Jumat, 20 Januari 2017

Sini, kembalilah! Renjana tengah memasungku, karenamu, Nak!

"Ada apa?" Tanyaku lekat dalam hati

"Kenapa mukamu manis durja? Tak kutemukan seringkali senyum mendamaikan seperti biasanya aku temui di wajahmu?"

"Ada apa?" Aku benar-benar membanting

Raut muka dan tatapan penuh benci itu, benar-benar menusuk, meremuk-remuk tiang-tiang kedamaian yang sedang susah payah aku bangun dalam istana --- hati.

Remuk redam. Aku ditusuk. Sembilu penuh ngilu. Memar, rasa dipukul telak tajam sampai ke ulu terdalam. Sesak.

"Ada apa?" Aku menatapnya kembali dengan tatapan memelas.

"Kenapa kamu tega berbuat seperti itu, Nak? Salah apakah yang telah kuperbuat? Hingga dirimu tak rela menyingsingkan senyum barang sedikitpun?"

Aku pilu. Dadaku sesak. Hingga aku berusaha mencari celah, menghangatkan suasana. Aku kembali riang ceria meski dalam bathin betul-betul sesak menangis menahan irisan pisau tajam yang sudah kau hujamkan pada sukmaku.

Aku mengoceh kesana kemari, mengundang gelak tawa si muka-muka polos nan manis. Tak hanya itu, tak hanya tertawa yang aku jadikan tujuan. Aku ingin sekali memupuk ketauhidan dan aqidah yang akan menancap kuat dalam bathin keimanan kalian. Kalian harus jadi generasi yang kuat. Kalian harus jadi generasi yang bermanfaat. Kalian harus jadi generasi yang penuh dengan cahaya; haus untuk selalu menuntut ilmu. Kalian harus jadi generasi pejuang; yang memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan orang banyak. Kalian harus jadi generasi yang penuh dengan rahmat dan sayang Allah.

Banyak sekali pikiran yang menyelubungi kepalaku. Kala berhadapan dengan kalian. Di pundakku, tanggung jawab itu terhujam. Aku mempunyai tugas menyampaikan, meluruskan, dan memberikan seberkas cahaya yang aku punya kepada kalian. Agar kalian kelak bisa menebarkan cahaya lebih banyak dari yang aku punya.

Mereka tertawa riang, bercanda ria, ramai dengan persahabatan dan cinta ala mereka yang membuatku gemas untuk memeluk erat mereka. Jadi, anak sholeh-sholehah ya, Nak. Semoga Allah selalu ridho terhadap kalian. Ah, rasanya sayang dan cinta kami ingin sekali kami luapkan semuanya padamu. Namun, kami harus bersabar melewati setiap tahap yang harus diikuti. Agar yang kami berikan tak hanya asal-asalan. Tapi berbekas lama dan abadi. Yang akan menuntun kalian, pada kebaikan dan kebahagiaan hakiki.

Selamat menikmati hidup kalian dan masanya yang tak akan terulang. Semoga kalian berjiwa iman kuat dan bahagia selalu.

Ah, mulutku sudah berbusa menerangkan ini itu. Mengajakmu tertawa dan bahagia dalam lingkaran penuh canda dan hangat roma.

"Ada apa? Kenapa mukamu tak lemas-lemas menurunkan durja?"

Jika aku bersalah, mohon maafkanlah. Tapi tolong jangan hukum aku dengan muram muka dan ketus ucapanmu, Nak.

Aku sakit dan sungguh sesak. Sungguh tiada banding. Serasa gelap dunia luruh pada seluruh sinaps di otakku. Serasa malam akan terus berlanjut dalam pekatnya, tanpa kembali melihat sang mentari cerah tersenyum padaku.

"Ada apa, Nak? Bicaralah padaku dengan baik? Tak ada niatku berburuk ucap. Kau tahu sayangku tak terkira untukmu."

Berhentilah bermurah durja, Ibu rindu senyum hangat dan celoteh cerdasmu. Sini, kembali ke pelukan hangatku. Aku Ibumu. Jangan kau siksa aku dengan gelap dan tajam delik matamu; membenci. Sini, bersamaku. Kita belajar banyak hal lagi. Tanpa perlu merasa risih ataupun risau. Aku akan selalu ada untukmu, menyayangimu dan berusaha yang terbaik untuk kebahagiaanmu. Semoga kebahagiaan hakiki itu kelak engkau dapatkan, Nak. Semoga kebahagiaan hakiki itu kelak kau dapatkan, Nak.

Bolehlah kau marah padaku. Bolehlah kau benci padaku. Tapi, itu berarti kau sedang mengulurkan pedang api tepat sasaran pada batinku. Merusak seluruh tulang penyangga tubuh; lumpuh. Aku lumpuh, lemah, remuk tiada daya.

Senyummu mampu mengalihkan duniaku, Nak. Tak usah kau muluk-muluk memberi berbagai macam rupa kesukaanku. Cukup. Senyummu mampu mengalihkan duniaku, Nak. Padahal sebelumnya angin ribut di kepalaku tak kunjung usai diterpa badai dan tsunami yang menerjang. Tersenyumlah, merajuklah. Senyummu mampu mengalihkan duniaku, Nak. Sini, kembali ke pelukanku, habibi.

4 komentar:

Silahkan berkomentar dan mari berdiskusi sehat. Terima kasih ... :)