Seringai angin menghembus pada wajah yang tengah menenun senyum ...
Ah, iya itu orang paling kocak dan slowres ...
Kalem-kalem adem, meski aslinya lagi mikir keras demi mengeluarkan kata paling efektif meredakan gundahku ...
Tak banyak ia umbar kata, tapi, ia adalah orang paling sadar dan setia dengan kata-katanya ...
Tanpa pernah banyak mengumbar janji, tapi ia lakukan dengan pasti pengorbanannya ...
Tanpa pernah banyak kata berlebihan, ya sederhana ...
Dia itu semacam manusia nyeleneh yang hidup di belahan bumi bagian barat ...
Kemudian ditakdirkan dekat tanpa pernah ada rasa bosan ...
Ia itu tak hanya teman diskusi meskipun nyeleneh, ia adalah sahabat sekaligus kekasih yang selalu punya macam-macam rasa untuk menjalani kehidupan ...
Tentang kecocokan dan kenyamanan yang tak pernah kami paksakan, ia hadir dengan ikhlas tanpa pernah ada tekanan ...
Mengalir dalam lautnya, setia, dan mewarna ...
Aku tak perlu banyak bertanya tentang ia, sedang apa, dan dimana ...
Karena dengan sendirinya, pertanyaan-pertanyaan itu akan mengalir terjawab dalam percakapan renyah kami ...
Dia itu semacam rasa pedas, yang meskipun kita tertidur saat memakannya tetap saja terasa ...
Lagi frustasi ?
Coba aja curhat sama dia
Mana pernah ditanggepin serius
Tapi, itu lah cara uniknya ia mengubah kemelut dalam mendung wajah menjadi langit yang kembali biru cerah ...
Dalam lirih air kebersamaan dalam ketenangan itu terus mengalir, menyibakkan bahagia yang tanpa pernah dipaksa, ...
Tentang kecocokan dan kenyamanan diantara kami yang akan sangat sulit untuk ditemukan imitasinya ...
Ah, apakah aku akan tega beralih arah dengan dalih ia yang lebih mapan ...
Sedang rasa perjuangan yang telah dibangun dari paling rendah itu mampu kita lewati bersama ...
Marah ?
Hatiku mencekal. Mulut menggerutu. Sedang tangan tetap saja mengetikkan kata manis. Melihat teduh di wajahmu, kamu tahu api marah itu padam.
Kesal dan heran ?
Seringkali rasa itu tak pernah menghampiri. Hatiku kosong melompong dari praduga negatif yang menghampiri tentangmu.
Melihat kesungguhannya, mengeposkan nethink dan menyuburkan percaya.
Tidak pernah menuntut banyak ini itu, hanya mengangguk dan berkata.
Ayo, kita lewati bersama jembatan itu. Karena setia pada proses, adalah keharusan bukan untuk mencapai hasil yang kita inginkan.
Di bahumu, aku pernah menyimpan percaya yang sampai saat ini kau simpan rapih dengan apik.
Di sorot tajam matamu di balik pintu itu, aku menangkap sayang yang tak terungkap lewat banyak kata tapi pada tindakan rela berkorban.
Kau bilang, tak perlu marah. Untuk apa toh aku marah ? Itu tak akan menyelesaikan masalah.
Sergap tingkahku mengesalkan hatimu pasti. Tapi itu hanya sebentar saja, karena rajut khawatirmu aku akan celaka.
Ah, tak perlu ada aturan pasti tentang urutan komunikasi. Karena semua seolah sudah tersistem tanpa bibir harus berkoar.
Kamu, makhluk rasa sahabat, temen kocak, pundak tempat bersandar, pun kekasih yang limited edition.
Ketika kecocokan dan kenyamanan, sudah terpatri. Perlukah aku menanggapi pengganti ?
Kita adalah kembang merekah yang tengah berkeliaran pada pendarnya angin kesejukkan.
#ODOP Batch_3
Keren tulisannya
BalasHapusAlhamdulillah bunda Wiwid 😁
HapusSedang belajar mendeskripsikan perasaan ini ...
Siapakah dia?
BalasHapusDia itu adalah ... dia ...
HapusTerima kasih sudah berkunjung Mak Vin 😊
Keren tulisannya. Diksinya mantap, Mbak Fitri. Siip :)
BalasHapusAlhamdulillah Mba Nova ... Masih belajar ini ...
BalasHapusTerima kaish sudah berkunjung Mba 😊