Minggu, 03 November 2019

Pardi dan Tria

"Kamu tuh nggak ada beresnya sih ngerjain kerjaan di rumah. Jangankan di rumah, bantu kerjaanku aja kamu nggak becus."

"Aku udah berusaha semampuku, Mas. Bantuin kerjaan kamu di pabrik, sambil momong tiga anak kecil yang masih balita. Apa kamu kira itu kerjaan mudah?" Jawab istrinya dengan mata berkaca-kaca.

"Alah .... Kamu tau nggak neng, bulan ini tuh penghasilan dari pabrik lagi merosot belum lagi aku sekarang mengidap penyakit. Itu makin nambah-nambah penderitaanku saja, kamu jangan nambah susah dengan jadi istri yang sulit diatur dong." Suara Pardi terdengar mengeras.

"Aku musti gimana lagi, Mas. Aku udah nurut apa maunya kamu. Aku ninggalin Ibu aku sendirian di kota kelahiranku. Aku ngikutin kemana kamu mau tinggal. Aku berusaha bantu kamu, aku juga udah berusaha jadi istri dan ibu terbaik buat kalian. Aku mesti gimana lagi." Tangis Tria istrinya makin menjadi.

***

Begitulah keadaan keluarga Tria dan Pardi beberapa hari belakangan ini. Sering ribut, rumah tidak damai, anak-anak ikut rewel karena melihat orang tuanya yang jarang akur ditambah suaminya sedang terkena penyakit aneh.

Sudah coba diperiksakan ke dokter, diurut, bahkan obat-obatan herbal sudah ia konsumsi agar sakit di badannya hilang. Namun, usahanya tak jua membuahkan hasil.

***

"Mas, coba kamu kuatin ibadahnya, sholat wajibnya dijaga. Sunahnya ditambah, puasa Daud dilaksanain. Kita coba ikhtiar, Mas. Siapa tahu Allah kasih jalan buat kesembuhan kamu dan keberkahan keluarga kita." Ujar istrinya suatu malam. Kala itu suasana keduanya sedang agak tenang sehingga bisa berbicara dari hati ke hati.

"Iya, Neng. Mas coba. Mas aneh ko benjolan di badan ini nggak hilang-hilang ya. Sakit lagi, Neng kalo malam." Jawab suaminya.

" Ditambah akhir-akhir ini kamu jadi sering marah-marah nggak jelas. Pusing tahu, Mas aku di rumah. Kerjaan rumah aja banyak ditambah kamu bikin nambah pusing aja."

"Ya itu kan juga salah kamu, Neng."

"Loh loh ... Apa salahku, Mas? Mulai lagi deh .... Cukuplah. Aku capek, Mas."

Pardi tampak menarik napas panjang mendengar suara istrinya seperti itu. Keduanya tampak hening, ditemani suara burung hantu di luar rumah.

***

"Eh, Mas ... Mas ...."

"Apa, Neng?"

"Kita coba pergi rukyah ke Pak Ustadz yuk. Kita ikhtiar aja mudah-mudahan itu jadi jalan kamu bisa sembuh."

"Lah, emang aku kerasukan, Neng. Jangan ngeledek kamu..."

"Ih bukan begitu, Mas. Kamu ngerasa ada yang aneh nggak selama ini?"

"Hmmm ada sih, Neng. Tiap malam aku mimpi aneh, mimpinya digigit ular malam mulu. Apalagi malam kemarin, aku mimpi kita cerai."

"Astagfirullah, Mas ...." Istrinya sedih bercampur kaget. "Ayo, Mas jangan tunda lagi. Kita segera cari bantuan ke Pak Ustadz."

***

"Gimana Pak Ustadz dengan suami saya?" Tanya istrinya penasaran.

Setelah dibujuk berkali-kali akhirnya suaminya mau untuk dibawa ke Pak Ustadz.

"Betul, Neng. Ini ada yang ganggu suamimu."

"Tuh kan betul, Mas. Alhamdulillah tolong segera diobatin suami saya, Pak." Ucap istrinya meminta pertolongan.

"Siapa sih yang berani usilin saya, Pak. Saya nggak pernah ganggu orang lain." Ucap Pardi heran.

"Ya namanya orang iri, Mas." Jawab Pak Ustadz.

"Yasudah saya coba obatin semampu saya ya. Selebihnya Mas dan istri harus perbanyak ibadah sama Allah. Jangan tinggalkan baca Al-Qur'an. Kalau bisa istiqomahkan puasa sunnahnya ya." Pesan Pak Ustadz.

"Baik, Pak Ustadz. Kami coba amalkan pesan Pak Ustadz."

***

Setelah Pardi suaminya Tria di rukyah ke Pak Ustadz. Kondisi tubuhnya berangsur membaik. Benjolan di tubuhnya mengecil, dan ia tidak mudah marah-marah lagi.

Begitupun Tria ia merasakan perubahan suaminya, lebih sabar dan penyayang terhadap keluarga. Usahanya pun mulai berjalan baik lagi.

***

Orang-orang iri yang menghalalkan segala cara memang sangat biadab. Kita berlindung kepada Allah semoga dikuatkan keimanan dan dijauhkan dari segala marabahaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dan mari berdiskusi sehat. Terima kasih ... :)