Rabu, 21 Desember 2016

Kemarilah. Berdiri Di sampingku.

Kemarilah. Berdiri di sampingku.
Di tengah padang yang sejuk
Sambil menyaksikan damai nya pergantian hari
Di langit yang menjadi saksi ...

Kemarilah. Berdiri di sampingku.
Biarkan aku bersandar di bahumu yang nyaman
Yang pundaknya kelak, akan menjadi saksi perjuangannya untukku dan anak sholeh-sholehahku ...

Kemarilah. Berdiri disampingku.
Bersama merasakan dentuman angin yang mendesir halus pada mukena yang kukenakan
Kala hendak menanti suara adzan maghrib
Bertemankan awan putih berarak tenang
Menebarkan bau harum kesejukan

Hhhh ... asrinya udara sehat untuk kau hirup
Dinginnya serasa mengecap syurga
Dalam dekapan oksigen yang menyelubungi tubuh ...

Kemarilah. Berdiri di sampingku.
Simpan rapi ponsel ajaibmu
Dan kita berbincang bersama
Tentang senja dan tentang kita ...

Senin, 19 Desember 2016

Bersama Mereka : Menyenangkan Sekali.

Pertengahan tahun 2014, setelah menyelesaikan sekolah SMK di Tasikmalaya menjadi awal sejarahku merantau ke kota orang. Tepatnya ke daerah Ciputat, Tangerang Selatan untuk menimba ilmu dan menambah koleksi berharga pengalaman di Yayasan Bait Al-Hasan.

Sambil kuliah kelas karyawan yang masuknya setiap hari Sabtu itu, yayasan juga mengikutkan saya kursus PGTK.

Selama kursus saya dan teman-teman seperjuangan lainnya belajar segala hal tentang pendidikan anak usia dini. Dari mulai memahami perkembangan mereka, psikologi pendidikannya, belajar membuat prakarya, microteaching, kurikulum, strategi pembelajaran, etika profesi guru, dan sebagainya yang berkaitan dengan keguruan.

Alhamdulillah, biasanya kursus dimulai dari pukul 13.30 - 16.30. Seminggu 3 kali. Bersama dosen-dosen yang inspiratif dan menyenangkan. Banyak pelajaran berharga yang kami dapat selama belajar bersama beliau.

Hingga kami sampai di acara wisuda PGTK. Setelah lulus kursus, aku mulai langsung terjun ke lapangan mengajar di TK Islam Bait Al-Hasan. Di kelompok bermain.

Tahun itu menjadi tahun awalku, benar-benar intens berinteraksi dengan anak-anak kecil yang lucu. Usianya sekitar 3 - 6 Tahun.

Mereka itu unik dan di usia itu memiliki ciri khas perkembangannya. Kadang masih ada yang nangis ketika akan ditinggal oleh Ibu yang mengantarnya sekolah, ada pula yang sudah pandai dan mandiri bahkan sangat akrab dan senang bercerita dengan kami para bunda-bunda gurunya.

Berfokus ke dua anak didikku, Lutfan dan Alvaro.
Nama lengkapnya : Muhammad Lutfan Asytar dan Alvaro Zahran Malik. Mereka dua anak laki-laki yang tampan dan memiliki karakter uniknya masing-masing.

Di awal-awal masuk sekolah, mereka kadang masih suka rebutan baik itu mainan, sepeda, pensil, atau lainnya bahkan mereka juga suka berebut perhatianku sebagai gurunya.

Jika, Alvaro merasa tidak senang ketika aku sedang berbincang dengan Lutfan dia biasanya suka marah  menunjukkan sikap ketidaksukaannya. Kadang sedikit susah untuk diarahkan dsb. Alvaro memiliki karakter keras tapi anaknya sangat cerdas dan cepat tanggap.

Lain halnya dengan Lutfan, dia anaknya sangat lembut. Ketika Alvaro marah-marah entah karena berebut perhatian denganku biasanya ia terdiam. Sambil memanggil Ibunya ...

"Ibu ... Ibu ... Aku mau ke Ibu, Bunda." Katanya sambil terlihat mulai menangis. Lutfan pun anak yang sangat penurut, cerdik, dan baik hati.

Di usianya mereka saat itu 3 - 4 Tahun. Selalu ada saja tingkah lucunya. Kadang, aku sebagai gurunya harus pandai-pandai mengayomi mereka agar tetap tidak keluar dari konteks belajar sambil bermainnya.

Saat kita sedang bermain olah raga, senam, ataupun belajar di kelas adakalanya mereka harus dipaksa untuk tertib. Hihi namanya anak-anak yah masih suka dengan keinginannya sendiri dan senang sekali bermain. Ada yang seluncuranlah, lari-lari an sama temannya, dan lain-lain.

Aku teringat percakapanku suatu hari dengan mereka ketika menanyakan apa cita-cita mereka.

"Ayo, kalau cita-cita Lutfan dan Alvaro kalau nanti sudah besar mau jadi apa ?"

" Aku mau jadi koki, Bunda."

"Aku mau jadi pemadam kebakaran, Bunda."

Ah, menyenangkan sekali melihat dan menyaksikan mereka berebutan lebih dahulu menjawab pertanyaanku.

Di lain waktu, Lutfan bercerita lagi ingin menjadi Pak Ustadz katanya. Hihi si sholeh, putih, imut, dan ganteng ini selalu memberikan keceriaan setiap harinya di sekolah.

