontarkan.

Ia kembali melemah, meringkuk, menangis, dalam isak tangis batin yang tak terperi dalam perhatian batinku.

"Aku yang salah ..." Ia kembali membuka percakapan bathinnya.

"Aku yang salah, kenapa aku tak membawa seberkas cahaya matahari itu lebih banyak untuk keluargaku. Kenapa aku malah hanya memikirkan cerah hangat untuk senangku sendiri ?"Gemeretak bathinnya melanglang pada ilalang yang kembali menggelayuti pikiran nya.

"Kak, where are u ? I miss u ...
"Dik, how are u ? U must know how I do love u, Dik ...
"Pa, Ma how about u ? U are my everything ...
"Dear, I need u ... "

Mereka seolah kelam. Tak nampak pada bagian hari-hari hidupnya. Hingga ia merasa menjadi seorang diri di tengah keterasingan yang membeku pasti.

Matanya semakin memerah. Dadanya semakin sesak dengan isak tangis yang semakin membuncah di dalam lautan hatinya.

Bergelombang. Terombang-ambing sakti dan sakit.

"Aku sendiri ...
Mereka sepi ...
Mereka tak perduli ...
Mereka akan pergi ... "

Kring kring. ..

Tiba-tiba sering telpon, menghendakinya dari alam sedih yang penuh perih.

Segera ia usap air matanya. Ia coba tampakkan wajah semanis wajarnya. Tangannya yang sedari tadi mendekap lutut erat. Mungil,  nan lembut  segera meraih ponsel di sampingnya yang sedari tadi berdering berkali-kali.

Pertanda  masuknya telpon, dan chat dari aplikasi yang ia pasang di handphone nya.

Telpon pun mati. Sebelum sempat ia angkat. Rupanya itu telpon dari Kakak laki-laki kesayangannya.

Ia buka beberapa chat yang masuk dengan suara sesenggukan yang masih tersisa.

Terdengar perih memang.

1 ...
2 ...

3 ..

Chat yang masuk.

"Dik, Kakak rindu. Apa kabarmu sekarang ? Lama tak jumpa. Kapan kamu pulang ? Kaka rindu peluk manja dan cerita-ceritamu. Eh iya, kembaranku. Tetap selalu ingat Allah dan jangan lupa bersyukur yaa. Ga boleh banyak keluh. Semangat belajar. Sukses kuliahnya. Love u my dearest young sister." 💚💚💚

Ia scroll chat, dan tak terasa. Sungai-sungai di matanya tak henti mengalir.

Ia klik kembali. Dan kembali menemukan 2 chat yang masih belum ia baca.

"Dear, when we will meet again ? Aku tunggu kepulanganmu. Tau hubungan antara detak jantung dengan aku di tubuhku ? Itu begitu detak. Seperti itulah dirimu. Kamu adalah bahagia dan damaiku. Tetap jadi bahagiaku. Tetaplah bersamaku, jadi kawan hidupku bersama kita hadapi dunia ...
Karena, jarak takkan berarti. Kita tetap satu dalam hati. My dearest, happy to have u ... 💚💚💚."

Hiks ... tangisnya dalam lirih.

"Dear, aku bahagia denganmu. I am happy to have u. Tetap genggam tanganku seberapa sulit pun jarak dan waktu coba menguji sabarku. Aku kuat, dear. Aku kuat, dear" Jerit bahagianya dalam bathin.

Suara ramai terdengar dari luar. Ia bangkit dari tempatnya. Berjalan ke luar. Sinar matahari cukup cerah di luar. Menerangi seisi rumah, kala ia membuka pintu.

"Ibu ........ kami datang, hehehe maaf yaaa gak bilang-bilang dulu. Abisnya kita kangen sama Ibu. Kapan kita belajar bareng lagi ? Nyanyi sama belajar sholawat lagi ?"Via langsung menyerbu gadis beranjak dewasa itu.

Hhhhhh ... Aku terperangah melihat dan mendengar celotehan mereka. Yah mereka anak-anak didikku di sekolah ternyata.

" Iiiyaaa bu ... kita kangen sama Ibu. Ayo, bu kita kapan belajar bareng lagi." Sahut Risma tak mau kalah.

"Eh, ayo masuk dulu ke rumah." Mempersilahkan mereka masuk dan duduk di kursi ruang tamu nya yang sederhana namun tertata rapi, bersih, dan indah.

Sang gadis pun, tenyata mampu menyembunyikan isak pedih selama tadi di peraduan sesak bathinnya.

"Horreeeee, ayooo masuk.
Ayooo ..."Sorak mereka berempat Via, Risma, Keyvita, dan Aisyah.

