Rabu, 31 Mei 2017

Malam Tadi Yang Entah Aku Tak Tahu; Maafkan.

Nyanyian merdu dari seberang kamar mengiringi gitar yang dipetik merdu. Menambah melodi pada bathin yang tengah berbahagia untuk setiap nikmat yang Allah berikan. Ah, aku sudah sangat rindu sekali untuk menuliskan tentangmu. Sudah lama yaa hehe

Siang dan malam adalah anugerah yang diberikan Tuhan untukku. Semoga aku mampu menggunakannya dengan sebaik mungkin dari waktu ke waktu.

Dan kau tahu? Seberapa sibuk pun diriku. Namamu tetap ada mengitari kepala dan ingatanku. Aku di dera rindu yang seolah tak berkesudahan.

"Rindu masih tersimpan rapi, tapi aku biarkan ia berkelana pergi."

Entah bagaimana alam pikiranmu mencerna untaian kata yang kusuguhkan. Itu hanya sebuah hiburan akan rindu yang memasung bathin. Maka aku biarkan ia berkelana pergi - pada sibuknya pekerjaan, pada senangnya kebersamaan, pada indahnya kalam pencipta, pada untaian bacaan dan macam-macam kegiatan keseharian.

Kamu adalah indah yang kutemukan. Ketenangan yang Allah hadiahkan. Mutiara yang kusyukurkan. Untuk sampai pada keberanianku menguntaikan kalimat ini, cukup tidak mudah.

Aku pernah hampir menikah dengan seseorang, namun kuputuskan dan tidak kuterima untuk dilanjutkan.

Aku pernah bertemu orang yang kuanggap ia hebat, hingga menenun kekagumanku padanya.

Aku pernah hampir saja berpaling dari kesetiaan menantimu, karena seseorang yang lebih mapan.

Tapi kau tahu? Semua itu sirna dan tumbang kalah oleh ketenangan serta kesederhanaan yang kau suguhkan padaku.

Kita tak terpaut jauh dalam usia. Aku kadang berpikir mampukah kita bersama saling mendewasa? Kita berasal dari keluarga yang berbeda. Mampukah kita saling menerima?

Aku dengan segala kelemahan dan kekurangan. Dengan apa adanya keadaan keluarga. Tak sehebat seindah keluargamu.

Maka aku pernah meragu. Bisakah kita tetap bersama melanjutkan kebersamaan berlandaskan keyakinan bahwa kamu yang terbaik untukku?

Namun, semua ragu itu kutepis jauh-jauh. Aku percaya akan kekuatan iman yang merekatkan kita kelak. Sehingga cinta dan sayang akan semakin melekat pada setiap sel yang menjadi saksi kita.

Aku percaya bahwa kita bisa saling menerima, saling belajar, saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Seiring waktu kita akan terus belajar dan beranjak pergi dari satu tangga ke tangga lain yang lebih tinggi tingkatan derajatnya bukan?

Maafkan jika sikap dan kataku membuatmu bingung. Tidak puas dengan jawaban dari pertanyaan yang kau lontarkan. Atau ada sikapku yang membuatmu merasa aku mengejekmu.

Ah sungguh tak ada niatan sama sekali dariku untuk seperti itu. Aku senang kesederhanaan. Tak suka perdebatan. Lebih suka simple dan tak mau kita saling memamerkan kelebihan yang entah apa faedahnya?

Aku lebih suka kita berdiskusi ringan. Pun jika harus mendiskusikan hal-hal yang cukup berat. Mari sama-sama bertemu dengan kepala dingin. Wajah berbinar serta senyum yang terurai.

Kita bisa mengupasnya tuntas tanpa harus dengan urat tegang apalagi meninggalkan rasa sakit di hati.

Kita bisa saling menerima kan? Kita bisa saling menyemangati kan? Kita bisa terus belajar bersama saling melengkapi dan menyempurnakan bukan?

Ah maafkan jika ada salah ataupun keliru dari sikap dan kataku yang membuatmu tak nyaman.

Semoga kita saling mendewasa bersama menuju kemapanan pribadi dan mampu menjadi rahmat bagi sesama ya.

Sabtu, 27 Mei 2017

2030

Mobil-mobil angkutan bertebaran, berlomba dengan mobil-mobil pribadi dan kendaraan yang lalu lalang di jalanan raya terbentang luas tersekat oleh lampu merah yang sedang melaksanakan tugasnya menghitung detik demi berganti warna dari merah ke hijau.

"Jombang ... Jombang ... Jombang, Neng."

"Ke Parung Serab, Pak." Tanyaku meyakinkan.

"Iya, Parung Serab, Pondok Aren ... lewat ayo naik, Neng."

Tanpa berlama-lama, aku pun menaiki angkutan umum tersebut. Masih lengang di dalamnya, baru ada satu dua penumpang yang setia menunggu keberangkatan.

"Coba lihat tuh di seberang sana, para pengemis berantem mulu kerjaannya." Kata teman sang sopir yang berdiri di luar mobil tak jauh dari pintu.

"Iya aneh, kerjaannya berantem mulu. Tadi Bapak-bapak berantem di jalanan." Sang supir menimpali seolah itu sebuah candaan biasa.

Ah, lama sekali mobil ini tidak berangkat-berangkat. Aku sudah diburu waktu, takut telat sampai di acara pekanan yang rutin diikuti.

Huft ... ku tekan keyboard di ponsel.
"Mbak, ini mobil nya nggak berangkat berangkat. Aku telat datang kayaknya."

Beberapa waktu tak ada balasan dari member di grup whatsapp ini.
"Ah, bagaimana ini?" Resahku semakin menjadi.

Triing ... ponsel pertanda pesan datang.
"Yaah, bentar lagi kita mau bubar, Za. Nanti tunggu pengumuman di grup aja ya."

"Oh, Yaudah Mbak."