Pun Kakak Alvaro, ia sangat senang bertanya dan kritis menanggapi suatu hal. Senang berkreasi pun bercerita tentang adik kesayangannya di rumah. Tentang rebutan mainan atau tentang sarapan pagi yang ia lewatkan karena lebih suka minum susu.

Setiap hari senin kami Bunda-bunda guru memakai seragam agamis cantik warna merah yang sudah di berikan Bunda Kepala sekolah,  Selasa baju bebas asalkan tetap sopan dan islami, Rabu kita memakai baju olahraga, Kamis batik biru, dan jumat khusus baju putih karena hari itu ada praktek sholat.

Setiap harinya, sebelum kami masuk kelas baik itu Kakak kelas TK.A, TK.B, atau KB. Kami biasa, melingkar di teras depan sekolah sambil gerak dan lagi.

Dari  mulai lagu demi matahari, dzikir anak, sampai asmaul husna lengkap dengan gerakan menari ala khas anak-anak TK yang imut. Hihi

Selanjutnya, membaca ikrar dan doa. Berbincang-bincang mereview, merefresh, dan menstimulus mereka untuk lebih semangat menjalani kegiatan di sekolah hari itu.

Pukul 08.00 teng, kami masuk kelas bersama.
Dan pembelajaran pun di mulai. Ah, menyenangkan sekali bersama mereka ketika kita membiasakan hal-hal baik dari mulai berdoa sebelum belajar, sebelum makan, masuk keluar kamar mandi, dsb.

Membiasakan mereka mendoakan orang tua, dan terbuka hal apapun terhadap gurunya. Mendengarkan cerita mereka tentang apapun, tentang film yang ditontonnya : upin ipin atau robot-robotan baru yang di beli oleh Papanya.

Karena ini TK Islam, jadi sebelum belajar selain berdoa juga membaca iqra dulu. Selanjutnya bernyanyi, permainan, ataupun membuat karya dari mulai mewarnai, kolase, menyusun puzzle, membangun balok, dan melatih ketangkasan dengan bermain bola, dsb. Sesuai dengan rencana mengajar yang sudah dibuat.

Di sekolah ini pun juga menerapkan bawa bekal ke sekolah. Jadi, ketika istirahat anak-anaknya nggak jajan tapi makan bersama bekalnya masing-masing. Lebih higienis dan sehat bukan ?!

Pernah mengikuti beberapa kunjungan pembelajaran, study tour, perlombaan antar TK. Juga pernah mengikuti lomba tari guru. Hihiy, semuanya pengalaman yang menyenangkan dan penuh pembelajaran berharga untukku.

Aku jadi bisa belajar lebih memahami anak-anak dan karakternya yang berbeda-beda, menanganinya, menenangkan ketika mereka menangis, ataupun bertindak tegas ketika mereka mulai melanggar aturan.

Alhamdulillah, masih banyak sebetulnya cerita bersama anak-anak itu setiap harinya. Tapi, kadang aku kelu menceritakannya saking takjub nya pada mereka. Ada sosok damai, penuh bersahabat, dan ceria dari Aruna, menenangkan dan cerdasnya Selo, manjanya Alana, kreatifnya Geriel, tampang gemesnya Raisyad, dan si cantik lemah lembutnya Shakira.

Sekarang mereka sudah beranjak besar, masuk sekolah SD pilihannya masing-masing. Semoga menjadi anak sholeh-sholehah ya Nak, cerdas, berakhlak mulia, dan banyak bermanfaat bagi kebaikan agama dan bangsa.

Terima kasih untuk Bunda Lies dan Ayah yang sudah memberi kesempatan bergabung dengan sekolah yang sangat bagus mendidik anak-anak dengan metode Islam. Dan disini juga tak ketinggalan program les komputer, english, makan bersama, dan banyak kegiatan hari besar Islam maupun nasional lainnya.

Alhamdulillah, sejuknya angin dan hijaunya kehidupan membawaku sekarang bertemu lagi dengan dunia pendidikan dan anak-anak. Menyenangkan sekali. Bertemu setiap hari dengan anak-anak kesayangan harapan bangsa. Mereka aset berharga kebaikan ummat. Dan setingkat lebih di atas TK.

Yang tadinya mengajar anak-anak usia dini. Sekarang bisa belajar mengajar dengan anak-anak di usia SD dan remaja Sekolah menengah.

Pernah terbersit untuk beralih ke dunia lain sih, haha misal kerja di mana begitu tapi saya suka dunia saya saat ini. Menyenangkan sekali bersama anak-anak. Ada kedamaian dan kebahagiaan di hati yang sulit dilukiskan.

Menikmati setiap momen bersama mereka semoga menjadi bekal yang akan dikenang keindahannya oleh mereka.

Karang Tengah Tangerang Kota, 20 Desember 2016.

Jumat, 16 Desember 2016

Sang Gadis Part II

Hari semakin sore. Namun, Wiwi masih saja termenung dalam pangkuan Bibinya. Kini ia tak lagi menangis menjerit-jerit seperti tadi saat berusaha mencegah Bapaknya pergi.

