Tuan..
Rasaku teguh dan tidak mudah berubah
Tidak mudah jatuh, namun sekalinya jatuh hatiku teguh dalam usaha setia
Meski bilangan waktu yang banyak kita tidak berkomunikasi..
Tidak seperti muda-mudi lain yang mungkin setiap saat bisa video call.an
Namun, tak pernah kucoba bandingkan perihal dirimu
Karena aku sangat bersyukur akan uniknya dirimu.. itu anugerah sekali untukku
Aku mencintaimu dan itu keputusanku dengan tulus
Namun tanpa komunikasi dan keterbukaan kadang aku bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah aku sebenarnya tidak diinginkan?
Ah kutepis pemikiran kerdilku itu, tak seharusnya aku hiraukan bukan?
Mengingat begitu banyak kebaikanmu untukku..
Aku menguat dan kembali percaya, kamu hanya sedang sibuk dengan kehidupan juangmu saja atau kamu ingin menjaga sebelum waktunya tiba..
Tuan..
Barangkali banyak hal berat yang kamu lalui, dan aku tidak ada di sampingmu untuk sekedar temu dan memberikan senyum semu
Dalam pikirku, aku percaya dan yakin kamu tengah berjuang untukku juga keluargamu..
Maafkan aku, Tuan..
Aku mungkin tak perhatian
Kala kamu lelah dan ingin menyerah
Bahkan aku tak tahu perihal yang terjadi dengan dirimu
Tak sepatutnya aku banyak menuntut padahal peduli dan doaku untukmu masihlah sangat sedikit sedangkan juang dan lelahmu tak terhitung digit
Dua ribu delapan belas, aku dibuncah bahagia
Bagaimana tidak?
Seseorang yang kucintai dan sangat kuharapkan mulai menunjukkan kejelasan hubungan
Ia menanyakan perihal kapan aku mau mempersilahkan lamaran
Ia juga bersiap meminta restu orang tua agar diiringi ridha dan keberkahan
Tuhan, nikmat mana lagi yang hendak aku dustakan?
Dipertemukan dengan seseorang yang sangat baik dan aku inginkan, dan sekarang ia menunjukkan i'tikad baik perihal kepastian
Hari-hari berlalu
Aku bersabar
Gundahku karena rindu karena lama sekali tak bertemu
Juga perihal bertukar kabar dan berbagi cerita yang aku rasa semakin jarang
Aku harus bersabar dan senantiasa berpikiran baik, tak ada yang harus aku khawatirkan karena ia begitu baik
Meski renjana pada ia yang tercinta begitu meradang
Kapankah kita boleh bertemu lagi, Tuan?
Aku ingin bertukar cerita
Aku ingin mendengarkan cerita-ceritamu
Atau suara dan candaanmu yang khas
Banyak pun tak apa, aku akan senang hati mendengarkannya
Merasakan tenang dan senang bersamaan kala berdekatan..
November di penghujung perhelatan, ...
Pertanyaan demi pertanyaan kulontarkan
Mempertanyakan kembali perihal bagaimana kejelasan..
Hingga jawaban yang terlontar, cukup membuat sesak di dada
Bolehkah aku mengungkapkan, bahwa masa itu kala aku membaca satu persatu kalimat jawabanmu
Aku merasa dilepaskan
Aku merasa tidak diinginkan
Aku merasa begitu rendah dan berjuang sendirian
Ah, sungguh perasaanku kala itu sungguh egois
Aku sangat egois
Tanggapan yang kulontarkan pun dipenuhi egoku sendiri
Pergi kemanakah halus empatiku akan perasaanmu kala itu..
Maafkan keegoisanku kala itu..
Maafkan ketidakpekaanku
Maafkan, kurang sekali empatiku
Maafkan segala ketidaksempurnaanku, Tuan..
November yang patah
Menyisakan isak-isak tangis di sudut rumah
Tangis sesak, terkejut, hingga lelah..
November yang patah
Maafkan, perempuan yang penuh salah
Perihal perasaan yang begitu mendominasi
Hingga akal jernih terdahului ..
November dikejutkan dengan patah
Desember dikejutkan dengan kedatangan
Januari perihal kepasrahan
Kemana aku harus melabuhkan
Kala yang kuinginkan tak ingin lagi mempertahankan?
Tuhan..
Jangan pernah meninggalkanku sendirian 😭