"Gimana keadaanmu sekarang, Dek?"
"Udah lebih baik, kok!" Senyumnya menghiasi.
"Yaah, hidup memang tak bisa diprediksi yaah. Apalagi perihal perasaan." Gumamku coba menenangkan. "Tapi kamu masih suka kan sama dia, Dek?"
"Masih ... Tapi, rasa itu sudah kuhapus lalu hilang seketika berganti perih yang tak mudah pergi.
Aku cuma nggak nyangka aja, Kak. Selama ini dia begitu baik. Bahkan sempat aku minta putus sama dia. Dia nggak mau, dan malah nangis sesenggukan," Ujarnya lagi
"Ohh ..." Aku masih merangkai kata untuk menanggapi ...
"Kata-kata manisnya selama ini kemana perginya coba, Kak. Yang katanya dia nggak bisa hidup tanpa aku? Yang katanya akan selalu berdua? Yang katanya bakalan setia apapun yang terjadi? Bulshiit tau, Kak!" Kulihat wajahnya menahan kesal dan perih.
"Yah, anggaplah itu pembelajaran, Dik. Kita tak bisa memprediksi akan seperti apa beberapa waktu ke depan. Hanya bisa berencana. Selebihnya rencana Tuhan yang terlaksana." Aku mencoba bijak menyikapi masalahnya.
"Iya sih, Kak."
"Seperti sakitku ini yang datang tiba-tiba. Padahal sebelumnya sudah kususun rencana sedemikian rupa untuk beberapa hari ke depan. Tugas dan agenda pun sudah menanti. Tapi, yaitu manusia hanya bisa berencana dan berikhtiar yang terbaik. Selebihnya ... Tuhan Maha Tahu yang terbaik."
"Iya, Kak. Tapi, jujur saja aku merasa lebih baik setelah dia memutuskan. Bebas ... dan lebih nyaman. Apa-apa nggak usah laporan."
"Hah ... laporan? Tanyaku heran dan polos.
"Iya, kan dulu mh kalo ada apa-apa atau habis ngapain aja harus laporan. Kan capek, Kak." Ujarnya dengan wajah merengut bertopang dagu.
Kami memang sedang menikmati waktu di pelataran kamar sambil bercengkrama sehabis makan siang, menikmati liburan pekanan.
"Dan lagi, aku senang karena bisa terbebas dari dosa. Setidaknya sekarang aku bisa lebih menghindari, Kak. Dulu waktu masih pacaran mh susah kan."
"Hmm baguslah, Dek. Barangkali itu pertolongan sekaligus tanda cinta Allah kamu putus sama dia."
"Cuma aku kesel aja, Kak. Dulu kok dia pinter banget berkata-kata. Maniss banget kayak gula ... bikin aku takut diabetes. Kata-katanya panjang banget udah kayak ceramah berjam-jam ... ya, aku percaya aja sama kalimat-kalimat indahnya dia. Secara aku cewek Kak, meleleh lah digombalin sedemikian rupa."
"Halah mungkin itu kamu nya aja yang kurang kuat iman, Dek. Haha."
"Iya sih, Kak. Makanya sekarang meskipun sakit ketemu aja udah kayak orang nggak kenal yang biasanya senyum, nyapa, ini mh malah buang muka. Hiks. Tapi ya bersyukur bisa terlepas dari pacaran." Ujarnya tegas menggambarkan hati yang kecewa tandas lalu menyikapi dengan bijak dan kedewasaan.
Aku menemukan raut muka penyesalan, kesedihan, dan kekecewaan, dari bola mata nya yang sayup.
***
Cinta memang seperti itu yah. Jaraknya sungguh sangat tipis antara cinta dan benci. Aku yang menjadi saksi antara mereka berdua. Kala pagi hari sebelum masuk kelas. Sekotak sarapan manis, akan dikirimkan seorang lelaki yang tak kalah manis dari coklat, mengantarkannya untuk kekasih hati sang pujaan.
Atau sekotak perhatian yang diberikan sang perempuan kala sang laki-laki sibuk menghadapi ujian.
Atau kebersamaan-kebersamaan kecil lainnya. Yang menunjukkan sepertinya mereka adalah dua sejoli yang takkan terpisahkan.
Setipis itu, jarak antara cinta dan benci.
Laki-laki itu memutuskan tanpa memberi kejelasan alasan. Seolah amnesia atas setiap janji manis yang pernah ditorehkan.
Sekejam itu, tiba-tiba memutuskan. Tanpa memikirkan bagaimana perempuan menata perasaan yang seenaknya diporak-porandakan.
***
Beruntungnya, sang perempuan menginsyafi kesalahan dari pengalaman. Ia tak lalu menjadi perempuan cengeng yang menangis sedu sedan. Tapi berubah menjadi wanita kuat dan lebih bijak memberi pemahaman pada realitas kehidupan.
***
Aku menarik kesimpulan, ternyata laki-laki baik itu bukan ia yang pandai mengumbar kata romantis, menghujani dengan manisnya perhatian, atau lamanya kebersamaan, hingga membuat wanita melayang dibuatnya. *Jika tak diiringi dengan kesungguhan.
Tapi, ia yang pandai menjaga diri dan lisan dari mengobral sikap dan kata -mantra ajaib peluluh hati perempuan. Sampai ia berani menghalalkan, bukan sekedar mempermainkan.
Dan, kesetiaan serta komitmen ternyata tak bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki kualitas cinta yang rendahan yah. *oops
#Semoga ini tergolong kisah Inspiratif😂
#ODOP_Batch_3
#07/Mei/2017
Tangerang kota, dini hari menjelang pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dan mari berdiskusi sehat. Terima kasih ... :)