Mulutnya seolah terkunci. Yang ada hanyalah suara isak tangisnya yang belum berhenti. Pandangan matanya kosong. Mengikuti setiap aliran sungai di matanya yang sedikit demi sedikit mengalir namun begitu istiqomah menuruni pipi.

Matanya merah, sesekali menatap wajah Bibinya. Yang tengah berusaha memberikan pelukan sayang ternyaman untuknya. Agar ia tak lagi merasa kecewa dan sendiri.

Tak banyak kata yang mereka ucapkan. Mereka larut dalam senandung pikirannya masing-masing.

Masih begitu jelas semua di pelupuk matanya. Kejadian dua hari yang lalu. Saat Sang Ibu sedang di bawa di keranda jenazah bertutupkan kain hijau yang dibawa oleh empat lelaki gagah.

Aku tak begitu mengerti kala itu. Apa yang tengah terjadi. Hiruk pikuk manusia berkerumun memasuki rumahku. Melembut sunyi aksi sakratul maut dari Mamah. Tengah dibantu oleh Bapak yang begitu fokus kulihat. Entah sejenis lafal-lafal atau mantra apa yang diucapkan Bapak.

Dengan ilmu yang Bapak punya, setelah melanglang buana menuntut ilmu di pesantren. Ia duduk di samping Mamah. Ia, Bidadari syurgaku terbaring.

Raungan tangis para tetangga, meliputi suasana saat itu. Satu persatu anak-anaknya yang sudah dijemput mendadak dari sekolah berdatangan. Tak kuasa menahan air mata, melihat wanita mulia kesayangan mereka tengah meregang nyawa menahan sakit setelah selama ini ia bertarung dengan penyakit paru-parunya.

Tangan Bapak begitu tandas menyentuh perut Ibu. Dengan mata tertutup, ia terus berkomat-kamit dalam bathin.

Entah waktu itu, aku adalah seorang anak gadis yang masih suci. Sehingga aku melihat sekelebat cahaya putih, keluar dari mulut Ibuku. Saat ia tengah menghembuskan nafas terakhirnya.

Sekuat tenaga Bapak sudah berusaha membantu. Tapi, apa daya segala kekuatan dan takdir ada di tangan Allah. Allah memanggil Ibuku di usia 5 tahun.

Raungan tangis orang-orang semakin nyaring kudengar. Sementara aku dengan mataku masih saja lugu untuk memahami.

"Ibu, Pak ... Ibu ..."

"Ibu ..... " Teriakan duka begitu kencang dari Kak Rika. Ia Kakakku yang pertama.

Ritual kewajiban dari agama, satu persatu dilaksanakan untuk mengurusi jenazah suci Ibu. Dimandikan - dikafani - dan dishalatkan.

Setelah selesai ritual memandikan jenazah, aku di bawa entah oleh siapa saudara keluargaku. Ia membasuh mukaku dengan air yang tadi dipakai untuk memandikan jenazah Ibuku.

Suasana terasa begitu sendu, penuh dengan kesedihan dan pilu. Bahwa Ibu kami satu-satunya lebih dahulu meninggalkan kami keenam anak-anaknya.

Betapa duka yang mendalam, kurasakan dari raut-raut wajah dan isak tangis Kakak-Kakakku.
Betapa sosoknya takkan terganti. Kasih sayangnya, kesabarannya, damai dan teduh dari raut wajah dan tutur katanya. Syurga menantimu, Bu. Allah lebih merindukanmu.

Ah, iya adikku. Kemana ia ?

Aku tak ingat dimana ia waktu itu. Seorang bayi perempuan mungil yang baru berumur 14 hari. Tanpa sempat bertemu dan menatap wajah Sang Mama sebelum ia beranjak mengenal kata dan sosok wajah.

"Mamah .... " Tangis Kak Rika begitu pecah saat Mamah hendak dikebumikan di pemakaman desa kami yang jaraknya sekitar 30 M dari kediaman rumah.

Dengan memakai daster orange, ia meradang di jalan di dampingi tetangga yang peduli di samping kiri dan kanannya. Memegang erat tangannya.

"Mamah ... " Tangis pecah itu begitu fasih aku ingat. Hingga ia pingsan tak sadarkan diri.

Ah, tak kuat sepertinya ia. Melepas kepergian Mamah. Mamah tercintanya. Satu-satunya Ibunda tercintanya, yang begitu sabar mendampingi setiap fase kehidupannya sampai ia menikah dan memiliki seorang anak sekarang ini.

Setelah, pemakaman usai dan doa-doa di lafalkan dalam barisan jamaah para pelayat. Setiap malam rumah kami menjadi ramai dengan tahlilan dan yasinan, demi mengirim doa untuk meringankan setiap jalan yang akan Ibu tempuh di alam keabadian sana.

Malam beranjak, pagi pun tiba. Suara gemericik burung, sejuk embun menghiasi kabut dan pagiku di teras rumah. Memandangi sekeliling bekas-bekas bersejarah kehidupan dengan Mamah.

Lalu lalang orang desa yang hendak pergi ke sawah dan kebun mulai ramai melewati pekarangan rumahku. Memang jalanan rumah kami dekat sekali dengan jalan menuju kebun-kebun penduduk desa.

"Wii ... wiiii  ... Kaaa. .. Kaa ... Rin ... Ren ... Hanan ...
Bapakmu pulang, tuh. Dia udah jalan mau kesini." Sahut Bi Engkom tetangga dekatku yang sudah dulu bertemu Bapak di jalan.