Mereka pun masuk dengan riang gembira.

"Kami kangen, Ibuuuu ..." Serbu mereka seraya berebutan peluk dengan Ibu guru kesayangan mereka rupanya.

Klik.

Ada pesan masuk.

Ia coba membuka hp di genggaman tangannya. Di tengah serbuan peluk anak-anak menggemaskan itu.

" Dear, U are so precious to me. May Allah bless u always. 💚"  Pesan cinta itu kembali ia terima.

Dengan senyuman merekahnya, seolah mengganti awan kelabu yang sedari tadi menggelayuti gulungan gelisah pikirannya.

Tentang sepi, cinta, dan kerinduan.

Ia kembali bersemangat menjalani hari-hari di hidupnya bersama bunga-bunga mekar mewanti yang selalu mengelilingi kehidupannya.

"Oh Allah, ... Betapa nikmat Tuhanmu yang manakah yang hendak aku dustakan ? "Bisik bathinnya.

💚💚💚

Rabu, 26 Oktober 2016

Sosok itu ...

Dan Ibu adalah bahasa cinta yang Tuhan kirimkan untuk mengiringi setiap langkah hidupmu ...

Dengan binar yang akan tetap berpendar meski raga berada dalam ribuan jarak ...

Dan sosok lelaki yang kau agungkan bersemai di pribadinya jiwa seorang Bapak, adalah ia ...

Yang Allah kirimkan untuk mengokohkan kakimu berpijak di bumi yang kadang penuh dalam gelombang ...

Dua sosok syurga yang dikirimkan, untuk menyemai asa dalam warni hidup yang penuh pelangi.

Sayangi mereka selalu, Rabbi. 😇

***

Jalanan beraspal, yang sering aku lewati. Di dayangi pematang sawah yang luas di sebelah kiri dan beberapa bangunan rumah berderet rapi di sebelah kanannya.

Apa kabar udara yang sering aku hirup disana, kala pagi menyapa kubuka pintu jendela, dan gerbang. Menegur alam sekitar yang masih terasa sejuk nan asri damai.

Tanjakan dan turunan jalan, yang sering aku lewati kala menaiki angkutan desa demi menuju rumah di kampung halaman tercinta.

Apa kabar senyum tergelak tawa ponakan laki-laki kecilku yang cerdas dan penuh cerewet sama Bibi nya ini. Meskipun ia akan seketika menjadi seorang yang pendiam, ketika bermain bersama orang yang kurang ia kenal.

Dan ... hei gadis-gadis jelita dan pemuda gagahku ?

Apa kabar diskusi sore kita, yang selalu mampu mengulum senyum menegur retak pada jarak. Jadi, ada cerita apa selama di perantauan kau lama pergi ? Ilmu apa yang sudah kamu dapat ?

Apa kabar sofa ruang tengah, yang kita jadikan markas berkumpul seluruh elemen keluarga. Menajam dan mengenal rasa masing-masing anggota keluarganya.

"Hei, aku rindu ...."

Teriak batinku lantang, tertatih dalam lari mengejar benang-benang cahaya yang terus saja mengajakku mengikutinya berlari.

Sengaja, kumatikan lampu kamar asramaku sebelum tidur. Karena selain baik untuk kesehatan tentunya juga hemat listrik.

Lantas kurapikan tempat tidur berdoa, dan melepas mata untuk terpejam. Tertidur dalam ruangan yang gelap, temaram, dan damai.

Mata terpejam, pulasnya tidur mulai merajamku remuk. Gelap dan tenang dalam alam mati yang sementara.

*kriikkk ...

Suara pintu berdesis, ada sosok wanita yang masuk ke kamarku. Ku teliti dengan cermat. Ah iya, itu Ibu ...

Ia memanggilku seperti biasa ... dengan balutan gamis dan romannya yang anggun menandakan kecerdasan dan kelembutan membaur jadi satu.

Aku yang tengah memerhati dari salah satu sudut kamar. Kemudian berkelebatan sosok-sosok wajah. Ada gadis-gadis anggun nan bersahabatku, dan sosok pria berperawakan tinggi itu, menggagas langkah membuka pintu kamar asramaku lagi. Mereka  ...

Ah, iya aku tahu itu mereka  ...

Sekelompok manusia, yang menjadi bagian dari jiwaku. Jiwaku ada bersama mereka. Begitupun jiwa mereka ada bersama bagian jiwaku.

Meski jiwa dan raga kita, tengah berada di tempat yang berlainan arah.

*Allahuakbar ...
Allahuakbar ...