Ah, kau tahu mungkin rasanya seperti apa. Aku sudah beberapa kali naik angkot untuk akan sampai kesana. Tinggal satu lagi angkot untuk sampai menuju destinasi pertemuan pekanan seperti biasa.

Menghilangkan kecewa, aku segera turun dari angkot yang masih juga belum berangkat untungnya. Meski sudah bertambah dengan beberapa penumpang.

Glekk  ... Turun dari angkot pandanganku tertuju pada sudut teras toko yang cukup sempit hampir berdekatan sekali dengan  jalanan raya.

Ada seorang nenek yang tengah duduk dengan kepala menunduk. Di pangkuannya, ada wadah berisi aneka bungkusan seperti nasi ketan yang dibungkus daun pisang. Tatanan rapi ditambah bertabur daun-daun hijau yang belakangan ku ketahui itu adalah daun sereh, kami orang sunda sering menyebutnya seperti itu.

Seperti nya nenek itu sedang berjualan, namun pelanggan sepi sehingga ia tertidur dalam tunduk yang pulas.

"Ah, Nek. Semoga usahamu mendapat berkah dan kelancaran." Lirihku sembari berjalan pelan mencari angkutan untuk kembali pulang ke rumah.

***

2030 nanti Indonesia akan dipimpin oleh anak-anak muda yang kreatif dan produktif. Pada masanya, 73% penduduknya sedang berada di usia produktif. Sedangkan sisanya orang tua yang sudah tidak seharusnya bekerja.

"Jadi, akan menjadi apakah kamu nanti di masa depan. Hanya sebagai penontonkah atau pelaku yang sukses menyumbangkan pertumbuhan ekonomi bagi bangsa?" Tanya Pak guru suatu sore di sela-sela pelajaran berlangsung.

Jujur saja hati berteriak, aku ingin menjadi bagian dari anak muda sukses itu. Menjadi bagian dari pelaku ekonomi kreatif yang sukses membangun bangsanya. Agar berkuranglah pengemis dan orang tua bisa nyaman menikmati masa tua. Karena para anak mudanya mampu membiayai kehidupan mereka.

"Dan itu dimulai dari sekarang. Apa yang kamu lakukan sekarang itu adalah investasi. Mengeluarkan sekian banyak biaya setiap bulannya untuk membayar uang sekolah. Pendidikan adalah kuncinya. Pendidikan adalah investasinya. Meski di masa sekarang kau kelelahan bukan main, tapi bersabarlah akan kau nikmati masa memanen buahnya." Wejangan Pak Guru begitu terngiang di kepalaku sepanjang perjalanan pulang.

Hampir 53% penduduk Indonesia sekarang adalah orang tua yang sibuk bekerja. Dan sisanya adalah anak muda. Tapi di masa mendatang, anak mudalah yang akan mendominasi.

Perubahan kurikulum yang terus dilakukan demi kesempurnaan pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman. Demi menghasilkan generasi yang kreatif dan tanggap pada kebutuhan lingkungannya sendiri.

Ah, lagi lagi ini tentang keberanian, tentang pendidikan, dan tentang perubahan yang diidamkan.

***

Aku turun tepat di depan gerbang sekolah dengan bangunan megah. Kebetulan tempat tinggalku tak jauh dari situ. Kembali menatap bangunan dengan dominan cat merah, kuning, dan biru itu.

"Dari sinilah berawal, semoga pendidikan mampu mengatasi keterbelakangan sehingga kemiskinan semakin ditinggalkan menuju peradaban yang lebih maju. Semoga pendidikan mampu melahirkan manusia-manusia tangguh berakhlak mulia yang memuliakan negerinya." Doaku keras mengetuk hati.






Jumat, 26 Mei 2017

Pengeja Aksara

Melahirkan kata-kata menjadi untaian mutiara, aku suka. Menjelmakan aksara pada bait-bait yang menguraikan cinta tanpa suara. Ada banyak hal yang tersampaikan lewat kata, saat lisan tak sanggup berbicara.

Mencintai kata, menjelmakan aksara, merajut bahasa, aku suka. Sejak masih sekolah SMK, kesenangan alami itu membuatku sering memenuhi beranda lewat ungkapan kata dalam sebuah -status di media sosial.

Hingga kesukaanku itu, mendapat respon dari Bunda ketika aku tinggal di Yayasan tempat awal mula aku melanjutkan kuliah.

"Fitri, tulisan di statusnya bagus. Terus diasah ya, nanti Fitri bisa bikin buku lho seperti Asma Nadia," Ujar Bunda suatu hari. Kami memang berteman di media sosial, sehingga Bunda senang membaca status-statusku sepertinya.

Itulah awal mula aku jadi semakin suka dan percaya diri untuk terus belajar lewat kata-kata. Ucapan Bunda mendorong semangat dan keberanianku saat itu. Hingga, ketika di yayasan ada tugas untuk posting tulisan di blog setiap bulannya. Alhamdulillah, aku sering menjadi juara pertama di kalangan anak-anak asrama saat itu.

Sebelumnya, selama bertahun-tahun senang menuangkan kata dalam sebuah tulisan meski itu hanya sebatas curhatan dan status biasa. Aku tak menyadari bahwa ada kelebihanku disana. Mendapat respon dan apresiasi dari Bunda seperti itu, aku amat senang. Yah, meskipun aku harus terus belajar untuk terus meng-upgrade kualitas tulisanku.

Aku senang ketika membaca karya-karya Bunda Asma Nadia, Afifah Afra, dan banyak lagi. Yang sering aku baca ketika masa SMK. Saat itu, Alhamdulillah aku tinggal di rumah Ibu yang juga menggilai dunia membaca. Hingga di rumah terdapat perpustakaan kecil dengan aneka bacaan yang membuat aku berbinar.