Ah, tak banyak pikir. Aku langsung saja berlari menyambut Bapakku. Menuruni jalanan berbatu yang cukup curam, sebelum sampai ke jalanan beraspal dimana Bapak berada.

Aku termenung melihat Bapak. Ia berjalan begitu cepat, seolah sedang meluapkan kemarahan. Tak ada sambutan manja yang biasa kuterima saat bertemu dengannya. Ia bahkan tak menatapku, gadis kecilnya. Setelah jarak kami begitu dekat. Ia terus saja berjalan.

"Memang apa yang ada di pikiran Bapakmu itu, Ka ... Wiii ... ? Tak habis pikir aku padanya." Sahut tetangga yang juga saudaraku. Bi Adah namanya. Raut geram dan kesal terpancar dari air mukanya. Ia berteriak dari dalam rumahnya yang aku lewati.

Entah cerita apa yang sudah ia dapat. Hingga begitu kesal bicaranya pada Bapak.

Aku yang sungguh masih polos waktu itu. Lantas berujar," Bapak ..."
Khas suara anak kecil memelas pada orang tua kesayangannya.

Tak ada sahutan. Ia terus saja beranjak melewati jalan bebatuan itu.

*To be continued

Allah Menyayangimu

Apalah aku diantara mereka
Hanya puing-puing terkecil dari debu yang berserakan ...

Kaki dicacah bak cincang daging ayam ...
Pucat ... pasi ... biru ... lebam ...
Perih ... Darah ...
Tanpa bius ...
Nak, Allah menyayangimu  ...
Lafal-lafal suci terus terlantun dari bibirmu ...
Nak, Allah menyayangimu ...

Mereka tabungan jaminan ...
Dan saksi di hadapan Rabb-mu ...

Iman mereka tak biasa
Keyakinan mereka luar biasa
Di tengah dentuman bahaya setiap rasa
"Hasbunallah Wa nikmal Wakiil"
Pekik," Hasbunallah Wa nikmal Wakiil"

Guyuran darah sudahlah menjadi pemandangan biasa
Menyelimuti setiap rusuk sendi kehidupan sana
Mereka manusia, sayangi sesama makhluk bumi
Bukan untuk aniaya ...

Nak, sayangku ... Allah bersamamu
Ibu dan Bapak ... Allah menyertaimu
Kakak dan Adik ... Allah mencintaimu ...

Allahuakbar !!!
Hancurlah kau kebiadaban
Kau hanya makhluk yang berbentuk manusia
Namun tak memiliki sedikitpun perikemanusiaan

Aleppo ...
Palestin ...
Dan saudara-saudari kami dimanapun berada ...
Yang tengah berjuang
Menyanjung peradaban ...
Menentang kebiadaban ...
Memperjuangkan ahad ... ahad ... ahad ...
Sang Maha Agung ...

Kami menyayangimu ...
Doa kami semoga mampu terus menguatkanmu ...
Saudariku ... Peluk cinta jauh dariku untukmu ...
Kau adalah manusia-manusia hebat
Yang Allah pilih ...

Dunia tak kau hiraukan
Kau adalah yakin tertinggi
Akan janji-Nya yang pasti
Allah menjamin syurga untukmu ...
Allah menjamin syurga untukmu ...

Cerita tentang penyiksaan Sumayyah ...
Terduplikasi ...
Allah ... Allah ... Allah ...
Dan Rasulullah mencintaimu ...
Allah ... Allah ... Allah ...
Dan Rasulullah mencintaimu ...

Allah ... Allah ... Allah ...
Dan Rasulullah mencintaimu ...

#Saudariku
#SaveAleppo
#SavePalestin
#Ayukikutdoakanmerakaselalu
#Kitaadalahsaudaramereka


Selasa, 13 Desember 2016

Kebahagiaan itu begitu dekat ; Ayo buka mata buka hati untuk terus bersyukur

Pagi ini, aku begitu dibahagiakan Tuhan. Dengan perhatian-perhatian sederhana, yang membuat semangatku sampai di ubun-ubun kembali.

Setengah tujuh pagi, aku sudah siap di halaman depan sekolah untuk menyambut anak-anak datang.

Duduk sebentar di kursi yang sengaja tersedia disana. Lalu, satu persatu anak-anak mulai berdatangan.

Dan seperti biasa, selayaknya saling bertemu. Aku bersalaman dengan mereka.

"Ibu ... udah sembuh ?"

"Ibu sakit ini ya, bagus minum obat ini lho bu."

"Ibu, kemana aja ? Kok lama nggak masuk ?"

"Ibu kangen ih ... Alhamdulillah Ibu udah sembuh kan ?"

Banyak sapaan dan pertanyaan yang kuterima dari mereka anak-anakku.

Bahkan, ada yang sangat antusiasnya ketika melihatku kembali.

Seorang anak kecil berlari dari arah gerbang, menujuku dan segera memelukku. Ia berkali-kali menengadahkan wajahnya padaku. Sepertinya ingin memastikan dan bahagia bisa bertatap muka kembali.

"Alhamdulillah, Ibu sudah sembuh." Kalimat singkat yang kulontarkan menjawab pertanyaan sayang dan perhatian cinta mereka untukku.

