Kamis, 06 April 2017

Kunci itu Patah

Pagi itu, Bapak kurir sudah datang mengirimkan mesin cuci baru. Ia dan temannya meletakkan mesin tersebut tepat di dapur dekat kamar mandi, agar mempermudah ketika akan mencuci. Sambil memasak sambil mencuci, dua tiga pulau terlampaui.

"Bet, Bet sini. Ajaran Ibu dulu gimana ini cara pakainya. Ibu mau nyuci nih, pake mesin cuci baru." Panggil sang Ibu senang mendapati mesin cuci baru bertengger di rumahnya.

"Duh, Ibu. Betty mau berangkat sekolah, Bu. Mau ngajar. Udah kesiangan nih."

"Yaelah, Bet. Bentar doang. Ajarin Ibu cepetan." Ibu tetap memaksa meminta untuk diajari sekarang juga.

Sementara itu, Betty yang notabene seorang guru tengah wara-wiri kesana kemari. Mempersiapkan keberangkatannya untuk mengajar ke sekolah yang cukup jauh dari rumahnya.

Hari itu, tepat pukul 06.45. "Duh, bakal kesiangan nih. Lima belas menit lagi jam tujuh. Ia komat-kamit sambil memakaikan kaos kaki abu-abu pada kakinya yang lenjang.

Ia sudah tak hirau keadaan rumah. Yang ada dalam pikirannya, bagaimana caranya ia tidak kesiangan datang ke sekolah. Mengingat kepala sekolahnya atasan yang cukup killer, tak terkecuali bagi guru pun.

Saat ia sudah menstarter motor matic berwarna merahnya hendak berangkat. Ibu dari dalam berlari dan mencegahnya. "Betty, ayo sih ajarin, Ibu dulu mesin cuci baru. Kok, kamu gitu sih nggak mau ngajarin Ibu."

"Ah, Ibu itu gimana sih, orang gampang kok, Bu. Nanti aja kalo Betty udah pulang sekolah. Abis dzuhur, Betty ajarin. Udah ya, Bu pamit. Assalamu'alaikum." Ia segera berlalu meninggalkan sang Ibu tanpa sempat menorehkan senyum apalagi cium tangan seperti kebiasaannya sebelum berangkat kerja.

Ibu pun tampak menundukkan muka. Lalu masuk kembali ke dalam rumah. Mengerjakan apa yang bisa ia kerjakan di rumah, melepas penat dan sepi karena penghuni rumah sudah berangkat ke sekolah dan tempat kerjanya masing-masing.

Di perjalanan, Betty menjalankan motor matic kesayangannya dengan hati-hati. Jalanan memang cukup ramai, tapi masih bisa ia lalui dengan lapang hati tanpa macet yang cukup berarti.

Kecepatan motornya paling maksimal tak pernah melebihi angka tiga puluh. Beberapa menit berlalu, ia tiba di sekolah. Memarkirkan motor, lalu bergegas menuju ruang guru di lantai dua sekolah Islam Taruna Jaya.

Menaiki satu persatu tangga yang memiliki kemiringan cukup menantang.

"Glekkk." Betty tiba-tiba terjatuh.

"Aduh, sakit ... " Ia menjerit refleks saat kedua kakinya terpeleset, lalu menyebabkan ia terjatuh. Dan tangannya terkilir sehingga agak sulit digerakkan rupanya.

"Ahhh ... apa banget sih pagi-pagi mana udah buru-buru pake acara jatuh segala lagi. Aduuuuuh ..." Ia menjerit kesakitan saat akan berdiri bertumpu menggunakan tangan kanannya. Rupanya tangan kanannya memar ditambah terkilir pula.

Ia meringis sambil mencoba bangkit, melanjutkan perjalanan yang sedikit lagi sampai di ruang guru.

"Hei, Bett. Ayo cepetan udah mau masuk pelajaran nih." Sapa teman akrabnya sesama guru mengingatkan waktu.

"Iya nih, gue telat, Tih."

"Eh, itu kenapa tangan lu kok dipegangin gitu. Jalan lu juga kayak sakit gitu." Ratih terheran menyaksikan sahabatnya berjalan aneh tak biasanya.

Bahasa mereka memang seperti itu, karena merasa sudah sangat akrab jadi terkesan agak sedikit nyablak.  Tapi, kalau di hadapan murid-muridnya, mereka berbicara dengan bahasa yang lebih baik karena sadar akan menjadi teladan.

"Gue jatuh, Tih. Barusan di tangga sini nih pas mau naik. Tangan gue mana sakit banget lagi, terkilir dan memar kayaknya."

"Euleuh-euleuh ... " Saat Ratih mau membantu Betty mendudukkannya di kursi. Ponsel Betty berbunyi.

Kriiing kriiing ...

"Halo, Mas. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Bet." Terdengar jawaban dari seberang, seorang lelaki dengan suara khas. Ia adalah Apriyadi, suaminya yang tengah bekerja di Kalimantan sebagai kontraktor.

"Ada apa, Mas? Tumben jam segini nelponnya.

"Uang kita hilang, Bet. Barusan supir kita baru ambil uang dari Bank. Ia taro tas berisi  uang sebanyak Rp. 35 Jt itu di mobil. Ditinggal sebentar mau beli minum ke warung, deket banget jaraknya. Pas kembali, kaca mobil udah pecah, Bet. Uang kita raib dirampok."

"Astagfirullahal'adziim ..." Betty kaget, lalu Ia teringat hal penting yang cukup mengguncang bathinnya.

"Kenapa Bet, pagi ini kamu bikin kesel Ibu ya?"

"Duh, kok Mas langsung connect aja sih. Tahu aja, pagi ini gue bikin kesel Ibu." Bathinnya menyadari sebuah kesalah besar yang sudah diperbuatnya.

"I ... iya, Mas. Habis tadi pagi aku buru-buru mau berangkat. Eh, Ibu aneh-aneh aja minta diajarin pake mesin cuci pagi-pagi lagi."

"Ya Allah ... Bet, Bet ... kan udah Mas bilang, yang namanya orang tua itu keramat. Jangan sekali-kali bikin mereka kesel. Sekarang tahu kan akibatnya, akibat ulah itu. Allah langsung kasih hukumannya. Orang tua itu raja, Bet. Perlakukan mereka seperti raja. Ibu itu pegang kunci kesuksesan hidup kita, Bet." Suaminya terus berbicara menasihati kekeliruan besar yang sudah dilakukan istrinya.

"I ... iya, Mas ... maaf Betty salah." Ia merendah sambil menahan sakit di tangan yang tak mau ia ceritakan.

"Sekarang juga kamu minta maaf sama Ibu, Bet. Nggak boleh nanti-nanti."

"Iya, Mas ..." Betty mengucurkan air mata, mengakui kesalahan didera penyesalan besar membuat kesal Ibunya.

9 komentar:

  1. Iya, Mbak Anik. Kasihan Ibunya.

    Kualat karena buat kesal orang tua ya😂 Semoga kita dijauhkan dari hal tidak baik seperti itu.

    Krisan pedes dong Mbak, Anik. Hehe

    Makasih udah mampir.

    BalasHapus
  2. Hemmm....moga kita gx nyakitin hati ibu wlaupun hanya brkata nnti saat dsuruh

    BalasHapus
  3. Betty, betty ada ada saja tinggala ajarin ngga sampai 5 menit kok wkwkwkkw

    BalasHapus
  4. Betty betty ....kesian banget...andai waktu dpt diputar, eh ga boleh berandai2 ya hehe

    BalasHapus

Silahkan berkomentar dan mari berdiskusi sehat. Terima kasih ... :)