Kala pulang sekolah, waktu senggang, atau ketika sudah menyelesaikan tugas sekolah, buku menjadi teman setiaku. Tak dinyana, kesenangan dan kebiasaan di rumah Ibu itu memberikan dampak besar bagi kemampuanku meramu kata.

Hingga, sekarang aku sudah menyelesaikan masa SMK dan tak lagi tinggal di Yayasan Bunda. Kesenangan itu terus berlanjut dan seolah bertemu komunitas yang tepat. Yakni, One Day One Post dan Sekolah Literasi yang baru-baru ini aku ikuti untuk terus belajar mengasah diri lewat dunia tulisan.

"Fitri, gimana bukunya sudah terbit?" Tanya Bunda suatu hari. Ah, aku sungguh malu ketika ditanya seperti itu.

"Belum bunda, Insyaallah masih dalam masa pembelajaran," Kilahku

" Terus menulis..dlm proses menulis ada belajar ...krn dg menulis akan mengasah ketajaman hati dan pikiran..." Pesan Ibu suatu hari.

Pun asupan semangat yang terus diberikan oleh Kakak-Kakak perempuanku.

"Belajarlah jangan pernah bosan, ilmu apapun akan menjadi mutiara bagi kita takkan kita berat membawa." Ujar Teh Tita suatu siang saat bercengkerama bersama di rumah bertemankan sejuk ilalang.

Dari mereka aku mendapat energi, bertemu teman-teman yang sama-sama bergerak belajar di bidang literasi, membuatku semangat untuk terus belajar meningkatkan kualitas diri di bidang tulis-menulis.

Terima kasih ya, untuk kebaikan dan semangat yang telah kalian tularkan. Itu keajaiban yang harus selalu aku syukuri.

Kesenangan membaca, kesenangan menulis, melahirkan bahagia. Bahkan, ketika memikirkan aku akan menulis sesuatu pun aku sudah sangat bahagia.

Aku bisa berbagi apa saja, yang semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Aku bisa menebarkan cinta yang sempat terjamah oleh bicara. Berbagi asa, mengabadikan masa, lalu merekamnya dalam jejak yang akan dapat dibuka kapan saja.

Terus belajar menjadi seorang penulis yang baik, sudah sangat membahagiakanku. Apatah lagi aku bisa berbagi dan menularkan berbagai macam bahagia lewat untaian aksara.

Akhir kata, selamat memasuki ramadan teman-teman muslim seantero dunia. Mohon maaf lahir dan bathin atas segala khilaf baik disengaja ataupun tidak. Semoga ramadan dan cinta, menerima kita menjadi bagian tak terpisahkan dari keagungan yang sudah diberikan oleh-Nya.

Salam cinta lewat kata, dari pelajar aksara yang masih mengeja. Karena ada cinta yang terselip dalam untaian aksara. Yakni, cinta tidak biasa.

Menjadi bagian dari pegiat Literasi ini, semoga bisa memberikan kebermanfaatan bagi banyak orang dan keberkahannya selalu mengiringi.

Senin, 15 Mei 2017

♡ Paradoks of Candy ♡

Banyak hal yang didapatkan dari pertemuan beberapa jam lamanya, tak berlangsung sebentar tapi terasa sangat sebentar.

Menyebabkan kami ketagihan untuk bertemu, bercengkrama bersama kembali. Merenda ikatan yang menguat sebab ketaatan.

Riuh terdengar berbagai macam warna suara. Dari mulai serak-serak basah, serak-serak tertawa bahagia, serak-serak menahan sesak, serak-serak memungut yang terserak diantara jarak jeda kehidupan.

"Beberapa waktu ini, aku sedang di uji dengan berbagai ujian rasanya. Belum selesai yang satu, sudah timbullah lagi ujian satu lagi. Aku kadang lelah dan mau menyerah saja." Kudengar bisik-bisik bathin berteriak.

"Aku pun sama. Aneh sekali kehidupan ini. Kenapa menawarkan bahagia bagi sebagian lain, sementara padaku menawarkan pahit yang seolah tak berkesudahan. Aku sesak menahan kesal yang berkerak." Bisik nurani lain, tak mau kalah lebih lantang berujar.

"Aku tak kuat, ... hidup seolah begitu kejam padaku. Habis manis sepah dibuang, aku merasa menjadi wanita yang tak ada harganya."

Glekkk ... ungkapan terakhir cukup menjadi gledek bagi pendengaranku.

***

"Kamu tahu permen, kek? Mau?" Tawar sang Kakek

"Tahu-tahu, Kek. Mau ...."

"Coba kau lihat bungkusnya. Kau buka lalu kau makan bungkus permen itu!"

"Nggak enak lah, Kek ... Mana bisa dimakan, nggak ada rasanya. Susah dikunyah apalagi di cerna."

"Nah, kalo begitu cobalah buka sedikit demi sedikit bungkus permen tersebut."

"Sudah, Kek."

"Lalu, cobalah kau cicip itu permen yang bungkusnya sudah kau buka ... Bagaimana rasanya, Nak?"

"Manis, Kek. Enak dimakan. Hhmmm yummy ..."

"Nah, seperti itulah kita sekarang."

Hhmmm, sang anak mengerutkan kening memikirkan masuk sang Kakek. Sambil menikmati permen manis pemberian sang kesayangan.

"Maksudnya adalah ketika kita sedang didera berbagai kesulitan, kesusahan, kelaparan, musibah, ujian, yang membuat kita tak senang, tak enak makan, pikiran tak karuan. Sesungguhnya, kita sedang membuka bungkus-bungkus kecil itu ... sebelum bisa menikmati manisnya sang permen. Seperti itu mungkin."

"I see, aku ngerti, Kek. Berarti kalau kita sedang diuji dengan suatu ketidakenakan dalam hidup, hakikatnya kita sedang membuka jalan menuju kenikmatan yang akan dihadiahkan kepada kita ya, Kek." Adik tersenyum manis seolah mendapat jawaban memuaskan.