Berbincang-bincang sedikit dengan mereka. Lalu segera bergegas, karena bel sudah berbunyi.

Aku dan teman-temanku yang sedari tadi menyambut anak-anak lantas pergi ke kantor untuk melaksanakan tugas kami masing-masing.

Karena, sudah selesai musim UAS. Minggu ini kami disibukkan dengan memeriksa hasil UAS dan merekap nilai.

Di ruang guru aku dan rekan-rekanku yang lain, tengah sibuk memeriksa soal ujian anak-anak. Sambil diselingi obrolan dan diskusi ringan disertai tawa renyah canda tawa kami.

Beberapa waktu kami khusuk dengan pekerjaan kami, tapi canda tawa tetaplah refleks mewarnai kami hari itu. Karena mungkin sebagai pelampiasan otak yang sudah semakin panas dengan periksaan soal yang bejibun itu. Ahahha

Singkat cerita, kami melalui hari dengan bekerja dan menyelinginya dengan istirahat sholat dhuha sholat dzuhur dan berbincang seru sebelum pulang sekolah.

Entah apa saja yang kami ceritakan, banyak sekali rasanya yang menjadi perbincangan seru kami. Maklum yah namanya juga wanita apalagi kalo sudah pada ngumpul. Beuh, jangan tanya ramenya.

Aku pun terkesima dan berterima kasih kepada mereka, teman-teman kerjaku, yang begitu care menanyakan perihal sakitku kemarin di lanjut saran-saran mereka untukku lebih menjaga   kesehatan dan rutin meminum obat herbal.

Sepulang sekolah, aku melanjutkan sebentar memeriksa soal anak-anak. Di asrama pun tak lepas dari kebersamaan dengan teman-teman asrama ku. Mereka penuh canda tawa dan kejailannya masing-masing.

Alhamdulillah, itu semakin menambah semangatku untuk selalu semangat menjalani hari dan terus menjaga kesehatan demi memberikan manfaat yang lebih banyak untuk mereka.

Mereka menyuntikkan semangat dan energi yang luar biasa bagi sanubari dan memacu hormon endorfinku untuk lebih berbahagia dan selalu bersyukur.

Banyak sekali hal yang kadang tak kita sadari bahwa itu anugerah dari Allah yang harus kita syukuri, namun kadang kita terlupa karena terlalu sibuk dengan hal-hal yang menyita pikiran saja.

Selepas sholat ashar, aku main ke kosan temanku : mengajaknya makan bersama. Dan seperti biasa kami kalau sudah bersama. Pasti cerita banyak hal. Dari mulai yang bikin baper, bahagia, ketawa, sampai unek-unek yang mengganjal di hati dan pikiran kami pun di keluarkan.

Bukan semata untuk curcol nggak jelas sih, tapi ya itu adalah salah satu ekspresiku menyingkap rindu setelah cukup lama tidak bertemu karena aku baru sembuh dari sakit.

Banyak hal yang aku dapatkan dari sakit kemarin, diantaranya : sungguh sehat itu mahal sekali, dan kebersamaan kita denga  orang-orang terdekat kita pun sangat berharga. Karena, ternyata toh kita tidak bisa setiap waktu ada bersama mereka.

Melewati setiap hari, suka maupun duka semua cerita. Kala semua itu terhalang jarak dan kondisi pun waktu : kita akan sangat merindukannya.

Ah, aku jadi semakin mensyukuri banyak hal. Masih diberi kehidupan oleh Allah, memandang langit malam dengan cahaya bulan yang semakin benderang, memeluk dan mendapat ciuman anak-anak imutku sayang,  bercengkrama dengan teman-teman asrama.

Sampai berpuyeng-puyeng bersama mengerjakan pekerjaan kita yang dikejar deadline dan harus kami tuntaskan.

"Fitri sini sih, lama banget nggak ketemu. Gimana aja kemarin pas dirawat ?" Sapa Ibu rekan kerjaku yang sangat kami hormati.

Lalu dari pertanyaan itu, riuhlah cerita dan perbincangan kami.

Hh ... Alhamdulillah yah, ternyata kita masih diberi kesempatan berjuang, belajar banyak hal dari merantau, bersahabat, menyayangi, berkarya, dan berfamily dengan mereka saudara yang kita temukan setelah besar di perantauan meski tak sedarah.

Tapi mereka telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang amat berarti. Teringat keluargaku yang telah sabar merawatku selama sakit. Ah, kebaikan mereka begitu tulus tak terhingga. Sayang mereka begitu jernih menyiram sungai-sungai di kedalaman hati dan pikiranku untuk mengaliri kembali perjalanan air untuk sampai ke muara dengan baik dan selamat.

Aish, malam ini setelah pulang dari mesjid melaksanakan sholat isya dan mengaji. Aku lantas mengambil HP, dan membaca keramaian bincang-bincang asyik di grup ODOP dan beberapa temanku via maya.

Huft, meskipun kita ada yang belum pernah bertatap muka atau hanya sesekali ketika libur. Tapi, silaturahim kita lewat telepon tidak menyurutkan esensi ukhuwah kita.

Kita tetap akrab, bercanda ria, berbagi banyak hal tanpa pamrih. Love dan terima kasih yah untuk kalian.

"Dear, are u okay ?"

Suara klik dari telepon menandakan ada pesan dari seseorang yang tengah jauh disana. Berjuang menggapai cita-cita dan kebahagiaannya.

