Sabtu, 27 Mei 2017

2030

Mobil-mobil angkutan bertebaran, berlomba dengan mobil-mobil pribadi dan kendaraan yang lalu lalang di jalanan raya terbentang luas tersekat oleh lampu merah yang sedang melaksanakan tugasnya menghitung detik demi berganti warna dari merah ke hijau.

"Jombang ... Jombang ... Jombang, Neng."

"Ke Parung Serab, Pak." Tanyaku meyakinkan.

"Iya, Parung Serab, Pondok Aren ... lewat ayo naik, Neng."

Tanpa berlama-lama, aku pun menaiki angkutan umum tersebut. Masih lengang di dalamnya, baru ada satu dua penumpang yang setia menunggu keberangkatan.

"Coba lihat tuh di seberang sana, para pengemis berantem mulu kerjaannya." Kata teman sang sopir yang berdiri di luar mobil tak jauh dari pintu.

"Iya aneh, kerjaannya berantem mulu. Tadi Bapak-bapak berantem di jalanan." Sang supir menimpali seolah itu sebuah candaan biasa.

Ah, lama sekali mobil ini tidak berangkat-berangkat. Aku sudah diburu waktu, takut telat sampai di acara pekanan yang rutin diikuti.

Huft ... ku tekan keyboard di ponsel.
"Mbak, ini mobil nya nggak berangkat berangkat. Aku telat datang kayaknya."

Beberapa waktu tak ada balasan dari member di grup whatsapp ini.
"Ah, bagaimana ini?" Resahku semakin menjadi.

Triing ... ponsel pertanda pesan datang.
"Yaah, bentar lagi kita mau bubar, Za. Nanti tunggu pengumuman di grup aja ya."

"Oh, Yaudah Mbak."

Ah, kau tahu mungkin rasanya seperti apa. Aku sudah beberapa kali naik angkot untuk akan sampai kesana. Tinggal satu lagi angkot untuk sampai menuju destinasi pertemuan pekanan seperti biasa.

Menghilangkan kecewa, aku segera turun dari angkot yang masih juga belum berangkat untungnya. Meski sudah bertambah dengan beberapa penumpang.

Glekk  ... Turun dari angkot pandanganku tertuju pada sudut teras toko yang cukup sempit hampir berdekatan sekali dengan  jalanan raya.

Ada seorang nenek yang tengah duduk dengan kepala menunduk. Di pangkuannya, ada wadah berisi aneka bungkusan seperti nasi ketan yang dibungkus daun pisang. Tatanan rapi ditambah bertabur daun-daun hijau yang belakangan ku ketahui itu adalah daun sereh, kami orang sunda sering menyebutnya seperti itu.

Seperti nya nenek itu sedang berjualan, namun pelanggan sepi sehingga ia tertidur dalam tunduk yang pulas.

"Ah, Nek. Semoga usahamu mendapat berkah dan kelancaran." Lirihku sembari berjalan pelan mencari angkutan untuk kembali pulang ke rumah.

***

2030 nanti Indonesia akan dipimpin oleh anak-anak muda yang kreatif dan produktif. Pada masanya, 73% penduduknya sedang berada di usia produktif. Sedangkan sisanya orang tua yang sudah tidak seharusnya bekerja.

"Jadi, akan menjadi apakah kamu nanti di masa depan. Hanya sebagai penontonkah atau pelaku yang sukses menyumbangkan pertumbuhan ekonomi bagi bangsa?" Tanya Pak guru suatu sore di sela-sela pelajaran berlangsung.

Jujur saja hati berteriak, aku ingin menjadi bagian dari anak muda sukses itu. Menjadi bagian dari pelaku ekonomi kreatif yang sukses membangun bangsanya. Agar berkuranglah pengemis dan orang tua bisa nyaman menikmati masa tua. Karena para anak mudanya mampu membiayai kehidupan mereka.

"Dan itu dimulai dari sekarang. Apa yang kamu lakukan sekarang itu adalah investasi. Mengeluarkan sekian banyak biaya setiap bulannya untuk membayar uang sekolah. Pendidikan adalah kuncinya. Pendidikan adalah investasinya. Meski di masa sekarang kau kelelahan bukan main, tapi bersabarlah akan kau nikmati masa memanen buahnya." Wejangan Pak Guru begitu terngiang di kepalaku sepanjang perjalanan pulang.

Hampir 53% penduduk Indonesia sekarang adalah orang tua yang sibuk bekerja. Dan sisanya adalah anak muda. Tapi di masa mendatang, anak mudalah yang akan mendominasi.

Perubahan kurikulum yang terus dilakukan demi kesempurnaan pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman. Demi menghasilkan generasi yang kreatif dan tanggap pada kebutuhan lingkungannya sendiri.

Ah, lagi lagi ini tentang keberanian, tentang pendidikan, dan tentang perubahan yang diidamkan.

***

Aku turun tepat di depan gerbang sekolah dengan bangunan megah. Kebetulan tempat tinggalku tak jauh dari situ. Kembali menatap bangunan dengan dominan cat merah, kuning, dan biru itu.

"Dari sinilah berawal, semoga pendidikan mampu mengatasi keterbelakangan sehingga kemiskinan semakin ditinggalkan menuju peradaban yang lebih maju. Semoga pendidikan mampu melahirkan manusia-manusia tangguh berakhlak mulia yang memuliakan negerinya." Doaku keras mengetuk hati.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dan mari berdiskusi sehat. Terima kasih ... :)