*Dggzzzz ... lekas aku membuka mata, mendengar suara pertanda sudah memasuki waktu subuh.

Ku tengok sebelah kananku,
"Bu Milda, ayooo bangun udah shubuh." Ucapku padanya sambil mengucek mata yang baru 50% mencapai kesadaran.

Ah, aku tergelak dalam renung. Tadi itu, oh cuma mimpi  ...

"Semoga mereka baik-baik saja, penuh dalam kasih sayang lindungan-Nya ... Hmmm."batinku

Bagian dari jiwa-jiwa yang tengah berkeliaran, mencari hidup sejatinya ...

***



Chat Random .....

A : "Karena suasana sore menuju petang hari selalu mempesona ...
Ia hadir dengan sinar kuning jingga nya menyorot penuh wibawa ...
*selamat sore dari teras depan dan pemandangan langit asrama."

Sapaku, mengawali chat sore itu.
Nada dalam bahagia, selalu berirama dalam detak hati. Hmmm pesan ceklis satu, double, dan ... berwarna biru ...

Klik ...

Bunyi pesan masuk darinya

D : "Karena Indonesia negara berdaerah tropis, ia selalu turun dengan ajaib membawa rahmat-Nya.
Selamat sore dari bagian dinginnya Jawa Barat, Garut." Balasnya.

A : "Alhamdulillah, selamat menikmati hujan.
Bahasa air yang paling jujur dan penuh romansa rindu. *eh 😅."

D : "Apakah langit sampaikan pesanku? Bahwa kurindu.

A : 😊

D : 💝

A : "Lagi nulis, dan teringat Muhammad ...
Ah, lagi lagi ...
Terkadang, desiran angin pada bumi selalu mengajakku untuk menekur syukur ...
Di takdirkan berada di belahan bumi yang jauh berbeda, but ...

Aku bahagia denganmu" Tukasku padanya.

D : "Lagi nafas, mau ikutan?

Terkadang, aku bertanya, masihkah kita berpijak di bawah langit yang sama? Masihkah kita melihat bulan yang sama?
Ya, jawab-Nya.

Alhamdulillah. Pun denganku, bahagia denganmu."

A : " Ahahha ... Udahan ah ... Mau mandi wkkwkw ... "

Suara adzan maghrib pun bergema, aku yang sedari tadi bercengkrama dengan buku, keyboard hp, dan pemandangan teras asrama.

Entah, apa yang sedang ia lakukan di belahan bumi sana. Ada bahasa-bahasa sederhana yang selalu ingin aku ungkapkan, melebur takjubku.

Aku bahagia bersamanya, tentang jarak adakah ia mampu mematahkan rasa.

Ia adalah sosok yang penuh damai, lembut, rela berkorban dan selalu mampu membuatku damai nyaman di dekatnya. Seolah, ia berkata. Tetaplah hidup di bumi, aku ada disini. Untuk memastikan bahwa kamu bahagia. Karena bahagiamu adalah bagian dari bahagiaku.

Seperti bersatunya detak jantung pada tubuh. Ia adalah seperti detaknya. Ada, tersimpan rapi di dalam tubuhku mengikuti kemanapun aku pergi.

Entah, meskipun jarak dan ribuan rimba selat sedang memanja resah kami.

Kami adalah tetap dalam satu detak di bumi-Nya yang terhampar luas.

Tangan kami tetap bergenggaman satu sama lain, dalam dimensi yang bahkan kami pun menakjub gagah.

Terkadang, chat random adalah bahasa sederhana dari cara kami menebas rindu yang menyesak telak pada sumsum sel-sel tubuh kami.

Selamat pagi menjelang siang,
Sehat selalu,
Semoga Allah selalu melindungi-Mu dear ... 💝

Dari belahan bumi Tangerang kota, di sela-sela istirahat sekolah tercinta. Di iringi musik awan mendung dan menangis rindu.

WHO AM I ??????!

Gaul aja gak cukup !

WHO AM I ?????

**Hening krik krik ...

Kenali dan Upgrade dirimu ...

***

Bruukk. ..

"Nih, Bu."

"Apa itu ?" Tanyaku sambil mulai membolak-balik buku penuh warna itu.

Hmmm ...

"Ini bu, buku psikologi."

"Beli dimana, Bil ?" Tanyaku padanya lagi.

"Beli di Toko Agung di CBD, Bu kemarin."

"Jalan-jalan, sekalian lihat-lihat. Alhasil, dapatlah dua buku kece ini."

" Who am I nya @PsikologiId sama Nasihat Berharga Untuk Kaum Perempuan."