"Am okay dear"

Ah, pesan manis berujung pada pesan rindunya. Yang lalu kutepis dengan sikap sok bijaksanaku.

"Setiap kali rindu, menuangkannya dalam semangat yang lebih berkali lipat untuk belajar pun bekerja. Supaya rindu, tidak hanya menjadi rasa yang menyita perasaan dan waktu. Tapi, menjadi energi yang menggandakan kebaikan bagi diri."

"Yap, menggandakan energi kebaikan dan semangat pada rindu yang dititipkan."

Ah yah, malam ini aku ditemani pengantar tidur pesan manis ia.

He said," Selagi itu bersamamu, aku akan bahagia."

"Apalah aku yang tak memiliki apa yang mungkin membuatmu bahagia."

"No, u have it. U are my happiness."

Aissshhh ... senyum mengembang dari hati. Alhamdulillah, banyak sekali hal yang harus kita syukuri.

Meski sekarang hidup kita sedang penuh perjuangan. Baik itu dalam hal menuntut ilmu, mendewasakan diri, pun mengais rezeki.

Tapi, cinta dari sekeliling kita tak pernah surut. Bahwa kasih sayang itu selalu lah sangat mahal melebihi apapun. Meski, uang banyak tapi tanpa kasih sayang yang tulus diantara kita. Pasti akan terasa hambar.

Itulah yang harus selalu kita pupuk, bahwa saling menyayangi diantara kita benar-benar menjadi kekuatan hati yang menggairahkan kehidupan kita. Bersemangat melanjutkan kehidupan meraih cita.

Malam sudah larut dan aku akan tidur.

Aisshh setelah sebelumnya membaca pesan manis lagi dari seorang sahabat.

Uhibbukum fillah, mari terus bersyukur atas segala nikmat Allah, berkhusnudzan untuk setiap rencana terbaik-Nya, dan mari kita tidur cantik dengan hati tenang dan bahagia.

Mari tidur. Semoga esok bangun, dengan hati dan jiwa yang selalu mencintai taat kepada-Nya. Aamiin yah. 😊🍃

Sang Gadis Part 1

Hujan terus mengguyur kota Indramayu setelah dzuhur tadi.  Semakin deras hingga jalanan Penuh dengan genangan air hujan. Pohon-pohon pun ikut goyah, terkena angin. Lalu lalang kendaraan di jalanan semakin menderu menerobos hujan di sertai guntur itu.

Deras, irama lebat air seolah menjadi nyanyian merdu di telinga setiap manusia penghuni kota mangga ini.

"Ikut ... aku mau ikut  ..." Teriakan keras anak kecil memecah hujan, ia berlari dari dalam rumah.
Semakin ia berlari, semakin keras ia berteriak ingin ikut. Semakin keras pula, genggaman tangan sang Bibi menahan gadis berusia 5 tahun itu.

"Bapak ... aku mau ikut. Bapak jangan pergi. Ikut Pak. Ikut." Suaranya semakin nyaring berlomba dengan kuatnya suara hujan.

Jalanan seolah menjadi saksi.

"Jangan ikut ya, Nak. Nanti Bapak pulang lagi kok." Sahut sang Bapak mengelus rambut anak itu tanpa turun dari motornya yang ia hentikan di pinggir jalan sambil lalu melaju menuju tujuannya yang entah kemana anak itu tak tahu.

Yang ia tahu, ia hanya ingin ikut dengan Bapak semata wayangnya. Bapak yang begitu dekat dengannya. Tempat ia bermanja dan bercerita segala rasa. Tempat ia berpangku, kala Bapaknya tengah dzikir sehabis sholat. Ia duduk di pangkuannya menikmati Tenang nya dzikir.

Tapi kini, ia benar-benar kecewa. Bapak yang selama ini ia kagumi, ia hormati tanpa pernah terbersit kekecewaan padanya. Tega akan pergi meninggalkannya.

Setelah selang dua hari saja. Kekosongan itu masih ada. Ibu nya baru pergi meninggalkannya, menghadap keharibaan-Nya. Ada rasa hampa yang sulit ia terka rasa semacam apa itu.

Kini, Bapaknya entah akan pergi kemana.

Anak itu kembali berlari. Berusaha mengejar motor hitam yang dipakai sang Bapak. Ia sekuat tenaga menerobos hujan. Sekuat tenaga memanggil sang Bapak agar kembali.

Namun, Bibi nya dari belakang terus saja mencegahnya.

"Sudah, Nak. Ayo ikut sama Bibi."

"Nggak mau, Bi. Aku mau ikut Bapak. Ikut Bapak, Bi. Ikut."

Seolah sama-sama mengeluarkan tenaga terbaiknya. Sang Bibi terus saja mencegah keponakannya yang terus menangis dan ingin mengejar sang Bapak. Keponakannya pun terus saja menangis dan berteriak  memanggil sang Bapak.

"Aku mau ikut Bapak, Bi. Kenapa Bapak pergi, Bi. Aku mau ikut, Bapak." Suaranya melemah dan tubuhnya mendarat di pelukan Bibi nya. Tenaganya sudah melemah akibat berteriak dan terus menangis. Kini ia, di peluk sang Bibi yang terus coba menenangkannya.  Mencoba menggantikan posisi sang Ibu yang telah pergi untuk selamanya. Mencoba membuatnya lupa akan sang Bapak yang tengah pergi.