"That's right, Anak ... cerdas! Yang harus kita lakukan ketika mendapatkan ujian itu berarti apa ayo?" Selidik sang Kakek

"Syuuukuuurr dan saaabaaarrr yaa, Kek. Karena hakikatnya kita sedang disayang Allah ..."

"Yaaap ... betul sekali." Keduanya saling bertatapan, tersenyum, lalu saling berpelukan.

***

Bertemu dengan mereka dalam formasi lengkap, adalah hadiah luar biasa. Dari pertemuan di tempat sederhana. Kami memaknai sebuah keindahan, keindahan yang menjadi kerinduan akan pertemuan.

"Kuatkan ikatannya, Ya Rabb ... kuatkan ikatan cintanya."

Aamiin ...

😊🙇🙏

#01.40 Dini hari
#OneDayOnePost😍

Segelas Susu Penuh cinta

Segelas susu pagi ini.
Seluruh penghuni rumah sudah bangun, dan mulai menjalankan aktivitasnya masing-masing.
Dari mulai Mamah muda yang sibuk di dapur entah ngapain.
Kami bertiga : Aku, ponakanku, dan Kakak Iparku tengah berkumpul di ruang tengah dan sibuk ngejailin satu sama lain.
Entahlah, ponakanku satu ini emang ada aja usahanya mengganggu Bibinya. Sementara Bapaknya, sibuk pula ngebandingin kelakuanku waktu kecil sama kelakuan De Ingga sekarang : mirip katanya.
"Busyeeh, nyubitnya sakit banget kayak si Fifit wae." Katanya
"Emang, mereka mh 11 - 12." Timpal Teteh dari dapur.
"Tuh susunya udah siap, Fit."
3 gelas susu sudah tersedia di tempatnya. Dua gelas susu coklat untuk Dede dan Aa. Satu persatu mulai diambil oleh pemiliknya.
"Ambil, Fit. Minum susu dulu." Nada Teteh mulai meninggi melihatku yang masih tiduran saja
"Iyaaaa."
Udah kayak putri raja aja, mau bantuan kerjaan rumah malah dimarahin padahal udah mendingan sakitnya.
"Udah nggak usah bantuin ini itu, yang penting Fifit mh istirahat, makan, minum obat tepat waktu. Nggak usah bantuin kerjaan Teteh."
Bahkan, ketika pagi-pagi pun makanan dan segelas susu sudah ia siapkan.
*huu ini apa ya, semacam cerita tentang segelas susu penuh cinta pagi-pagi. 
* Baca salah satu quot kemarin : Ketika kamu masih memiliki seorang Ibu, bersyukurlah karena kamu memiliki perbendaharaan harta berharga yang mahalnya tak ada yang mampu membayar.

Adalah kau ..... Angkuh

Roda kehidupan senantiasa terus berputar ...
Ada kalanya, kamu berada di puncak ...
Namun, terkadang tanpa kita sadari ...
Kita berada di puncak yang benar-benar fatamorgana ...
Se fatamorgana nya mengelabui fana ...
Hingga kamu, lupa
Angkuh
Sombong
Dan tak berdaya dalam kungkungan kesenangan sesat ...
Kamu, benar-benar berada dalam sakit yang sesungguhnya ...
Sedang di kecam celaka namun menolak untuk menyadari ...
Hufffft ...
Berhentilah ...
Sadarlah, Nak ...
Ada saatnya kamu terpuruk dalam keadaan yang sungguh tak menentu
Mengecam badai
Menarik ari-ari seluruh bathin ...
Dan mereka yang kau banggakan
Yang kau puja-puja
Yang bahkan mampu membuatmu
Mengabaikan dan menyakiti mereka
Yang kau anggap hina
Kau cerca mereka
Sekehendak yang kau mau ...
Perih, terhina, dan pedih sesakit-sakitnya pedih
Yang kau torehkan pada nama dan hati yang bahkan rela kau suudzoni
Padahal dirimu baru mengenalnya sebentar
Kau rela mencercanya
Demi menuruti perkataan penuh dengki mereka yang kau sebut leluhurmu ...
Namun kini, ketika aku telah pergi ...
Kau perlukan aku bukan ?
Kau merendah dan mengemis bantuanku bukan ?
Hei, sadarkah kau
Luka yang kau torehkan dulu
Dengan semena tanpa kau ayak itu ...
Kemanakah kini, orang yang kau bangga-banggakan
Yang bahkan sampai rela membuatmy
Berbuat dzolim pada orang lain ...
Kemanakah ?
Berhentilah bermuka manis padahal hatimu mendusta
Berhentilah bersikap selezat es krim
Melenakan  ...
Namun, mematikan ...
Kau adalah racun yang berbungkus madu
Kau adalah kafan yang terbungkus pernik indah batik ...
Kau ...
Sudah keterlaluan ...
Menyebut diri sebagai pembawa risalah kebaikan ...
Tapi, sikap dan brutalmu melebihi mereka ...
Yang kau sebut penjahat  ...
Insyaflah hei manusia ...
Kau adalah makhluk Tuhan ...
Tercipta dari bumi dan tanah yang sama ...
Berasal dari sesuatu yang bahkan kau pun menganggapnya menjijikan ...
Hei kau manusia
Jangan kau renggut lagi bahagia dan lugu suci mereka ...
Jangan kau nodai lagi
Cerdas tulus putih niat mereka ...
Kau, pasti tak akan terima ketika aku menyebutmu jalang ...
Kau adalah topeng tertampan yang pernah ada
Kau adalah lebur
Gila dalam pemujaan sukmamu sendiri ..
Hei kau yang sangat angkuh
Hei kau yang sangat sombong
Hei kau yang merasa digjaya ...
Semua itu milik Tuhanmu  ...
Mereka adalah damai dan penuh bahagia kini sekarang atau pun nanti
Tanpa kau nodai kembali
Jangan sekali-kali kau berani menorehkan bisa racunmu ...
Kau .... adalah amarah ...
Pergilah ....
Enyahlah ....
Adalah kau larik-larik ...
Yang tak pernah aku maui untuk kembali lagi ...
Trauma sedih nistanya kehidupan ...