"Kece Bil, bukunya."Sambutku.

"Yaudah, Ibu pinjam yang who am I, ya ?"

"Ambil aja, Bu."

"Hehe, Thank u sholehah." Ucapku padanya sembari menyunggingkan senyum termanis hehehe.

Nabila, begitu aku biasa memanggil gadis kelas X SMA berkulit putih, tinggi, dan memiliki wajah yang cukup manis dan anggun dengan balutan hujan putih serta seragam putih abu nya itu.

Hari ini, adalah jadwalku untuk mengajar di kelasnya. Yap, pelajaran sejarah. Kami terbiasa berdiskusi tentang apa saja selepas materi pelajaran selesai.

Seperti hari ini, ia menyodorkan sebuah buku yang cukup mungil.

Bagai anak ayam hilang menemukan Induknya. Aku yang selalu haus akan buku bacaan. Ketika di sodori dua buku kece oleh Nabila, sangat antusias.

Setelah memilah-milah, akhirnya aku lebih memilih buku yang penuh warni yang berjudul who am I.

Selain karena aku memang sangat tertarik dengan dunia psikologi, aku juga ingin tahu seperti apa sih kepribadianku ini.

Denting jam berlari cukup membuat kami bergegas. Waktu menunjukkan pukul 11.45 WIB menandakan jam istirahat sholat dhuhur sudah tiba.

Anak-anak pun segera membereskan bukunya, keluar kelas berjalan menuju mesjid.

Sama halnya denganku, aku sudahi pelajaran dengan hamdalah dan salam. Berjalan ke luar kelas dengan membawa tas berisikan beberapa buku menuju ruang guru.

Hari ini, adalah hari Rabu. Hari dimana jadwal pulang mengajarku hanya sampai dhuhur saja.

Dan karena sedang berhalangan sholat, aku segera saja bebenah dan siap pulang menuju asrama. Tak sabar rasanya ingin segera melahap buku yang baru saja aku pinjam dari murid sholehahku.

Setelah berpamitan kepada rekan-rekan guru, aku berjalan kembali menuju asramaku. Melewati beberapa anak yang tengah asyik dengan aktivitasnya masing-masing.

Ada yang sedang bersiap wudhu menunggu antrian di tempat wudhu sekolah, ada yang sekedar berbincang riang dengan teman-teman mereka, ada pula yang segera menyapa dan menyalami guru yang tengah lewat.

Kaki berjalan dengan cukup cepat, mengikuti gegas semangat di hati. Hehehe

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Segera kurapikan peralatanku. Dan take a book ...

"Hai."

Seolah buku itu tersenyum  riang saat tanganku meraihnya.

Perlahan kubuka lembar demi lembar halaman buku tes kepribadian ini.

Ada sebanyak 27 tes kepribadian yang di dalamnya berisi pertanyaan, dan pembahasan langsung yang akan menunjukkan seperti apa diri kita.

Di cover depan, kalimat kemilau ini sudah mengajak jiwaku berdialog.

"Personality Test. Kenali dan Upgrade dirimu."

Pernah ga sih, kita mengalami kebingungan pas ada yang meminta untuk menjelaskan seperti apa sih diri kita sendiri ini.

Dan itulah, yang menjadi semangatku untuk segera mengisi tes di buku ini agar aku bisa mengenali diriku sendiri seperti apa.

Dari sekian banyaknya tes, ada yang tentang kepribadian, persahabatan, percintaan, sampai karir apa yang paling cocok buat buat kita.

Dan yang paling membuatku tertarik adalah beberapa tes ini, :

* Temperamen apa yang kita miliki ?
* Tes kecerdasan majemuk.

Setelah menjawab beberapa pertanyaan di tiap tesnya serta menjumlahkan skornya.

Alhasil di dapatlah, aku adalah seorang Sanguinis.

Di bukunya di jelaskan kalau orang sanguinis adalah orang yang sangat bersemangat dalam hidup. Hal ini disebabkan karena orang sanguinis memiliki sifat yang mudah menerima kesan-kesan dari luar dapat dengan mudah masuk ke dalam hati. Intinya orang sanguinis adalah pribadi yang sangat menyukai kesenangan, suka bicara, semangat, rame orangnya, ramah, nampak percaya diri, dan jarang sekali membiarkan hatinya bersedih berlama-lama.

Setelah kupikir dan cocokkan dengan diriku.
" Hmmm sepertinya cocok." Setujuku dalam hati

Selanjutnya adalah tes kecerdasan majemuk. Dari jawaban yang aku pilih, menunjukkan bahwa aku memiliki dua kecerdasan dominan.