Anak itu kini tengah terisak, menahan sisa pedih ketidakpercayaan. Menyandarkan diri di pangkuan Sang Bibi. Bapaknya pergi tanpa mengajaknya. Ia pergi entah kemana. Di tengah deru hujan deras kota kelahiran. Bapaknya pergi entah kemana.

"Dwi pengen ikut Bapak, Bi."

Hiks hiks ...

*to be continued ...

Kamis, 08 Desember 2016

Tentang seorang gadis perantau yang masih sangat berharap dan mencintai teman dekatnya waktu smk, kemudian dihadapkan pada kenyataan lelaki itu acuh tak pernah menghubunginya lagi, dan di saat ia mulai membuka hati menerima cowok lain. Cowok itu datang memberi harapan kembali, sementara orang tuanya tengah bersiap menjodohkannya dengan seseorang pilihannya.

"Ayo baris .... bel sudah berbunyi, saatnya kita olahraga" Seru seorang guru dengan riang diikuti oleh dua guru lainnya sambil merangkul dan menertibkan anak-anak ke halaman sekolah.

Ayo baris teman-teman ...

Ayo baris ...

Gerakan badan ...

Ikut irama ...

Marilah kita senam gembira ...

Ayo baris teman-teman ...

Ayo baris ...

Lirik dan nyanyian lagu menggema dari salah satu ruangan kepala sekolah dengan dinding bercat hijau dan kaca besar berhiaskan lafadz asmaul husna. Mengiringi cerianya anak-anak yang akan melakukan senam sehat ceria yang dilaksanakan setiap pagi Rabu ini.

Anak-anak berseragam olahraga merah abu beserta jilbab dan topinya. Nampak lucu dan menggemaskan sekali. Terlihat keceriaan di wajah mereka.

Mereka segera berlarian, menghambur dari beberapa sudut sekolah yang tadinya sedang asyik dengan permainannya masing-masing. Membuat barisan di depan ketiga guru mereka yang sudah lebih dulu mencontohkan beberapa gerakan senam.

Tiga senam mereka lakukan. Dilanjutkan dengan permainan loncat tepat.

Berbekalkan susunan puzzle berwarna-warni yang di atur zigzag dengan jarak sekitar satu loncatan kaki anak-anak.

"Ra, ayo bereskan puzzlenya." Sapa Nur saat permainannya telah usai.

"Eh, iya iya." Jawab Zahra yabg sedang duduk seolah tersadar dari lamunan asyiknya. Wajahnya nampak sendu.

Nuri mengamati dari tadi. Di depan anak-anak Zahra terlihat ceria dan bersemangat sekali. Tapi, ketika ia lengah dari anak-anak sebentar saja. Wajahnya kembali berawan abu. Gerakannya lunglai tak bersemangat. Seperti ada sesuatu di pikirannya yang membuatnya susah untuk tampak ceria.

Az-zahra, beserta kedua temannya Nuri dan Norma mengajar di TK Islam Al-hidayah. Menjalani hari-hari riang bersama 30 anak yang berbeda usia dan kelas. Mendidik dan berbagi keceriaan bersama mutiara-mutiara itu.

Az-zahra bertugas mengajar kelas KB yang usianya antara 3-4 Tahun.

Begitulah kesibukannya sehari-hari. Semenjak lulus dari salah satu SMK di Semarang dan mengikuti kursus PGTK selama 6 bulan.

Kini, dari senin-jumat dari pukul 07.00 - 12.00 ia mengajar di sekolah TK. Siangnya ia bekerja di salah satu toko kue di dekat asrama sekolahnya. Dan Sabtu-minggunya ia kuliah. Karena, memang ia mengambil kelas karyawan.

Dengan bekal nekad, Zahra berani merantau jauh sekali dari kampung halamannya, Palangkaraya. Demi cita-citanya dapat menuntut ilmu di perguruan tinggi.

Adzan maghrib dan isya sudah berlalu 30 menit. Saat Nuri dan Zahra merapikan mukenanya sehabis sholat isya. Dan langsung pergi ke ruang komputer untuk mengerjakan beberapa tugas.

Yah, selain mereka berdua sebetulnya masih banyak anak lain yang tinggal di asrama sekolah itu. Tapi, yang lain sepertinya tengah sibuk di dapur memasak makan malam mereka. Dan ada juga yang sedang mandi dan mencuci baju di kamar mandi lantai tiga.

Nuri dan Zahra, menyalakan komputer di ruangan kecil namun unik itu. Dengan sejuknya pendingin ruangan dan setelan lagu Rihanna.

"Nur, lu ngerjain tugas apaan ?"

"Tugas kampuslah banyak banget nih, belum lagi tugas sekolah nih. Bentar lagi kan ada acara."

"Huft, oh iya ya. Bentar lagi ada acara besar di sekolahnya."

Mereka kembali tenggelam bersama keyboard komputer dan tugas-tugas mereka yang bejibun.



Menulis membuatku bahagia

Menulis itu membuatku bahagia.

Ia adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan dari hidupku.
Ada sesuatu yang hilang dan gamang, saat rutinitas menulis dan membaca itu tak sering terjamah.

Aku hilang dan remang.