Setangkai pohon kipas, pemangku rindu

Pohon kipas, setidaknya itulah yang aku ingat. Pohon yang aku ingat ada dan menjadi bagian masa kecilku.
Letaknya berderet laiknya petani yang menanam sayuran dengan berbaris rapi. Persis, di depan rumahku. Rumah sederhana dengan pekarangan yang cukup luas, berisikan pohon pisang, aneka rerumputan dan bunga-bunga melati aneka warni.
Ah, aku senang bermain-main disana. Berlari-lari riang sambil bernyanyi suara khas anak kecil. 
"Mah, aku mau ngambil daun kipas yah buat main."seruku pada Mamah.
"Iya, boleh. Ambil sana anakku sayang."Sahut Mamah seraya keluar dari dapur menuju putri kecilnya yang tengah asyik bermain bersama teman-temannya di ruangan tengah rumahnya.
Horreeeee, kita boleh ambil dan memetik daun kipasnya.
Boleh yang banyak ya, Mah. Kan teman-temanku banyak. Nanti kita biar bisa jadi putri kipas. Punya banyak daun kipas. Kita bisa bermain sepuasnya. Horreeee ....
"Ayo, Izza Icha kita ambil daun kipasnya sekarang."
"Ayooo .... "Teriak mereka kegirangan.
Pohon kipas tingginya setinggi orang dewasa, di batangnya yang mungil terdapat seperti kulit halus yang membungkus berwarna hitam jarang.
"Nak, mainnya tidak jauh-jauh ya. Di taman pekarangan rumah saja. Itu main kipas sama timbul daun pacar boleh."Seru Mamahnya Ufit dari dalam dapur.
Rupanya, Mamahnya sedang memasak untuk makan sore keluarganya. Beliau sedang berjibaku dengan tungku api dan pernak-pernik dapur sederhana lainnya.
"Iya, Mah. Ufit ga jauh-jauh ko mainnya disini."Jawab Ufit, anak bungsu Mamah yang sedang manja-manjanya di usianya yang masih kurang lima tahun.
Mamah Ufit sambil memandang riang anak-anaknya bermain di taman pekarangan rumah dari bilik dapur yang sudah mulai menghitam akibat asap dari tungku api.
Ah, senangnya melihat mereka bermain dan bahagia seperti itu.
"Tumbuhlah menjadi anak sholehah ya, Nak. Ufit yang cerdas dan penuh riang."Gumam Mamahnya dalam hati



Selasa, 09 Mei 2017

Lapang dan Hilang

Angin membelai mesra ujung kerudung kami. Mengibarkan ritme sejuk menyusup pada dada.

"Ada apa?!"

Dan mentari menjawab, "Tak ada apa-apa. Hanya saja hari ini aku akan bersinar dengan lembut, menyenangkan paras wajah lembut ayumu agar tak kering kepanasan karena terik."

"Selamat pagi," Ujar daun kelapa di pinggiran taman.

"Hai ..." sosok gadis anggun nan manis balas menyapa dengan senyumnya yang sumringah

Bahagia sekali rupanya alam memayungi kami hari ini. Tak ada terik, apatah lagi suara kelaparan jangkrik. Tak ada sesak, yang biasanya menyesap dalam dada. Tak ada kalut, tak ada ribut, pun tak ada kariuk, karena semua tengah sibuk menikmati rutinitas hidangan hari.

Aku membuka jendela hari, pagi ini tanpa dijejali sesal apatah lagi kesal. Makhluk-makhluk bumi memasuki gerbang hari ini dengan panorama elok yang tak membuat bumi berkelok. Semua senang, semua tenang, semua lapang.

Bisik-bisik angin menjelang siang ini, semakin lembut menyapu rambut dan sekujur badan. Ia semakin lincah berkeliaran di sekeliling bumi, menebarkan kesegaran pada titik-titik penat yang coba menyambangi penduduk bumi.

Apatah lagi ramai hari, ditemani gadis-gadis yang tengah menjajakan tugas menyebarkan kalam Pemilik bumi lewat indahnya semangat manusia-manusia pejuang pendidikan.

Ah, tapi kenapa ada yang tak seimbang. Ada yang lekang dari alam yang riang. Angin berhembus, mentari tersenyum lembut, senyum pun terbit dari gadis-gadis cantik yang riang.

Lalu, makhluk-makhluk bumi berlalu lalang tanpa menyelipkan derita kepalang. Semua riang, semua tenang, semua lapang.

Apakah yang tengah hilang, angin?
Apakah yang tengah hilang, hei gadis?
Apakah yang tengah hilang, nyiur melambai?

"Ah, tak ada yang benar-benar hilang sebetulnya. Hanya saja, hatimu kini sudah lebih lapang dan tak lagi sesak dipenuhi marak ilalang kurang kesyukuran." Bisik suara di balik jendela hati yang tengah asyik berbisik.

Tak ada yang hilang, hanya saja hatimu sudah sembuh bercahaya, dan lapang. Dan mereka, sang kalut resah, tak menerima, riuh keluhan, dan ribut banyak pemikiran sudah pergi berganti indahnya hati yang syukur dan kelapangan menerima segala pemberian.

#One Day One Post
#Saat Kehilangan
#Tantangan

Senin, 08 Mei 2017

Sepotong Hati

Aku meneliti ke dua bola matamu. Barangkali ada ruang teduh yang bisa memberi jawaban atas segala tindak keraguan serta kecemburuan.