1. Kecerdasan linguistik, kemampuan ini adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mendeskripsikan kejadian, membangun kepercayaan dan kedekatan, mengembangkan argumen logika dan retorika, atau mengungkapkan ekspresi dan metafora.

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan linguistik adalah wartawan dan reporter, tenaga penjual, penyair, copywriter, penulis, dan pengacara.

Dan yang kedua adalah kecerdasan interpersonal, di kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mengorganisasikan orang lain dan mengkomunikasikan secara jelas apa yang perlu di lakukan, berempati kepada orang lain, membedakan dan menginterpretasikan berbagai jenis komunikasi dengan orang lain, dan memahami intensi, hasrat, dan motivasi orang lain. Beberapa jenis pekerjaan yang menggunakan kecerdasan interpersonal adalah manajer, politisi, pekerja sosial, pemimpin, psikolog, guru, atau konsultan.
Aku kutip dari buku who am I, hal 24-27.

Dari hasil yang kuperoleh, aku sangat puas dan bersyukur.

Karena, Alhamdulillah aku dapat bekerja sesuai dengan passion dan kecerdasan yang menonjol pada diriku. Itu berarti, aku menyalurkan kemampuanku pada tempat yang seharusnya.

Ada suatu hadits yang mengatakan, "Barang siapa yang mengenali dirinya, maka ia telah mengenal Allah." (Al-hadits)

Mungkin, ini hanya sebagian dari cara kita mengenali diri kita sendiri sebagai upaya memaksimalkan potensi yang Allah berikan.

Kata Ayah Edy, dalam sebuah tulisannya yang pernah aku baca. Bahwa setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing dan tidak ada anak yang bodoh.

Asalkan kita tidak memaksa, katak untuk terbang, burung untuk berenang, ular untuk melompat, ataupun ikan untuk berlari.

Yah, semuanya memiliki kecerdasan dan potensi nya masing-masing.

Mengasahnya, menyalurkan, dan mengajari diri kita sesuai potensi alami dari diri. Menurutku adalah bentuk penghargaan terbaik bagi diri kita sebagai bentuk rasa syukur terbaik pada Allah.

Barangkali, kita pernah tau atau ada yang mengalami secara langsung. Ada yang bekerja uring-uringan karena merasa tidak cocok di bidang itu.

Barangkali itu bisa terjadi karena kita belum mengenali apa sesungguhnya potensi diri kita sendiri.

Alhamdulillah, aku dapat bekerja sesuai dengan potensi yang telah Allah berikan padaku. Dan itu sangat nyaman pun nikmat terasa. I am so enjoy in my passion.

So, sudahkan kita mengenali kepribadian dan potensi diri kita sendiri ?

Kalau belum, ayo kita kenali dengan belajar dari buku ini. "Who am I ?"

"Bu, buku apaan sih tuh ? Liat dong, eh pinjam dong." Pinta teman asramaku yang baru saja datang.

***

Kuy, kita terus belajar dan kenali diri kita sendiri dengan lebih baik. �

Senin, 24 Oktober 2016

Ah, terkadang kita memang terlalu sibuk

Sementara kita sibuk dengan keramaian dunia maya kita, tetangga kamar kita sudah melewati berbagai cerita penuh hangat dalam kebersamaan ...

Sementara kita sibuk memikirkan dan mencari perhatian si dia, ada mereka yang sudah lebih jauh berjalan menemukan ilmu-ilmu baru bak mutiara yang di temukan di dasar lautan 'begitu berharga' ...

Kala kita sibuk dengan urusan kita, mereka sudah sampai menjelajah alam Indonesia ... rihlah dan mentadaburinya   

Ah, kadang kita terlalu sibuk dengan sibuknya kita sampai hal-hal kecil kebersamaan dengan mereka teman dekat kita pun terlewatkan ...

Ah, kadang kita terlalu sibuk memikirkan urusan perasaan 'baper' sampai-sampai kita lupa bahwa masih banyak hal yang harus kita pelajari ...

Bahwa ilmu Allah itu begitu luas, bukan hanya tentang urusan perasaan saja ...

Ah, kadang kita terlalu sibuk mengurusi urusan duniawi kita saja sampai-sampai kita lupa bahwa itu semua fana ...

Bahwa, hanya sekejap rupanya kita di dunia ...

Membacalah ...
Belajarlah ...
Bersosialisasilah ...
Menjelajahlah ...
Berfikir luaslah ...

Temukan dan dapatkan apa yang sesungguhnya harus kamu dapatkan ...

Hei, diri !

#Reminderforme