Entah, meskipun aku belum lah sehebat para penulis sekaliber Bunda Asma Nadia dan suhu-suhu kece di grup ODOP.

Tapi, dengan menulis aku bahagia.

Cerita Sekolah Part 1

Berjalan di atas lorong-lorong sekolah, menyaksikan anak-anak laki-laki bermain futsal dengan asyiknya.

Menyibakkan pada ingatan tentangmu. Sosok itu yang tengah asyik memainkan bola dan fokus hendak memasukkannya ke gawang lawan.

Aku tak sengaja menemukan tubuh tinggi dengan  perawakan yang serasi. Kulit semanis coklat, berlumur keringat itu. Tengah memanggang pandangku untuk beberapa saat. Di tengah kerumunan teman-teman kelasnya.

Ada seringai senyum halus yang malu-malu wajahku ungkapkan. Lantas aku segera duduk di kursi depan kelas yang berhadapan langsung dengan pemandangan  lapangan luas di depannya.

Aku menoleh, melanjutkan perbincangan dengan teman-teman sambil asyik makan jajanan khas sekolah.

Aku tak sengaja, menoleh kembali pada pandangan riuh di lapangan futsal. Dan menemukan, matamu yang tengah kaku memandangiku yang tak aku pahami apa artinya.

Kita bertemu pandang untuk beberapa saat, mengikuti kucuran keringat di pipi jatuh tepat bersama angin yang menyegarkan. Dan bumi seolah hanya sedang dihuni oleh sosok aku dan kamu.

Gadis berjilbab putih yang tengah duduk dan kamu berdiri mematung menangkap bola di kakimu. Lantas pandangan itu tersadar.

Malu dan salah tingkah tertangkap dari gelagatmu. Lantas berusaha segera mencari kesibukan lain agar tak ketahuan tegaku engkau sedang mencuri pandang padaku.

Entah, desir halus apa yang mencoba mengerumuni hati saat itu. Aku tertawan dan tidak mengerti rasa apa itu.

Lapangan dan keringat bercucuran itu, entah kapan akan kutemui lagi.

Ah, tak banyak yang aku ketahui tentangmu. Tapi, sosok itu mengingatnya seperti memberi sinyal ketenangan pada salah satu bagian otak yang sedang berpikir lalu menyelusup pada keyakinan di hati.

Entahlah, apakah aku dan kamu memang akan ditakdirkan bersama atau tidak nantinya.

Karena, yang jelas seluruh awan yang mengitari sekolah luas dan tangga-tangga yang beriringan menjadi saksi atas pertemuan-pertemuan tak sengaja kita. Yang memadu pandang lantas dengan segera mengalihkan pandangnya bertemu pada kata sapaan yang sederhana.

"Eh, hei ..."

Tapi mampu menjadikan kepalaku berkeliling, dengan hati berbunga-bunga sepanjang hari. Dan mulut tersenyum, yang tak mampu kuprediksi dan kendali hadirnya. Karena, mengingatmu terkadang adalah ketidaksengajaan yang menyenangkan.

Lorong sekolah, jam istirahat pertama di sekolah hari Rabu. Tentang kita.

Akankah kembali bertemu pada takdir yang sesungguhnya kita damba ?!




Sabtu, 03 Desember 2016

Hanya Mereka Yang Tahu

Entah pada sajak mana lagi aku akan bercerita,
Tentang diam yang mampu menorehkan tenang ...
Dalam bersama satu aliran angin ...

Coba kau memejam mata, karena lelah terasa menerpa ...
Namun, itu semua benar menjadi bumbu bagi padamnya bara telak seharian ...

Merajuk dan mengadu dalam bahasa yang tak betul untuk di mengerti biasa ...

Bersamanya, gadis itu begitu damai ...
Karena seketika dalam satu detik alur urat menyudahi jarak
Seketika itu pula penat dan ribut dalam alam pikiran lenyap
Berganti elok bahagia
Bersamanya, gadis itu tenang bahagia dan lengkap ...

Entah, berapa kesudahan lagi
Dunia coba menggantikan
Tetap saja, ia adalah ia bagi sang gadis
Dalam bahasa yang selalu lugu anggun nan wibawa
Mereka bercakap dalam bahasa ...
Ya, bahasa yang hanya mereka tau

Pada Bola Mata

Pada bola mata yang diam-diam kutitipkan doa ...

Pada bahu kekar yang malu-malu kuteguhkan harapan ...

Sampai bertemu kembali ...

Saat keinginan, harapan, dan kenyataan melebur menjadi satu ...

Membentuk sebuah wajah yang dengan jelas dapat aku tatap dari dekat tanpa sekat ...

Karena pada bisik-bisik hati kita pun  ...

Kamu tahu ?

Allah Maha Mendengar dan Maha Melindungi 😊

#NovemberRain
#RendaRinduRumah💚

Karena Pada Hujan

Karena pada jutaan hujan, tak pernah luput dari pengaturan-Nya ...

Pun pada rindu yang menyusup bersamaan dengan jatuhnya riuh air pada tanah ...

Allah Maha Tahu segala macam rasa yang kau punya ...

And now, I miss them alot ...

Ibu ... dengan segala cerita bersamanya ...
Rumah dengan segala rinai cinta-Nya ...
Ah, bersama mereka syurga terasa lebih dekat 💚