Ah, bahkan untuk melihat panorama teduh di balik matamu saja aku tak berdaya. Aku tak berdaya. Oh, bukan, bukan tak berdaya. Hanya saja ini kenyataan yang sungguh jauh dari khayalan indahku.

Aku membayangkan senja indah saat ini, kita duduk bercengkrama berdua di teras depan rumah berhiaskan halaman indah dan taman. Lalu, menikmati peralihan masa mentari di ufuk barat. Menyaksikan warna merah jingga itu berubah menjadi malam yang semakin pekat, menyelimuti kerinduan pada tubuh bumi yang kedinginan.

Aku ingin pergi dan menjauh, jauh jauh sejauh-jauhnya darimu. Membiarkan hatiku bebas, tanpa harus teringat akanmu. Sosok yang mampu memasung bathinku, teguh dalam penantian yang tak aku tahu, apa kah yang kau tawarkan itu kepastian ataukah hanya sekedar bualan? Hah ...

Aku benci sebenci-bencinya pada dirimu. Kenapa aku begitu kuat dalam pelukan hatimu hingga aku luluh tanpa daya untuk sekedar menggeliat atau berteriak.

Aku ingin pergi ...
Aku lelah akanmu ...
Kau tak kunjung datang memberikan kepastian ...
Kau tak kunjung hadir bahkan sekedar memberikan perhatian kecil untuk seorang perempuan  ...
Kau makhluk menyebalkan ...
Makhluk paling menyebalkan di seantero hunian ...

Kau sungguh terlalu menyebalkan! Makhluk macam apa kau, sungguh angkuh nian mengabaikan perempuan yang sedemikian setia untuk sebuah pengabdian yang entah kapan berujung kejelasan.

Bahkan untuk sekedar membagi kisah citamu saja kau begitu kelu, sungguh bagaimana aku bisa paham. Sungguh bagaimana aku bisa paham hei makhluk menyebalkan.

Kau memang sosok indah dibalik kabut tebal. Tebal sekali! Ya, kau memang indah, kau memang bertahta, kau memang penuh harta, kau memang penuh permata. Apalah aku wanita yang seolah hanya mengemis pujian dan perhatianmu saja.

Lalu hadir untuk sekedar mengusik keasyikan hidupmu saja. Yah, apalah aku hanya sosok yang kau anggap sebelah mata. Kala kerinduanku begitu sesak memenuhi rongga dada. Kala dahagaku akanmu begitu sesak menjejali bathin.

Apalah aku, perempuan yang terpisah jarak denganmu ...

Engkau berada ribuan mil jauh dariku, hingga aku tak mampu mendeteksi bermacam-macam rasa dan syurga yang tengah engkau cipta di luar sana ...

Aku limbung ... Aku kehilangan arah ... Aku nanar ... Aku sesak ... Aku sesak sesesak-sesaknya seorang wanita  ...

Menunggu dan menanti sang pujaan hati di kota perantauan nun jauh di sana. Tanpa kabar untuk bersua. Tanpa canda untuk sekedar melerai rindu yang tak kunjung mereda.

Apalah aku tanpamu. Apalah aku tanpa kasihmu. Apalah aku tanpa setetes noktah cinta yang pernah kau torehkan pada ruang di bathinku, apalah aku tanpa daya hanya untuk sekedar mengungkapkan rasa seperti apa sekarang gerangan kabar hati yang kunjung lumutan kerana menanti secuil canda berharga dan perhatian mahalmu.

Satu hal yang harus kau tahu! Aku wanita dan jangan kau pikir memperlakukanku sesukamu adalah sebuah kebaikan. Tidak ada dalam kamus bahasaku kau akan seenaknya datang berkunjung, mengambil sepotong hatiku pergi, lalu entah kapan engkau kembali! Hah  ...

Meskipun ternyata itu yang terjadi, ... T_T

Kau itu makhluk macam apa sih?
Kau itu makhluk seistimewa apa sih?
Kau itu makhluk semenawan apa sih?
Kau itu makhluk sehebat apa sih untuk membuatku bahagia hidup di alam pertama dan kedua ini?

Kau itu makhluk macam apa? Hah ... hingga sudut hatiku tak berdaya, sepotong hatiku tertinggal di sebelah hatimu ...

Mengertilah pada perasaan kaum wanita, dear. Luangkanlah waktumu untuk hanya sekedar membuatku tersenyum merah hingga sumringah hati memenuhi setiap hari.

Mengertilah aku wanita, dear. Hatiku tertinggal di sebelah hatimu!

Maka, kau harus tahu! Ketika kau mulai jauh dariku, aku kelimpungan bukan main. Hatiku sesak susah nian bernafas bahkan sekedar meluapkan amarah kesal karena merindu padamu.

Dengarlah, aku wanita, dear. Hatiku tertinggal di sebelah hatimu ...

Semoga engkau berkenan untuk tetap menjaganya agar selalu dalam ketenangan.

Dan salah satu ketenangan hatiku itu adalah saat kau dekat dan tak mau menjauh dariku.

Atau kau pergilah lalu kembalikan sepotong hati yang pernah kau ambil tanpa sadar.

Sepotong hatiku tertinggal di sebelah hatimu, dear ... maka tolong jagalah hei makhluk menyebalkan yang terus saja menebarkan virus kerinduan yang menyesakkan bahkan memekakkan telingaku ini!

Sabtu, 06 Mei 2017

Pengumbar Kata Maniss

"Gimana keadaanmu sekarang, Dek?"

"Udah lebih baik, kok!" Senyumnya menghiasi.

"Yaah, hidup memang tak bisa diprediksi yaah. Apalagi perihal perasaan." Gumamku coba menenangkan. "Tapi kamu masih suka kan sama dia, Dek?"

"Masih  ... Tapi, rasa itu sudah kuhapus lalu hilang seketika berganti perih yang tak mudah pergi.

