Tatapan ini kadang begitu tajam menusuk penglihatan tulus sembari menunduk patuh, kala aku melihat mereka melakukan kesalahan. Sudut-sudut sekolah yang asalnya riuh oleh suara mereka, kini seketika senyap. Kala suara sepatuku terdengar di telinga mereka. Aku hendak memasuki ruangan kelas bersejarah itu.
"Ssssst ... sssttt ... ssstttt ... ada bu guru datang."
Kadang aku menemukan mereka tengah berdebat hebat dengan sesama teman. Kadang aku menemukan mereka diam-diam menyiapkan kejutan kecil untukku. Ataupun kadang aku menemukan mereka tengah khusuk mengerjakan tugas yang kuberikan. Bahkan pernah mereka kutemukan sedang bercanda riang tertawa lepas hingga tak sadar bahwa aku sudah ada di meja depan.
Kala melaksanakan pembelajaran. Disiplin yang tinggi, lebih sering aku terapkan. Karena sungguh ekspektasiku sangat tinggi pada mereka. Aku ingin mereka menjadi generasi hebat, cerdas, dan berkualitas baik dari segala sisi.
Kesibukan dengan segala macam materi dan strategi macam apa yang harus aku suguhkan pada mereka. Agar apa yang aku sampaikan mampu mereka tangkap dengan baik. Mereka paham dan apa yang aku sampaikan dapat bermanfaat selalu di kehidupan mereka kini dan nanti.
Ribuan menit hingga bilangan jam kita bersama. Sungguh, ada gelayut takut dalam hati kala aku menyampaikan pelajaran. Apatah aku sudah menyampaikannya dengan baik sehingga mereka paham tanpa merasa terdiskriminasi. Sungguh ada gelayut sendu pada bathin kala aku melihat mereka berjuang keras menaklukan sulitnya materi yang kuberikan. Ah, semoga hati dan pikiranku senang belajar memecahkan masalah dan kesulitan dari setiap pelajaran yang kuberikan, Nak.
Sungguh ada gelayut sepi. Kala kini, mereka sudah beranjak pulang. Di sebuah ruang tersendiri, aku menahan malu. Maafkan Ibu, Nak. Ibu sangat keras memaksa kalian agar paham dan mampu mengikuti apa yang kuberikan. Maafkan Ibu, Nak. Ibu terkadang sedikit abai mendengarkan celoteh riang kalian kala waktu mutiara itu sedang berlangsung.
Ya, waktu sekolah -belajar dan mengajar-. Bahkan, ketika bermain kadang aku hanya sesekali menemani kalian menikmati riangnya berayun diatas angin. Bahkan, sedikit waktu yang kesempatan untuk menemani riangnya kalian membuat pesawat dari kertas lantas menerbangkannya di angkasa dengan gembira.
Aku senang memandang kalian dari kejauhan. Kalian bahagia dan bebas merdeka. Bermainlah sesukamu, Nak. Namun, tak lupa tetaplah taat pada ajaran baik yang diberikan. Semoga tanpa ada terpaksa kalian senang mengikuti ajaran yang kami berikan -yang sesungguhnya kami sangat berharap di dalamnya terdapat banyak kebaikan sebagai bekal kalian di masa sekarang dan masa yang akan datang.
Aku berkontemplasi. Ternyata menjadi seorang guru bukan hanya perjalanan akademik yang didapatkan kala aku sudah lulus mengikuti jam perkuliahan dan target kompetensi mata kuliah hingga sekian tahun lamanya. Lalu, dengan girang aku mengajari kalian ini dan itu. Memberikan kalian perintah ini dan itu. Melarang dan memarahi kalian ini dan itu.
Ah, aku merasa sungguh menjadi manusia yang kasar. Kala aku memarahi kalian tersebar sebuah kesalahan. Di sudut sebuah ruang hati, aku menjerit. "Haruskah aku memarahi kalian, Nak?"
Padahal sungguh sudah banyak kebaikan dan prestasi yang kalian berikan. Kalian rajin berangkat sekolah dengan riangnya tanpa merasa beban bertemu denganku. Seorang guru amatiran yang senang sekali memerintah kalian ini dan itu. Menjejali kalian dengan ini dan itu. Mengharuskan kalian mengerjakan ini dan itu.
Kala kalian mengeluh, "Bu, susah! Bu, nggak bisa!" Dan keluhan lain-lainnya. Sungguh, saat itu aku akan langsung menegur kalian. "Jangan biasakan menyerah sebelum berperang! Jangan biasakan mengatakan, "Aku tidak bisa! Susah!" Dan beragam keluhan kalian lainnya supaya aku meringankan tugas kalian.