Aku cuma nggak nyangka aja,  Kak. Selama ini dia begitu baik. Bahkan sempat aku minta putus sama dia. Dia nggak mau, dan malah nangis sesenggukan," Ujarnya lagi

"Ohh  ..." Aku masih merangkai kata untuk menanggapi ...

"Kata-kata manisnya selama ini kemana perginya coba, Kak. Yang katanya dia nggak bisa hidup tanpa aku? Yang katanya akan selalu berdua? Yang katanya bakalan setia apapun yang terjadi? Bulshiit tau, Kak!" Kulihat wajahnya menahan kesal dan perih.

"Yah, anggaplah itu pembelajaran, Dik. Kita tak bisa memprediksi akan seperti apa beberapa waktu ke depan. Hanya bisa berencana. Selebihnya rencana Tuhan yang terlaksana." Aku mencoba bijak menyikapi masalahnya.

"Iya sih, Kak."

"Seperti sakitku ini yang datang tiba-tiba. Padahal sebelumnya sudah kususun rencana sedemikian rupa untuk beberapa hari ke depan. Tugas dan agenda pun sudah menanti. Tapi, yaitu manusia hanya bisa berencana dan berikhtiar yang terbaik. Selebihnya ... Tuhan Maha Tahu yang terbaik."

"Iya, Kak. Tapi, jujur saja aku merasa lebih baik setelah dia memutuskan. Bebas ... dan lebih nyaman. Apa-apa nggak usah laporan."

"Hah  ... laporan? Tanyaku heran dan polos.

"Iya, kan dulu mh kalo ada apa-apa atau habis ngapain aja harus laporan. Kan capek, Kak." Ujarnya dengan wajah merengut bertopang dagu.

Kami memang sedang menikmati waktu di pelataran kamar sambil bercengkrama sehabis makan siang, menikmati liburan pekanan.

"Dan lagi, aku senang karena bisa terbebas dari dosa. Setidaknya sekarang aku bisa lebih menghindari, Kak. Dulu waktu masih pacaran mh susah kan."

"Hmm baguslah, Dek. Barangkali itu pertolongan sekaligus tanda cinta Allah kamu putus sama dia."

"Cuma aku kesel aja, Kak. Dulu kok dia pinter banget berkata-kata. Maniss banget kayak gula ... bikin aku takut diabetes. Kata-katanya panjang banget udah kayak ceramah berjam-jam ... ya, aku percaya aja sama kalimat-kalimat indahnya dia. Secara aku cewek Kak, meleleh lah digombalin sedemikian rupa."

"Halah mungkin itu kamu nya aja yang kurang kuat iman, Dek. Haha."

"Iya sih, Kak. Makanya sekarang meskipun sakit ketemu aja udah kayak orang nggak kenal yang biasanya senyum, nyapa, ini mh malah buang muka. Hiks. Tapi ya bersyukur bisa terlepas dari pacaran." Ujarnya tegas menggambarkan hati yang kecewa tandas lalu menyikapi dengan bijak dan kedewasaan.

Aku menemukan raut muka penyesalan, kesedihan, dan kekecewaan, dari bola mata nya yang sayup.

***

Cinta memang seperti itu yah. Jaraknya sungguh sangat tipis antara cinta dan benci. Aku yang menjadi saksi antara mereka berdua. Kala pagi hari sebelum masuk kelas. Sekotak sarapan manis, akan dikirimkan seorang lelaki yang tak kalah manis dari coklat, mengantarkannya untuk kekasih hati sang pujaan.

Atau sekotak perhatian yang diberikan sang perempuan kala sang laki-laki sibuk menghadapi ujian.

Atau kebersamaan-kebersamaan kecil lainnya. Yang menunjukkan sepertinya mereka adalah dua sejoli yang takkan terpisahkan.

Setipis itu, jarak antara cinta dan benci.

Laki-laki itu memutuskan tanpa memberi kejelasan alasan. Seolah amnesia atas setiap janji manis yang pernah ditorehkan.

Sekejam itu, tiba-tiba memutuskan. Tanpa memikirkan bagaimana perempuan menata perasaan yang seenaknya diporak-porandakan.

***

Beruntungnya, sang perempuan menginsyafi kesalahan dari pengalaman. Ia tak lalu menjadi perempuan cengeng yang menangis sedu sedan. Tapi berubah menjadi wanita kuat dan lebih bijak memberi pemahaman pada realitas kehidupan.

***

Aku menarik kesimpulan, ternyata laki-laki baik itu bukan ia yang pandai mengumbar kata romantis, menghujani dengan manisnya perhatian, atau lamanya kebersamaan, hingga membuat wanita melayang dibuatnya. *Jika tak diiringi dengan kesungguhan.

Tapi, ia yang pandai menjaga diri dan lisan dari mengobral sikap dan kata -mantra ajaib peluluh hati perempuan. Sampai ia berani menghalalkan, bukan sekedar mempermainkan.

Dan, kesetiaan serta komitmen ternyata tak bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki kualitas cinta yang rendahan yah. *oops

#Semoga ini tergolong kisah Inspiratif😂
#ODOP_Batch_3
#07/Mei/2017

Tangerang kota, dini hari menjelang pagi.

Kamis, 04 Mei 2017

Berbeda

Hari ini aku tercengang
Dengan pandangan yang berbinar
Ada apa?
Kenapa dunia terasa lebih terang dari biasanya

Kenapa wajah-wajah ini serasa mengirimiku senyum manis yang selama ini tak dapat aku lihat

Selama ini mereka tersenyum
Mereka tertawa
Mereka bergelak tawa
Mereka bertengkar dewa
Mereka berkeliaran lincah

Tapi itu semua terasa biasa saja, hambar, dan gelap ...

Tapi, hari ini
Sepasang bola mataku tak lagi gelap
Tunggu-tunggu
Tapi kenapa hanya sekejap

Kala kepala terbangun dari menunduk khusuk
Lalu cerah seolah memenuhi seisi ruang otak

Ah, hatiku pun ikut cerah
Pandangannya tak lagi keruh

Tunggu-tunggu
Kenapa hanya sekejap
Aku terbangun dari lelap ...

Lalu, selama ini bagaimanakah keadaan hidupku tanpa cahaya
Pantas saja semua terasa pengap ...

Tunggu-tunggu
Ah, bahkan untuk memberi hati segenggam cahaya pun aku tak berdaya

Lalu, pada siapa dan kemana aku harus membeli cahaya penerang?

Agar setiap hari
Hidupku dipenuhi terang ...

#ODOP_3

Bumi Allah, 04 Mei 2017

Menikmati senja di penghujung kota ...

Selasa, 02 Mei 2017

Perdana Meet-Up

"Ini Bang Ian yah?" Aku mengulurkan tangan dengan mata penuh selidik, mengingat wajah di foto lalu mencocokannya dengan sosok lelaki di hadapan mata.

"Iya." Beliau pun terlihat seperti heran ada yang mendatanginya tiba-tiba.

"Aku Fitri. Anggota ODOP 3. Mau kopdar juga. Tapi, baru ada Bang Ian aja yah."

"Iya ..." Ucapnya sambil mempersilahkan tempat duduk.

Karena baru satu orang ODOP-ers yang sudah nampak di bumi Kota Tua. Akhirnya aku dan temanku pamit untuk mencari tempat berteduh, meninggalkan Bang Ian yang sedang asyik berlindung di balik pot besar sendirian.

Pukul 10.30, Melihat chat di grup, sepertinya tidak ada tanda-tanda teman-teman akan datang di waktu dekat. Ada yang baru naik kereta, ada yang masih diangkot dsb.

Akhirnya aku menikmati waktu menunggu dengan bermain sepeda berkeliling halaman Museum Fatahillah. Menantang terik panas mentari. Lalu, melipir ke pinggiran perpus yang imut.

Yap, untungnya aku tidak sendiri ada Teh Rani, temanku, yang menemani menjelajah perpus kota Tua. Menatap tajam pada setiap buka yang dipajang.

"Syurga banget ini tempat, banyak bacaan asyik dan berbobot. Jadi kepikiran tinggal di dekat KoTu biar bisa sering-sering mengunjungi kota Tua yang penuh sejarah dan romantis. Apalagi ada perpustakaan gratisnya." 😂

Baru beberapa halaman buku aku baca dan lupa apa judulnya. Haha. Seperti nya sudah ada teman-teman lain yang datang. Kami pun mendatangi tempat Bang Ian menunggu tadi, dan benarlah disana sudah ada Bunda Ratih, Kak Intan, Kak Ciani, dan Iput.

"Akhirnya aku ketemu kalian di dunia nyata  ..." Sorak soraiku keras dalam hati. 😂

Aku pun menyalami mereka satu persatu. Ishhh, Thats really I am very happy to meet them. Orang-orang unik menurutku.

Tadinya, aku ingin membuat sebuah riset (anggap aja riset lah ya) hehe. ✌
"Apakah kedekatan, riuh ramai, dan kehangatan di rumah maya ODOP berbanding lurus dengan kenyataan di dunia nyata?"

Secara jujur saja, aku termasuk orang yang pemalu dan tidak mudah dekat apalagi untuk orang yang baru bertemu di dunia nyata. Meski hampir setiap hari kami berbincang sapa di dunia maya. Hehe

Daan, ternyata hasil risetnya .... Sama saja ... meski awalnya agak sedikit canggung. Tapi selang beberapa detik, ramenya kami seperti di grup sudah mulai tampak.

Adek Iput yang cerewet, juga Kakak-Kakak yang lain yang tak kalah ramai, suka becanda, humble, dan mudah akrab.

Oh iya ada ODOP 3 yang request katanya pengen tau aslinya Iput itu kayak gimana. Hmmm, menurutku setelah pertemuan pertama kemarin. Rame dan manjanya Iput di grup sama dengan rame dan manjanya Iput di dunia nyata. Hahah *peace ya Put. Iput emang Adek gemes yang penuh semangat deh pokoknya.

Oke lanjut cerita tadi, karena langit kota Tua sungguh terik. Menyengat jiwa kami yang penuh semangat. Dan karena waktu salat duhur sudah tiba. Kami bertujuh, lantas mencari mushola terdekat.

Selesai sholat, lantas kami menuju depan cafe batavia. Ternyata disana sudah ada Kavin😍 cantik anet, Kang Ferry dan Adek Fakih. Sholehnya masya Allah ini adik kecil calon penulis hebat insyaallah. 😁

Dan bertambah personil kami. Tapi, ada yang kurang ...

Semua mata odopers berpendar ke seluruh penjuru kota Tua. Mencari sosok orang berperawakan tinggi dan rambut panjang ....

Hingga, dari seberang tampak lelaki berkemeja ungu dan celana setengah kaki.

"Uncle ... " Kami pun bersorak menyambut suhu antik ODOP😂

"Hei, halo halo ... gayanya cool dan terlihat cuek tapi bersahabat banget ..." menurutku sih hahah

"Ayo, kita cari tempat dulu." Kami pun lantas berdiri setelah serasa jadi asin yang dipanggang di panas terik berjalan mencari tempat yang nyaman untuk sekedar berbincang ria dan ngobrol santai ....

"Uncle, uncle, ketawa dong. Pengen denger ketawanya uncle." Iput yang berjalan di belakang uncle berseru

"Hah, Ahahhaa ..." Ternyata ketawanya uncle tetep aja sama Ahahaha mau di grup atau di dunia nyata pun. 😂

Se ... ne ... ng ... bangettt .... lah bisa meet up .... pokoknya ....

#bersambung
#acaramendebarkandanserunyamasihdiceritaselanjutnya😂