Sungguh, aku sangat ingin kalian menjadi pejuang yang tangguh menaklukan tantangan. Kesulitan dalam belajar ini adalah simulasi perjalanan kehidupan. Agar kala nanti kalian beranjak dewasa lalu menemukan sebuah permasalahan hidup yang kompleks kalian tak mudah menyerah dengan memiliki jiwa pengecut yang gampang mengeluh bahkan menyerah. Tapi, bangkitlah dan taklukan tantangan yang hadir itu sehebat kalian mampu! Tunjukkan pada dunia bahwa kalian adalah hebat dan mampu! Aku ingin kalian menjadi juara menaklukan sisi lemah jiwa kalian! Seperti itu, sesederhana tidak mengatakan, "Aku tidak bisa! Ah, Ibu susah!"
Bangkitlah, Nak. Kita belajar bersama. Ibu sangat senang kala kalian dengan riangnya belajar, bereksperimen, berinovasi dengan ide-ide cemerlang kalian. Bekerja sama, bernyanyi lantang, lantas semakin merdu dengan cerahnya panorama di wajah kalian yang senang menggeluti berbagai macam pelajaran dengan semangat, "Aku bisa! Aku senang belajar! Tidak takut kalah ataupun salah! Aku akan belajar dari kesalahan itu! Hingga akhirnya kalian benar-benar mengatakan, "Yeaayyy, Ibu ini selesai dan aku bisa mengerjakannya dengan baik"
Great, my children! Kalian adalah syurga Ibu di Sekolah. Semangat kalian, senyum kalian, tawa, dan perubahan-perubahan kecil ke arah lebih baik itu ... Thats really my heaven. :)
Semakin kesini aku semakin menyadari. Bahwa menjadi seorang guru adalah sebuah perjalanan panjang. Bagaimana kami menaklukan tantangan kehidupan di tengah semakin kerasnya tuntutan zaman. Bagaimana kami tetap survive komitmen berusaha sebaik mungkin mencerdaskan anak-anak bangsa. Bagaimana kami terus berusaha, belajar belajar dan memperbaharui kemampuan agar tak ketinggalan zaman. Karena, kelak kalian akan hidup di zaman yang berbeda dengan kami.
Saat belajar tentang mata kuliah perkembangan peserta didik minggu lalu, aku sangat ingat. Ada pelajaran yang menyebutkan," bahwa ketika seorang guru mengajar harus melibatkan dan memperhatikan berbagai hal dalam dirinya. Ingatan, kepribadian, kemampuan, bahkan perasaan."
Kita tak boleh semena-mena mencekoki kalian dengan berbagai muatan pelajaran. Tapi kami abai pada perasaan dan kondisi hati maupun kepribadian kalian.
Mulai saat ini, aku ingin lebih menyelami kedalaman laut hati kalian. Aku tahu kadang ada getir yang tersembunyi, malu-malu terungkap. Ada gerah yang terperangkap, takut-takut aku marah berderap. Aku tahu, kadang ada mata-mata yang sembunyi-sembunyi mengharapkan hadirku lebih membersamainya menuliskan tinta-tinta masa yang tengah menjeratnya.
Bermainlah bersamaku, Nak. Belajarlah dengan riang. Semoga aku mampu menjadi guru yang sesungguhnya seorang guru. Bukan sekadar gelar akademik. Bukan sekedar title sebuah jabatan. Bukan sekedar topeng dibalik berbagai tuntutan.
Karena sesungguhnya menjadi seorang guru adalah sebuah perjalanan panjang dari hati yang belajar ikhlas menenunkan sabar dalam rumah jiwanya. Karena sesungguhnya menjadi seorang guru adalah perjalanan panjang bagaimana aku tak pernah jemu menengadahkan pinta dan doa untuk kalian. Karena sesungguhnya menjadi seorang guru adalah perkara berjuang keras menghebatkan diri agar mampu menghebatkan kalian, generasi harapan.
"Semoga kalian adalah penyejuk qalbu bagi Bapak dan Ibu. Semoga kalian adalah jundi-jundi harapan yang banyak menyemai kebaikan dan kedamaian. Bagi masa dan bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran. Kita sama-sama belajar saling menghebatkan ya, Nak."
Terima kasih. :)
YaAllah bu gulu kecehhh *matalope
BalasHapus